Di antara sembilan puluh sembilan nama indah Allah SWT, terdapat Al-Hamid. Nama ini mengandung makna yang mendalam, yaitu "Yang Maha Terpuji" atau "Yang Patut Dipuji". Nama Allah ini menegaskan bahwa hanya Dia satu-satunya Zat yang layak menerima pujian dan sanjungan dalam segala kondisi, baik dalam kelimpahan nikmat maupun dalam kesulitan.
Memahami Al-Hamid mengajarkan kita bahwa pujian sejati hanya pantas ditujukan kepada Pencipta semesta alam. Setiap detik kehidupan, setiap tarikan napas, setiap fenomena alam yang indah—semuanya adalah manifestasi dari keagungan-Nya yang layak dipuji. Pujian ini tidak hanya sekadar ucapan lisan (seperti ucapan 'Alhamdulillah'), tetapi juga berupa pengakuan hati dan perbuatan nyata.
Ketika kita menghadapi kemudahan, kita memuji-Nya karena nikmat tersebut berasal dari Dia. Namun, sisi yang lebih menantang adalah ketika kita tetap memuji-Nya saat diuji. Inilah puncak dari penghambaan yang benar. Ketika musibah datang, seorang mukmin yang memahami Al-Hamid akan berkata, "Segala puji hanya bagi Allah," karena ia yakin bahwa di balik setiap ujian terdapat hikmah dan tujuan mulia yang mungkin belum terungkap.
Asmaul Husna selalu berkaitan erat. Sifat Al-Hamid seringkali bersanding dengan Al-Wahhab (Maha Pemberi) dan Al-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki). Logikanya sederhana: Karena Allah adalah Pemberi segala sesuatu yang baik (Al-Wahhab dan Al-Razzaq), maka Dia adalah Zat yang paling berhak menerima pujian (Al-Hamid).
Pujian kepada Allah tidak terbatas pada hasil akhirnya saja. Kita memuji-Nya bahkan pada proses penciptaan yang rumit. Lihatlah mata kita yang dapat melihat, otak kita yang dapat berpikir, sistem peredaran darah yang bekerja tanpa kita perintahkan. Semua ini adalah kesempurnaan ciptaan yang menegaskan bahwa Zat yang menciptakannya Maha Sempurna dan Maha Terpuji.
Mengucapkan "Alhamdulillah" secara konsisten melatih jiwa kita untuk fokus pada kebaikan, terlepas dari situasi eksternal yang mungkin negatif. Ini adalah latihan mental spiritual yang sangat kuat, membumikan kita pada realitas bahwa Sang Maha Terpuji selalu memegang kendali atas takdir kita.
Meskipun kita tidak dapat menyamai keagungan Allah SWT, meneladani makna Al-Hamid dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Bagaimana caranya? Pertama, dengan selalu bersyukur (bentuk nyata dari pujian). Rasa syukur membuat kita menghargai apa yang kita miliki, bukan meratapi apa yang tidak kita miliki.
Kedua, dengan memuji kebaikan orang lain. Jika kita melihat kebaikan pada sesama manusia—kemurahan hati, kejujuran, atau kecerdasan—maka kita harus mengakui bahwa sifat-sifat tersebut adalah pancaran dari sifat Maha Terpuji Allah. Dengan demikian, pujian kita kepada manusia sejatinya adalah perantara untuk mengingat kembali kebesaran Allah.
Ketiga, melakukan perbuatan yang pantas dipuji di mata Allah. Ini berarti berjuang untuk hidup jujur, adil, dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Ketika amal perbuatan kita didasari oleh kesadaran akan keagungan Sang Maha Terpuji, maka setiap tindakan kita akan bernilai ibadah.
Memahami Al-Hamid bukan hanya menambah kosakata teologis kita, tetapi juga mengubah cara pandang kita terhadap realitas. Dunia ini dipenuhi hal-hal yang layak dipuji, dan semua kepujian tersebut muaranya adalah kepada Allah Azza wa Jalla.