Di antara 99 nama indah Allah SWT, Al-Jalil menempati posisi penting. Nama ini berasal dari akar kata Arab 'Jalala' yang berarti keagungan, kemuliaan, dan kekuasaan yang melampaui segala sesuatu. Ketika kita mengucapkan Al-Jalil, kita sedang mengakui bahwa Allah adalah Dzat yang memiliki keagungan yang mutlak, kemuliaan yang tak terhingga, dan kebesaran yang tidak bisa dipahami sepenuhnya oleh akal manusia.
Al-Jalil tidak hanya merujuk pada kebesaran fisik atau kekuasaan di bumi, tetapi lebih dalam lagi, mencakup keagungan spiritual, ketinggian status, dan kemuliaan zat-Nya yang tidak tertandingi. Segala sesuatu di alam semesta tunduk pada keagungan-Nya. Ia adalah Dzat yang Maha Tinggi, jauh di atas segala ciptaan-Nya, namun tetap dekat dengan hamba-Nya yang beriman.
Mengimani nama Al-Jalil memberikan beberapa dampak mendalam pada cara seorang Muslim memandang dirinya dan alam semesta.
Ketika kita benar-benar memahami betapa Maha Agung-Nya Allah, secara otomatis timbul rasa hormat dan takzim yang mendalam. Rasa takut yang muncul bukanlah rasa takut akan siksaan semata, tetapi rasa takut karena kita berhadapan dengan Keagungan yang tak terhingga. Hal ini mendorong seorang hamba untuk selalu menjaga adab, menghindari perbuatan yang merendahkan martabat di hadapan-Nya, dan berusaha meraih ridha-Nya dengan sungguh-sungguh.
Kesadaran bahwa semua kemuliaan dan keagungan sejati hanya milik Allah (Al-Jalil) adalah penawar terbaik bagi kesombongan. Segala pencapaian duniawi yang kita raih hanyalah titipan kecil dari Keagungan-Nya. Dengan mengakui bahwa kita adalah hamba yang rendah di hadapan Yang Maha Agung, kita akan lebih mudah untuk bersikap tawadhu' (rendah hati) terhadap sesama manusia, karena kita sadar bahwa kemuliaan sejati tidak terletak pada pangkat atau harta, melainkan pada ketakwaan kepada Al-Jalil.
Ketika menghadapi kesulitan atau musibah yang terasa begitu besar dan merendahkan diri, mengingat Al-Jalil mengingatkan kita bahwa ujian sekecil apa pun yang kita hadapi, itu tetap berada dalam cakupan Kekuasaan dan Keagungan-Nya. Ia Yang Maha Agung, pasti memiliki rencana yang Agung di balik setiap kejadian. Ini menumbuhkan ketenangan (sakinah) karena kita bersandar pada Dzat yang kekuasaannya tidak terbatas oleh masalah yang kita hadapi.
Nama Al-Jalil seringkali terkait erat dengan nama-nama Allah lainnya yang menekankan kemuliaan dan ketinggian. Misalnya, ia dekat maknanya dengan Al-Azim (Yang Maha Besar) dan Al-Muta'ali (Yang Maha Tinggi). Jika Al-Azim menekankan pada kebesaran esensi, Al-Jalil menekankan pada kemuliaan dan keagungan yang memancar dari kebesaran tersebut.
Mengamalkan Asmaul Husna bukan hanya sekadar menghafal lafadznya, tetapi menginternalisasi maknanya. Saat kita memohon kepada Al-Jalil, kita memohon kepada Dzat yang memiliki semua keagungan dan kemuliaan. Permohonan kita didasarkan pada keyakinan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Dzat yang Agung.
Mencintai Allah berarti mencintai keagungan-Nya. Dengan merenungkan Al-Jalil, hati kita terdorong untuk menjauhi hal-hal yang remeh dan fana, dan fokus pada perkara-perkara yang abadi dan mulia di sisi-Nya. Keagungan sejati hanya milik Allah, dan kita, sebagai hamba-Nya, berusaha untuk hidup dalam kerangka keagungan tersebut dengan meneladani sifat mulia yang Dia ajarkan melalui Al-Qur'an.