Ilustrasi visual konsep keabadian.
Dalam khazanah keilmuan Islam, nama-nama Allah SWT yang terindah dikenal sebagai Asmaul Husna. Terdapat sembilan puluh sembilan nama mulia yang masing-masing memancarkan sifat kesempurnaan Ilahi. Salah satu nama agung tersebut adalah Al-Baqa, yang secara harfiah berarti Yang Maha Kekal atau Yang Maha Abadi.
Allah adalah Al-Khaliq (Pencipta) segala sesuatu yang memiliki awal dan akhir. Segala makhluk, mulai dari bintang di galaksi terjauh hingga debu yang tersembunyi, semuanya pasti akan mengalami kefanaan atau kehancuran sesuai ketetapan-Nya. Namun, sifat Al-Baqa menegaskan bahwa Allah SWT adalah Zat yang eksistensinya tidak terbatas oleh waktu. Keberadaan-Nya tidak didahului oleh ketiadaan, dan tidak akan diikuti oleh kehancuran.
Keabadian Allah adalah sifat yang mutlak dan berbeda total dengan keabadian yang mungkin dipahami manusia dalam konteks tertentu. Ketika manusia berbicara tentang keabadian (misalnya, warisan atau ingatan), itu tetap terbatas. Hanya Allah yang Maha Abadi dalam hakikat-Nya yang sejati. Semua yang ada selain Dia, termasuk surga dan neraka, pada akhirnya tunduk pada kehendak-Nya yang kekal.
Mengenali bahwa Allah adalah Allah Maha Abadi membawa implikasi mendalam bagi seorang mukmin. Pertama, hal ini menumbuhkan rasa ketergantungan total. Jika Allah saja yang kekal, maka segala harapan dan ketakutan harus diarahkan kepada-Nya, karena hanya Dia yang jaminan kepastiannya tidak akan pernah sirna. Mencari kebahagiaan abadi di dunia yang fana adalah upaya yang sia-sia.
Kedua, sifat Al-Baqa mendorong manusia untuk mempersiapkan diri bagi kehidupan setelah kematian, yaitu kehidupan akhirat yang dijanjikan Allah sebagai tempat keabadian sejati bagi amal perbuatannya. Dunia ini hanyalah persinggahan sementara, medan ujian yang hasilnya akan menentukan kebahagiaan di alam yang kekal.
Para ulama seringkali memasangkan Al-Baqa dengan sifat Al-Wajud (Yang Maha Ada) dan Al-Awwal (Yang Maha Awal) serta Al-Akhir (Yang Maha Akhir) untuk membentuk rangkaian makna kesempurnaan eksistensi Allah. Tidak ada yang dapat mengakhiri keberadaan-Nya. Setiap momen yang kita alami kini, hingga miliaran tahun mendatang, berada di bawah kekuasaan zat yang tidak pernah lekang dimakan waktu.
Sifat keabadian Allah menjadi kontras paling tajam terhadap realitas keberadaan manusia. Kita lahir, tumbuh, menua, dan kembali menjadi tanah. Kekuatan, kekayaan, dan kecantikan manusia bersifat temporal. Mengagungkan hal-hal yang fana adalah bentuk ketidakpahaman terhadap kebenaran hakiki. Justru, dengan menyadari kefanaan dunia, seorang mukmin akan lebih giat mengejar ridha Allah, Zat yang kekal abadi.
Oleh karena itu, iman kepada Allah Maha Abadi adalah Asmaul Husna yang mengajarkan kerendahan hati dan fokus spiritual. Kita hidup di bawah bayang-bayang keabadian-Nya, menanti waktu ketika kita akan kembali kepada-Nya setelah perjalanan duniawi yang singkat ini berakhir. Keabadian Allah adalah janji bahwa keadilan dan kasih sayang-Nya juga kekal, tidak pernah berakhir.
Merenungkan Al-Baqa membantu menenangkan jiwa dari kegelisahan akan kehilangan dan kepastian kematian. Karena di balik realitas kefanaan ini, ada sebuah keberadaan mutlak yang Maha Kekal, yakni Allah Azza wa Jalla, Sang Pemilik segala kesempurnaan yang tak terhingga.