Panduan Lengkap Amalan 10 Muharram

Ilustrasi amalan di bulan Muharram Amalan Hari Asyura Ilustrasi amalan di bulan Muharram: masjid di malam hari dengan bulan sabit dan bintang-bintang, melambangkan spiritualitas dan ibadah.

Memahami Keistimewaan 10 Muharram: Hari Asyura

Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram (suci) dalam kalender Islam, bersama dengan Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Di antara hari-hari dalam bulan Muharram, terdapat satu hari yang memiliki kedudukan sangat istimewa, yaitu hari kesepuluh, yang dikenal sebagai Hari Asyura. Kata "Asyura" sendiri berasal dari bahasa Arab, 'asyara', yang berarti sepuluh. Hari ini sarat dengan nilai sejarah, spiritualitas, dan keberkahan yang menjadikannya momen penting bagi umat Islam untuk meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Keagungan Hari Asyura tidak hanya diakui dalam syariat Nabi Muhammad SAW, tetapi juga telah menjadi hari yang dimuliakan oleh umat-umat terdahulu. Berbagai peristiwa besar yang melibatkan para nabi dan rasul terjadi pada tanggal ini, menjadikannya hari kemenangan bagi kebenaran atas kebatilan. Oleh karena itu, menyambut Hari Asyura dengan amalan-amalan yang dianjurkan adalah bentuk rasa syukur, penghormatan, dan upaya untuk meraih limpahan rahmat serta ampunan dari Allah SWT. Artikel ini akan mengupas secara mendalam berbagai amalan yang dapat dilakukan pada 10 Muharram, beserta dalil, keutamaan, dan hikmah di baliknya.

Amalan Utama dan Paling Dianjurkan: Puasa Asyura

Di antara sekian banyak amalan, puasa pada Hari Asyura memegang posisi paling utama dan paling kuat dasar syariatnya. Praktik ini telah dilakukan jauh sebelum Islam datang dan kemudian dikukuhkan oleh Rasulullah SAW dengan keutamaan yang luar biasa.

Sejarah dan Latar Belakang Puasa Asyura

Tradisi puasa pada 10 Muharram memiliki akar sejarah yang panjang. Sebelum kenabian, kaum Quraisy di Mekah sudah terbiasa berpuasa pada hari tersebut. Bahkan Rasulullah SAW sendiri turut melakukannya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA:

"Dahulu orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari Asyura di masa Jahiliyah. Rasulullah SAW pun melakukannya. Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau tetap berpuasa pada hari itu dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa. Namun, ketika puasa Ramadan diwajibkan, beliau meninggalkan (perintah wajib) puasa Asyura. Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa, dan barangsiapa yang tidak mau, boleh meninggalkannya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi juga berpuasa pada Hari Asyura. Beliau pun bertanya mengenai alasan mereka berpuasa. Mereka menjawab bahwa hari itu adalah hari di mana Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa AS dan kaumnya dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. Sebagai bentuk syukur, Nabi Musa AS berpuasa pada hari itu. Mendengar hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda, "Kami lebih berhak dan lebih utama terhadap Musa daripada kalian." Maka, beliau pun berpuasa pada hari itu dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa.

Keutamaan Luar Biasa Puasa Asyura

Keutamaan puasa Asyura sangatlah besar, sebagaimana dijelaskan dalam hadis shahih. Rasulullah SAW ditanya tentang puasa pada Hari Asyura, lalu beliau menjawab:

"Puasa itu dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim)

Pengampunan dosa yang dijanjikan di sini, menurut para ulama, adalah untuk dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar memerlukan taubat nasuha yang tulus. Meskipun demikian, janji ini merupakan anugerah yang sangat besar dari Allah SWT. Dengan berpuasa satu hari, seorang hamba diberi kesempatan untuk membersihkan catatan amalnya dari kesalahan dan kelalaian selama satu tahun penuh. Ini menunjukkan betapa rahmat Allah begitu luas dan betapa Dia mencintai hamba-Nya yang berusaha mendekat melalui ibadah sunnah.

Puasa Tasu'a (9 Muharram): Penyempurna Puasa Asyura

Meskipun puasa pada 10 Muharram memiliki keutamaan besar, Rasulullah SAW pada akhir hayatnya bertekad untuk menyertainya dengan puasa pada hari sebelumnya, yaitu tanggal 9 Muharram, yang dikenal sebagai puasa Tasu'a. Hal ini didasarkan pada hadis dari Ibnu Abbas RA:

"Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.' Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Jika aku masih hidup hingga tahun depan, insya Allah aku akan berpuasa pada hari kesembilan (juga).'" (HR. Muslim)

Namun, Rasulullah SAW wafat sebelum sempat melaksanakannya. Tekad beliau ini kemudian menjadi sunnah yang sangat dianjurkan bagi umatnya. Hikmah di balik anjuran berpuasa pada 9 Muharram adalah untuk membedakan ibadah umat Islam dengan ibadah kaum Yahudi, sebagai bentuk manifestasi identitas syariat Islam yang independen. Selain itu, berpuasa pada hari kesembilan juga berfungsi sebagai "pemanasan" atau persiapan, serta untuk memastikan tidak terlewatnya puasa Asyura jika terjadi kesalahan dalam penentuan awal bulan.

Para ulama menjelaskan beberapa tingkatan dalam melaksanakan puasa ini:

Amalan-Amalan Lain yang Dianjurkan pada Hari Asyura

Selain puasa yang menjadi amalan pokok, Hari Asyura juga merupakan momentum untuk memperbanyak amal kebaikan lainnya. Meskipun sebagian dasar dari amalan-amalan berikut ini berasal dari hadis yang diperdebatkan kekuatannya (dhaif), para ulama memandangnya sebagai bagian dari fadhailul a'mal (keutamaan amal) yang baik untuk dilakukan, selama tidak diyakini sebagai kewajiban atau sunnah muakkadah yang setara dengan puasa. Amalan-amalan ini sejalan dengan semangat umum ajaran Islam untuk berbuat baik, terutama pada hari-hari yang mulia.

1. Memperbanyak Sedekah

Sedekah adalah salah satu amalan yang paling dicintai Allah SWT. Melaksanakannya pada Hari Asyura diyakini memiliki keutamaan tersendiri. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa bersedekah pada hari Asyura, maka ia seperti bersedekah setahun penuh." Walaupun kualitas hadis ini diperbincangkan, maknanya selaras dengan prinsip umum bahwa amal baik yang dilakukan pada waktu-waktu istimewa akan dilipatgandakan pahalanya.

Bersedekah pada 10 Muharram dapat menjadi sarana untuk membersihkan harta, menolak bala, dan membuka pintu rezeki. Bentuknya pun beragam, mulai dari memberikan uang kepada fakir miskin, menyumbang untuk pembangunan masjid atau lembaga pendidikan, hingga memberikan makanan kepada tetangga atau orang yang membutuhkan. Intinya adalah berbagi kebahagiaan dan meringankan beban sesama sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.

2. Melapangkan Nafkah untuk Keluarga

Salah satu amalan yang populer di kalangan masyarakat adalah memberikan kelapangan rezeki atau nafkah kepada keluarga pada Hari Asyura. Ini berarti menyediakan makanan yang lebih baik, lebih banyak, atau sesuatu yang istimewa yang tidak biasa disajikan pada hari-hari lain. Amalan ini didasarkan pada sebuah riwayat:

"Barangsiapa melapangkan (nafkah) untuk keluarganya pada hari Asyura, niscaya Allah akan melapangkan (rezekinya) sepanjang tahun itu." (HR. Al-Baihaqi, At-Thabrani)

Meskipun sanad hadis ini dianggap lemah oleh sebagian ahli hadis, banyak ulama salaf yang mengamalkannya, seperti Sufyan bin Uyainah. Beliau berkata, "Kami telah mempraktikkannya selama lima puluh atau enam puluh tahun, dan kami tidak mendapati kecuali kebaikan." Hikmah di balik amalan ini adalah untuk menumbuhkan rasa syukur, mempererat ikatan kasih sayang dalam keluarga, dan menanamkan kegembiraan di hati anak-anak dan pasangan pada hari yang mulia. Ini adalah bentuk investasi kebaikan yang berbuah keberkahan rezeki dari Allah SWT.

3. Menyantuni dan Mengusap Kepala Anak Yatim

Islam menempatkan anak yatim pada posisi yang sangat mulia. Memuliakan mereka adalah salah satu pintu menuju surga. Pada Hari Asyura, amalan menyantuni dan menunjukkan kasih sayang kepada anak yatim menjadi lebih ditekankan. Terdapat riwayat yang menyebutkan, "Barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah akan mengangkat derajatnya sebanyak helai rambut anak yatim tersebut."

Terlepas dari status riwayat tersebut, perbuatan ini secara inheren adalah amal saleh yang agung. Mengusap kepala anak yatim adalah simbol dari kasih sayang, perhatian, dan perlindungan. Lebih dari itu, menyantuni mereka berarti memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti makanan, pakaian, pendidikan, dan tempat tinggal. Dengan melakukan ini pada Hari Asyura, seorang muslim tidak hanya mengikuti semangat umum ajaran Islam, tetapi juga berharap mendapatkan keberkahan khusus dari hari yang penuh sejarah ini. Ini adalah momen untuk merefleksikan nasib mereka yang kurang beruntung dan mewujudkan kepedulian sosial sebagai bagian dari iman.

4. Memperbanyak Dzikir, Doa, dan Istighfar

Hari Asyura adalah waktu yang mustajab untuk berdoa. Ini adalah hari di mana Allah SWT mengabulkan doa dan memberikan pertolongan kepada para nabi-Nya. Nabi Adam AS diterima taubatnya, Nabi Nuh AS diselamatkan dari banjir bah, Nabi Ibrahim AS diselamatkan dari api, dan Nabi Musa AS diselamatkan dari Firaun. Rentetan peristiwa agung ini menunjukkan bahwa 10 Muharram adalah hari ijabah dan pertolongan.

Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memperbanyak dzikir seperti tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu Akbar), dan tahlil (La ilaha illallah). Selain itu, perbanyaklah istighfar (memohon ampunan) untuk membersihkan diri dari segala dosa. Gunakan waktu-waktu utama, seperti saat berpuasa, sepertiga malam terakhir, atau di antara adzan dan iqamah, untuk memanjatkan doa-doa terbaik. Mintalah kebaikan dunia dan akhirat, ampunan bagi diri sendiri, orang tua, dan seluruh kaum muslimin.

5. Menjaga Silaturahmi

Menyambung tali silaturahmi adalah perintah agama yang memiliki banyak keutamaan, di antaranya melapangkan rezeki dan memanjangkan umur. Menjadikan Hari Asyura sebagai momentum untuk memperkuat ikatan kekerabatan adalah sebuah perbuatan yang sangat terpuji. Ini bisa dilakukan dengan mengunjungi orang tua, saudara, atau kerabat lainnya. Jika jarak menjadi halangan, teknologi modern memungkinkan kita untuk tetap terhubung melalui telepon atau panggilan video.

Momen ini juga sangat tepat untuk berdamai dengan kerabat yang mungkin sedang berselisih. Memaafkan kesalahan dan memulai lembaran baru akan mendatangkan ketenangan hati dan keberkahan dari Allah. Silaturahmi pada hari yang berkah akan melipatgandakan pahala dan mempererat persatuan umat.

6. Amalan Lainnya yang Bersifat Umum

Selain amalan-amalan yang disebutkan di atas, terdapat beberapa praktik lain yang disebutkan dalam sebagian literatur, seperti mandi sunnah, memakai celak mata, memotong kuku, dan menjenguk orang sakit. Namun, penting untuk dicatat bahwa dasar hadis untuk amalan-amalan ini secara spesifik pada Hari Asyura sering kali sangat lemah (dhaif jiddan) bahkan palsu (maudhu').

Meskipun demikian, perbuatan-perbuatan tersebut pada dasarnya adalah hal yang baik dan dianjurkan dalam Islam secara umum. Menjaga kebersihan dengan mandi, berpenampilan baik, dan menjenguk orang sakit adalah akhlak mulia seorang muslim. Melakukannya pada Hari Asyura dengan niat untuk memperbanyak kebaikan secara umum adalah hal yang tidak dilarang, selama tidak meyakininya sebagai sebuah sunnah khusus yang terikat pada hari tersebut. Yang terbaik adalah fokus pada amalan-amalan yang memiliki dalil yang lebih kuat, seperti puasa, sedekah, dan doa.

Refleksi Historis dan Spiritual Hari Asyura

Hari Asyura bukan hanya tentang ritual ibadah, tetapi juga tentang mengambil pelajaran (ibrah) dari peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di dalamnya. Ini adalah hari kemenangan keimanan atas kekufuran, kesabaran atas kezaliman, dan pertolongan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang taat.

Kisah penyelamatan Nabi Musa AS dan Bani Israil mengajarkan kita tentang optimisme dan keyakinan penuh akan pertolongan Allah, bahkan di saat-saat paling genting. Ketika di hadapan mereka terbentang lautan dan di belakang mereka Firaun mengejar, keyakinan Nabi Musa tak goyah. Hasilnya, Allah menunjukkan kuasa-Nya yang tak terbatas.

Hari Asyura juga ditandai oleh sebuah peristiwa tragis dalam sejarah Islam, yaitu wafatnya cucu Rasulullah SAW, Sayyidina Husain bin Ali RA, di Karbala. Peristiwa ini menjadi pengingat abadi tentang perjuangan membela kebenaran, pengorbanan, dan bahaya perpecahan di kalangan umat. Bagi umat Islam, mengenang peristiwa ini adalah dengan mengambil pelajaran tentang pentingnya persatuan, keadilan, dan meneladani kesabaran serta keteguhan keluarga Nabi. Cara terbaik untuk menghormati perjuangan beliau adalah dengan menghidupkan sunnah kakeknya, Rasulullah SAW, bukan dengan ritual yang tidak ada tuntunannya.

Kesimpulan: Meraih Berkah di Hari Penuh Kemuliaan

Hari Asyura pada 10 Muharram adalah sebuah anugerah agung dari Allah SWT. Ia adalah lembaran sejarah yang dipenuhi dengan bukti kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya kepada para kekasih-Nya. Bagi kita sebagai umat akhir zaman, hari ini adalah kesempatan emas untuk menabung pahala, memohon ampunan, dan meningkatkan kualitas spiritual.

Amalan utama yang tidak boleh dilewatkan adalah puasa Asyura, yang lebih sempurna jika diiringi dengan puasa Tasu'a pada hari sebelumnya. Keutamaannya yang dapat menghapus dosa setahun silam adalah motivasi yang lebih dari cukup. Selain itu, mari hiasi hari istimewa ini dengan memperbanyak sedekah, melapangkan nafkah keluarga, menyantuni anak yatim, serta membasahi lisan dengan dzikir, doa, dan istighfar.

Jadikan 10 Muharram sebagai titik tolak untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih dekat dengan Allah. Semoga kita semua diberikan taufik dan hidayah untuk dapat mengisi Hari Asyura dengan amalan-amalan terbaik, sehingga kita dapat meraih keberkahan, ampunan, dan ridha-Nya.

🏠 Homepage