Hajar Aswad, atau Batu Hitam, adalah salah satu elemen paling sakral dalam Ka'bah di Masjidil Haram, Mekkah. Batu ini terletak di sudut tenggara Ka'bah, pada ketinggian sekitar 1,5 meter dari lantai tawaf. Keberadaannya bukan sekadar ornamen arsitektur, melainkan titik awal dan akhir dari setiap putaran tawaf, ritual mengelilingi Ka'bah yang merupakan inti dari ibadah Haji dan Umrah.
Secara harfiah, 'Hajar Aswad' berarti 'Batu Hitam'. Berdasarkan riwayat yang sahih, batu ini dipercaya berasal dari surga dan telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim AS membangun Ka'bah. Bagi umat Islam, menyentuh, mencium, atau sekadar memberi isyarat kepadanya (Istilam) adalah sunnah yang sangat dianjurkan ketika melakukan tawaf, selama memungkinkan tanpa menimbulkan kemudharatan atau desak-desakan.
Pertanyaan mengenai 'arah hajar aswad' sering kali merujuk pada bagaimana seharusnya seorang jamaah mendekati batu tersebut selama ritual tawaf. Tawaf dilakukan berlawanan arah jarum jam. Hajar Aswad berada di salah satu sudut Ka'bah. Ketika seorang jamaah memulai putarannya, mereka memulai dari sejajar dengan Hajar Aswad, dan setiap putaran harus berakhir ketika mereka melewati titik tersebut.
Secara spesifik, Hajar Aswad adalah titik permulaan yang ditandai dengan adanya batu hitam tersebut. Tidak ada arah spiritual khusus yang harus dihadapi selain mengikuti jalur tawaf yang melingkari Ka'bah. Fokus utama adalah mengikuti arus jamaah lain, menjaga jarak, dan memastikan tujuh putaran telah sempurna terselesaikan. Jika jamaah tidak dapat mencapai batu tersebut, mereka diperintahkan untuk melakukan Istilam dengan mengarahkan telapak tangan ke arah Hajar Aswad sambil mengucapkan takbir, tanpa menyentuhnya.
Keutamaan terbesar dari mendekati Hajar Aswad adalah mengikuti sunnah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau selalu mengusap, mencium, atau minimal memberi isyarat kepadanya saat tawaf. Tindakan ini dianggap sebagai upaya mendapatkan pahala dan keberkahan dari mengikuti jejak Nabi.
Riwayat menyebutkan bahwa Hajar Aswad memiliki kemampuan untuk menghapus dosa-dosa. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda bahwa menyentuh Hajar Aswad adalah seperti beriman kepada Allah dan membenarkan para nabi. Keberkahan ini bersifat spiritual; batu itu sendiri tidak memiliki kekuatan magis, melainkan kedekatan dengan Ka'bah dan ketaatan pada perintah syariatlah yang bernilai tinggi di sisi Allah SWT.
Namun, penting untuk ditekankan bahwa niat utama seorang Muslim bukanlah mengejar kontak fisik dengan batu tersebut dengan cara apa pun. Keselamatan dan ketertiban jamaah lain selalu didahulukan daripada kesempatan untuk menyentuh Hajar Aswad. Jika kerumunan sangat padat, melakukan isyarat dari kejauhan adalah cara yang paling bijaksana dan sesuai syariat untuk menghormati kewajiban tawaf tanpa menyebabkan kekacauan atau bahaya.
Dalam praktik ibadah, terdapat tiga tingkatan dalam menghormati Hajar Aswad selama tawaf:
Memahami batasan dan cara yang benar mengenai 'arah hajar aswad' dalam konteks tawaf memastikan bahwa seluruh rangkaian ibadah dilakukan dengan khusyuk, aman, dan sesuai dengan tuntunan agama, menjaga fokus utama ibadah yaitu pengabdian total kepada Allah SWT di rumah-Nya yang mulia.