Dalam ajaran Islam, kebersihan (thaharah) adalah bagian fundamental yang meliputi segala aspek kehidupan seorang Muslim, termasuk tata cara buang hajat di toilet atau tempat buang air. Tidak hanya berkaitan dengan kebersihan fisik, Islam juga mengatur adab (etika) yang harus dipatuhi, salah satunya adalah mengenai arah menghadap saat menggunakan toilet.
Memahami arah yang benar saat buang air besar maupun kecil adalah bentuk penghormatan terhadap ka’bah dan menjaga kesopanan di hadapan Allah SWT. Perbedaan pandangan mengenai masalah ini memang ada di antara mazhab-mazhab fikih, namun terdapat prinsip-prinsip umum yang disepakati berdasarkan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.
Ilustrasi: Prinsip Arah dalam Etika Toilet (Bukan representasi arah kiblat sebenarnya)
Larangan Menghadap Kiblat Saat Buang Hajat
Prinsip utama yang paling kuat dalam pembahasan ini bersumber dari hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, di mana Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila kalian mendatangi tempat buang hajat, janganlah kalian menghadap kiblat dan jangan membelakanginya, tetapi hadapkanlah ke arah timur atau barat." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini secara eksplisit melarang Muslim untuk menghadap (baik muka maupun punggung) ke arah Ka'bah (kiblat) saat melakukan istinja’ (membersihkan diri setelah buang hajat). Larangan ini berlaku saat seseorang berada di tanah lapang yang tidak memiliki penghalang (dinding).
Penerapan di Toilet Modern
Permasalahan muncul ketika konteks berubah dari padang pasir terbuka ke toilet modern dengan struktur bangunan yang tetap. Mayoritas ulama kontemporer sepakat bahwa larangan menghadap kiblat ini terutama berlaku di **tempat terbuka** di mana tidak ada penghalang.
Di dalam bangunan atau bilik toilet permanen yang tertutup, hukumnya menjadi lebih fleksibel karena adanya dinding pemisah. Beberapa poin penting terkait hal ini meliputi:
- Jika Bangunan Sudah Ada: Jika toilet dibangun menghadap kiblat, seorang Muslim diperbolehkan menggunakannya karena batasan (dinding) sudah menjadi penghalang. Upaya mencari tahu arah kiblat di dalam bilik seringkali dianggap memberatkan (ta’annuth) dan tidak diwajibkan selama berada di dalam bangunan.
- Jika Membangun Toilet Baru: Jika seseorang membangun fasilitas toilet sendiri, disunnahkan untuk merancang posisinya agar tidak menghadap langsung ke arah kiblat, sejalan dengan anjuran hadis.
- Posisi Duduk vs. Jongkok: Mayoritas ulama berpendapat bahwa larangan ini lebih ditekankan pada posisi jongkok (squatting) di mana alat kelamin lebih terbuka ke arah kiblat. Pada posisi duduk modern (kloset duduk), batasan ini dianggap lebih longgar karena posisi tubuh tidak sepenuhnya tegak lurus menghadap.
Adab Lain Terkait Toilet dalam Islam
Selain urusan arah, terdapat adab lain yang sangat ditekankan terkait memasuki dan menggunakan toilet:
- Membaca Doa: Dianjurkan membaca doa sebelum masuk toilet (memohon perlindungan dari setan laki-laki dan perempuan) dan doa setelah keluar.
- Menggunakan Kaki Kiri: Memasuki toilet hendaknya menggunakan kaki kiri, sementara kaki kanan digunakan saat keluar. Ini karena toilet dianggap sebagai tempat yang kurang mulia, sehingga didahulukan kaki kiri.
- Menghindari Zikir: Selama berada di dalam toilet, seorang Muslim dianjurkan untuk tidak berzikir (seperti membaca Al-Qur’an atau menyebut nama Allah dengan suara keras), kecuali doa yang memang spesifik untuk keluar masuk toilet.
- Menjaga Kebersihan: Menggunakan air (bukan hanya tisu) untuk membersihkan diri adalah kesempurnaan dari syariat Islam (istinja’).
Kesimpulan
Arah toilet menurut Islam adalah masalah yang menekankan penghormatan terhadap kiblat, terutama di tempat terbuka. Dalam konteks bangunan modern yang tertutup, fokus utama beralih pada menjaga kebersihan dan melaksanakan adab-adab umum buang hajat lainnya. Selama toilet dibangun dalam struktur tertutup, ketelitian berlebihan terhadap arah kiblat di dalam bilik seringkali dihindari demi kemudahan dan menghindari pemikiran yang memberatkan.
Prioritas tertinggi adalah menjaga kesucian diri (thaharah) dan mengikuti etika yang diajarkan Nabi Muhammad SAW agar setiap aktivitas, termasuk saat buang hajat, bernilai ibadah.