Dalam keindahan nama-nama Allah SWT yang disebut Asmaul Husna, terdapat makna-makna agung yang menjadi kunci untuk mengenal Pencipta alam semesta. Salah satu nama yang penuh misteri sekaligus penegasan akan keesaan Allah adalah As-Shamad.
Asmaul Husna yang berarti As-Shamad (الصَّمَدُ) secara etimologi berasal dari akar kata yang menyiratkan kemuliaan, kepaduan, dan keteguhan. Namun, dalam konteks nama-nama Allah, makna yang paling sering dirujuk adalah:
Imam Al-Qurthubi dan Ibnu Jarir Ath-Thabari menegaskan bahwa makna yang paling kuat dari As-Shamad adalah Dia yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, sementara Dia tidak bergantung kepada seorang pun.
Jika kita merenungkan kehidupan sehari-hari, kita menyadari betapa rapuhnya eksistensi kita. Kita membutuhkan udara untuk bernapas, makanan untuk energi, air untuk bertahan hidup, dan rahmat-Nya untuk setiap detik kehidupan. Semua makhluk hidup, mulai dari atom terkecil hingga bintang terbesar, tunduk pada hukum dan kehendak Sang Pencipta.
Ketika kita mengucapkan "Ya Shamad," kita sedang menegaskan bahwa semua hajat kita—bahkan hajat yang kita sendiri tidak sadari—telah tercukupi oleh Allah. Kebutuhan kita terhadap makanan akan selesai ketika Allah menciptakan tanaman; kebutuhan kita akan perlindungan akan selesai ketika Allah menetapkan hukum fisika dan memberi kita kemampuan untuk membangun tempat tinggal. Dialah tempat bergantung segala kebutuhan itu terpenuhi.
Sifat As-Shamad juga erat kaitannya dengan Al-Ghaniy (Yang Maha Kaya). Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan (sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Ikhlas). Jika ada yang membutuhkan pertolongan, maka itu adalah kita, bukan Dia. Kesempurnaan-Nya adalah mutlak. Dia tidak memiliki kekurangan yang perlu diisi, tidak memiliki kelemahan yang perlu disokong.
Kontras dengan makhluk-Nya yang selalu berusaha memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, Allah hadir dalam keadaan sempurna tanpa perlu pemenuhan dari luar diri-Nya.
Mengetahui dan meyakini bahwa Allah adalah As-Shamad membawa ketenangan luar biasa bagi seorang hamba. Ketika menghadapi musibah, kesulitan ekonomi, atau kegagalan, seorang mukmin yang memahami sifat ini akan bersandar penuh kepada Allah. Mengapa harus cemas berlebihan jika tujuan akhir dan sumber pemenuhan segala kebutuhan ada pada zat yang Maha Kuat dan Maha Sempurna?
Iman kepada As-Shamad mendorong kita untuk lebih banyak berdoa dan meminta. Karena Dialah satu-satunya tempat yang pasti tidak akan pernah menolak permintaan yang baik, sebab Dia tidak pernah kekurangan untuk memberikan.
Mengimani As-Shamad bukan sekadar menghafal arti, melainkan mengubah cara pandang kita terhadap kehidupan:
Oleh karena itu, As-Shamad adalah pilar utama dalam Tauhid Rububiyyah (keesaan Allah dalam pengaturan alam semesta). Dengan merenungi nama ini, seorang Muslim diingatkan untuk selalu mengarahkan segala harap dan kebutuhan hidupnya hanya kepada Allah SWT.