Dalam deretan 99 nama terindah Allah Subhanahu wa Ta'ala, terdapat nama agung yang membawa makna pengharapan dan kepasrahan penuh, yaitu **As Samad**. Nama ini menempati posisi yang mulia, yaitu Asmaul Husna yang ke-26. Memahami As Samad adalah memahami hakikat bahwa segala sesuatu di alam semesta ini bergantung kepada-Nya, sementara Dia Maha Mandiri, tidak membutuhkan apapun dari ciptaan-Nya.
Asmaul Husna ke-26:
ٱلصَّمَدُ
As Samad
Secara etimologis, kata "Ash-Shamad" berasal dari akar kata yang mengandung makna kekosongan atau ketidakmampuan makhluk untuk mencapai kesempurnaan-Nya. Namun, dalam konteks Asmaul Husna, makna yang paling kuat dan mendalam adalah:
Imam Al-Qurthubi dan Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna "Ash-Shamad" adalah Yang Maha Dikehendaki oleh setiap jiwa ketika menghadapi kesulitan, dan Dialah Yang telah menetapkan segala sesuatu dengan ketetapan-Nya.
Keagungan nama As Samad disebutkan secara eksplisit dalam Surat Al-Ikhlas, yang merupakan inti tauhid, di mana Allah SWT menyatakan kemandirian dan keesaan-Nya:
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌ
Artinya: "Katakanlah: 'Dialah Allah, Yang Maha Esa, Allah tempat bergantung segala sesuatu (As Samad), (Dia) tidak beranak dan tiada pula dilahirkan, dan tidak ada seorang pun yang menyamai Dia.'" (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
Ayat kedua dari surat ini secara langsung menegaskan status Allah sebagai Ash-Shamad. Frasa "Allahus Shamad" ini sekaligus membantah anggapan bahwa Tuhan memiliki kebutuhan atau bahwa Dia dapat dijamah oleh keterbatasan makhluk.
Merenungkan nama As Samad memberikan beberapa pelajaran penting bagi seorang mukmin:
Pertama, Ketergantungan Total. Karena Allah adalah Al-Mabud (Yang Maha Dibutuhkan), maka dalam setiap langkah hidup, seorang Muslim harus mengarahkan harapannya hanya kepada-Nya. Tidak ada sumber rezeki, pertolongan, atau ketenangan batin yang hakiki selain dari Allah. Rasa takut dan harap yang terbagi kepada selain-Nya akan mengurangi keindahan tauhid.
Kedua, Rasa Syukur atas Kemandirian Ilahi. Karena Allah adalah As-Shamad (Maha Mandiri), maka kita menyadari bahwa kesempurnaan-Nya tidak pernah ternoda oleh kekurangan kita. Inilah yang melahirkan rasa aman, sebab Pemilik alam semesta ini tidak akan pernah goyah atau kehilangan kekuasaannya karena tindakan makhluk-Nya.
Ketiga, Menghindari Keterikatan Duniawi. Jika kita memahami bahwa hanya Allah yang Maha Dibutuhkan, maka kita akan berusaha mengurangi ketergantungan hati kita pada harta, jabatan, atau manusia. Semua itu adalah ciptaan yang juga membutuhkan Allah, sehingga tidak layak menjadi tempat bersandar utama.
Nama "As Samad" mengajarkan kita untuk memposisikan Allah sebagai Pusat Segala Kebutuhan (Tujuan Akhir) dan sekaligus sebagai Sumber Kemandirian Mutlak. Ketika kita meyakini bahwa Allah adalah As Samad, hati kita akan menjadi tenang, karena kita bersandar pada Zat yang tidak pernah lelah, tidak pernah kurang, dan senantiasa memenuhi segala kebutuhan tanpa pernah berkurang sedikitpun dari kemuliaan-Nya.