Asas-Asas Kewarisan Islam: Keadilan dan Keteraturan dalam Pembagian Harta

Ilustrasi simbolis pembagian warisan dalam Islam Ahli Waris Harta Pembagian

Kewarisan dalam Islam bukan sekadar proses pemindahan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Lebih dari itu, ia merupakan sistem yang terstruktur dan berkeadilan, yang dirancang untuk menjaga ketertiban sosial, menghormati hak individu, dan memenuhi nilai-nilai moral serta spiritual. Ajaran Islam mengenai waris, yang dikenal sebagai ilmu faraid, memiliki asas-asas fundamental yang menjadi pedoman dalam setiap pembagian harta pusaka. Memahami asas-asas ini penting bagi setiap Muslim untuk memastikan bahwa hak setiap pihak terpenuhi sesuai syariat.

Tujuan Utama Sistem Kewarisan Islam

Sistem kewarisan Islam memiliki beberapa tujuan utama yang mendasarinya:

Asas-Asas Fundamental Kewarisan Islam

Ilmu faraid dibangun di atas beberapa asas pokok yang harus dipahami. Asas-asas ini mengatur siapa saja yang berhak menerima warisan, bagaimana mereka berhak menerimanya, dan dalam kondisi apa.

1. Adanya Kematian

Asas paling mendasar dari kewarisan adalah terjadinya kematian. Harta warisan baru dapat dibagikan setelah pewaris (orang yang meninggal dunia) benar-benar dinyatakan meninggal. Kematian ini bisa dipastikan secara hukum (misalnya ada akta kematian) atau secara syar'i (misalnya karena dinyatakan hilang dalam waktu yang lama dan kemungkinan hidupnya kecil).

2. Adanya Ahli Waris (Waratsah)

Agar harta dapat diwariskan, harus ada pihak yang berhak menerimanya, yaitu ahli waris. Hubungan antara pewaris dan ahli waris haruslah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Hubungan tersebut biasanya didasarkan pada tiga sebab utama:

3. Adanya Harta yang Ditinggalkan (Tirkah)

Agar kewarisan bisa terjadi, tentu harus ada harta yang ditinggalkan oleh pewaris. Harta ini meliputi segala aset yang dimiliki oleh orang yang meninggal, baik berupa benda bergerak (uang tunai, perhiasan, kendaraan) maupun benda tidak bergerak (tanah, bangunan). Namun, sebelum harta tersebut dibagikan, ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi terlebih dahulu, sesuai urutan prioritas:

Setelah semua kewajiban tersebut terpenuhi, barulah sisa harta yang disebut tirkah dapat dibagikan kepada ahli waris.

4. Tidak Adanya Penghalang Waris

Tidak semua orang yang memiliki hubungan nasab atau perkawinan dengan pewaris otomatis berhak menerima warisan. Ada beberapa hal yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapatkan warisan, yang dikenal sebagai mahjub (terhalang). Penghalang waris yang paling umum adalah:

Memahami asas-asas kewarisan Islam ini adalah langkah awal untuk mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ilmu faraid, pembagian harta pusaka dapat dilakukan dengan adil, tertib, dan sesuai dengan tuntunan agama, sehingga membawa keberkahan bagi keluarga dan masyarakat.

🏠 Homepage