Perkawinan dalam Islam bukan sekadar ikatan lahiriah antara pria dan wanita, melainkan sebuah syariat suci yang memiliki tujuan mulia. Tujuan utamanya adalah untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, yang merupakan cerminan dari rahmat Allah SWT di bumi. Untuk mencapai tujuan luhur ini, Islam menetapkan serangkaian asas-asas fundamental yang harus dipahami dan dijalankan oleh setiap pasangan. Memahami asas-asas ini akan menjadi kompas moral dan spiritual dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Salah satu asas terpenting adalah memandang perkawinan sebagai ibadah. Rasulullah SAW bersabda, "Nikah itu adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia bukan dari golongan ku." (HR. Bukhari & Muslim). Kalimat ini menegaskan bahwa menikah adalah perintah dan jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Dengan niat ibadah, setiap langkah dalam pernikahan, mulai dari persiapan, pelaksanaan akad, hingga dinamika rumah tangga, akan bernilai pahala di sisi Allah. Hal ini akan memotivasi pasangan untuk senantiasa menjaga dan memperbaiki diri demi ridha-Nya, bukan semata-mata demi kepuasan duniawi.
Asas kedua yang krusial adalah adanya kerelaan dari kedua belah pihak, baik mempelai pria maupun wanita. Pernikahan yang sah dalam Islam mensyaratkan adanya ijab dan kabul yang diucapkan oleh wali mempelai wanita dan diterima oleh mempelai pria. Proses ini harus dilakukan tanpa paksaan sedikit pun. Jika salah satu pihak dipaksa, maka akad nikahnya tidak sah. Kerelaan ini mencerminkan prinsip kebebasan memilih dan menghargai hak individu dalam mengambil keputusan penting seumur hidup.
Syariat Islam menetapkan adanya dua orang saksi laki-laki yang adil (berakal sehat, baligh, dan memiliki pemahaman agama yang baik) dalam pelaksanaan akad nikah. Kehadiran saksi ini berfungsi untuk menguatkan dan mensahkan pernikahan, serta mencegah terjadinya penipuan atau pengingkaran di kemudian hari. Saksi menjadi bukti nyata bahwa telah terjadi ikatan suci yang disaksikan oleh umat.
Mahar atau maskawin adalah pemberian dari mempelai pria kepada mempelai wanita. Pemberian ini bukan semata-mata bentuk transaksi, melainkan simbol penghargaan, penghormatan, dan tanggung jawab suami terhadap istrinya. Mahar wajib diberikan dan menjadi hak penuh mempelai wanita. Besaran dan jenis mahar disesuaikan dengan kemampuan suami dan kesepakatan kedua belah pihak, namun yang terpenting adalah niat tulus di baliknya.
Dalam Islam, pernikahan haruslah antara laki-laki dan perempuan yang jelas identitasnya dan tidak termasuk dalam golongan yang haram dinikahi (mahram). Pernikahan yang dilandasi ketidakjelasan identitas atau melibatkan hubungan terlarang dapat menimbulkan masalah nasab (keturunan) yang kompleks, yang sangat dijaga dalam ajaran Islam. Jelasnya nasab menjadi dasar penting bagi hak dan kewajiban dalam keluarga dan masyarakat.
Salah satu tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah untuk menjaga kesucian diri, kehormatan, dan terhindar dari perbuatan zina. Allah SWT berfirman, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendiri di antaramu..." (QS. An-Nur: 32). Pernikahan memberikan wadah yang sah dan diridhai Allah untuk memenuhi fitrah manusia dalam hal cinta dan keturunan, sekaligus menjadi benteng pertahanan moral dari godaan maksiat.
Pernikahan menuntut adanya tanggung jawab dan kewajiban yang diemban oleh masing-masing pihak. Suami memiliki kewajiban menafkahi, melindungi, serta berlaku adil terhadap istri dan anak-anaknya. Sementara istri berkewajiban menjaga diri, rumah tangga, dan kehormatan suami. Hubungan ini bersifat simbiosis mutualisme yang saling melengkapi dan membangun. Keberhasilan rumah tangga sangat bergantung pada pelaksanaan tanggung jawab ini dengan ikhlas.
Inti dari sebuah pernikahan ideal dalam Islam adalah terwujudnya suasana sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta kasih), dan rahmah (kasih sayang). Ini bukan hanya impian, melainkan target yang harus diupayakan bersama. Ketenangan dalam rumah tangga dicapai melalui saling pengertian, kesabaran, dan komunikasi yang baik. Cinta kasih dipupuk melalui perhatian dan penghargaan. Kasih sayang hadir dari rasa kepedulian dan pengorbanan.
Memahami dan mengamalkan asas-asas perkawinan dalam Islam merupakan investasi jangka panjang bagi kebahagiaan dunia dan akhirat. Fondasi yang kuat akan mampu menopang kokohnya bangunan rumah tangga dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan.