Dalam kerangka hukum suatu negara, keterpaduan dan keselarasan antar berbagai peraturan perundang-undangan adalah pilar fundamental yang menopang stabilitas dan kepastian hukum. Di Indonesia, konsep ini diwujudkan melalui sebuah prinsip penting yang dikenal sebagai Asas Concordantie atau Asas Keterpaduan. Asas ini menekankan pentingnya menciptakan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara peraturan perundang-undangan yang berlaku, mulai dari undang-undang dasar hingga peraturan pelaksana di tingkat terendah.
Secara harfiah, "concordantie" berasal dari bahasa Latin yang berarti "kesesuaian" atau "keselarasan". Dalam konteks hukum, Asas Concordantie mengamanatkan bahwa setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat harus memiliki keterkaitan, tidak bertentangan, dan saling mendukung satu sama lain. Hal ini berarti bahwa sebuah peraturan baru tidak boleh menciptakan disharmoni dengan peraturan yang lebih tinggi kedudukannya maupun dengan peraturan lain yang setingkat.
Prinsip ini sangat krusial mengingat kompleksitas sistem hukum di Indonesia yang mengenal hierarki peraturan perundang-undangan. Mulai dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) sebagai hukum tertinggi, undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, hingga peraturan daerah. Asas Concordantie memastikan bahwa setiap lapisan peraturan tersebut terjalin dalam sebuah kesatuan yang utuh dan koheren.
Penerapan Asas Concordantie memiliki beberapa tujuan utama yang sangat vital bagi penyelenggaraan negara dan penegakan hukum:
Dalam proses legislasi dan pembentukan peraturan, Asas Concordantie mengharuskan para pembuat kebijakan untuk melakukan kajian mendalam. Sebelum sebuah peraturan baru disusun, harus dipastikan bahwa rancangan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan lain yang relevan. Proses harmonisasi antar kementerian/lembaga, serta konsultasi publik, menjadi mekanisme penting untuk memastikan keselarasan ini.
Apabila terdapat norma atau ketentuan dalam suatu peraturan yang dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka norma tersebut dapat dinyatakan batal atau tidak sah. Mekanisme pengujian peraturan, baik secara formil maupun materiil, oleh lembaga seperti Mahkamah Agung (untuk peraturan di bawah undang-undang) dan Mahkamah Konstitusi (untuk undang-undang dan UUD), merupakan bentuk pengawasan untuk menjaga prinsip keterpaduan ini.
Sebagai negara hukum, Indonesia mengadopsi berbagai asas yang fundamental dalam pembentukan dan penegakan hukum. Asas Concordantie adalah salah satu dari asas-asas penting tersebut, yang seringkali tidak disadari keberadaannya namun memiliki dampak yang sangat signifikan. Asas ini bukan hanya sekadar teori, melainkan prinsip praktis yang harus senantiasa dijaga dan diimplementasikan oleh seluruh pembuat kebijakan dan aparatur penegak hukum.
Pentingnya Asas Concordantie semakin relevan di era globalisasi dan dinamika sosial yang cepat berubah. Tantangan untuk terus menciptakan peraturan yang selaras, responsif, dan efektif dalam menghadapi perubahan zaman memerlukan komitmen kuat terhadap prinsip keterpaduan ini. Dengan demikian, sistem hukum Indonesia dapat terus berfungsi sebagai alat yang ampuh untuk mewujudkan cita-cita negara, yaitu keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana asas ini bekerja, penting untuk meninjau peraturan perundang-undangan yang relevan, seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali. Dokumen-dokumen hukum tersebut seringkali memuat prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi penyusunan dan pelaksanaan peraturan di Indonesia.