Hukum perdata Islam merupakan bagian integral dari sistem hukum Islam yang mengatur hubungan antarindividu dalam masyarakat, khususnya terkait hak dan kewajiban perdata. Berbeda dengan hukum perdata konvensional yang seringkali berakar pada tradisi hukum Barat, hukum perdata Islam memiliki kekhasan tersendiri yang bersumber langsung dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Pemahaman mendalam terhadap asas-asas hukum perdata Islam sangat penting untuk menjamin tegaknya keadilan, kedamaian, dan kemaslahatan umat.
Asas utama yang mendasari seluruh ajaran Islam, termasuk hukum perdata, adalah prinsip keadilan atau al-adl. Dalam konteks hukum perdata, keadilan diwujudkan melalui pemberian hak kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya, larangan berbuat zalim, dan penegakan keseimbangan dalam setiap muamalah (transaksi atau interaksi). Keadilan dalam hukum perdata Islam bukan sekadar kesamaan formal, melainkan keadilan substantif yang memperhatikan keadaan dan kebutuhan pihak-pihak yang terlibat.
Hal ini tercermin dalam berbagai ketentuan, misalnya dalam aturan mengenai waris, di mana pembagian harta pusaka dilakukan berdasarkan prinsip keadilan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an. Demikian pula dalam akad-akad seperti jual beli, sewa-menyewa, dan perkawinan, prinsip keadilan menuntut agar tidak ada pihak yang dirugikan secara tidak wajar.
Dalam hukum perdata Islam, asas kebebasan berkontrak atau ikhtiyar diakui, namun dengan batasan-batasan syar'i. Artinya, individu memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian atau akad sesuai dengan kehendaknya, selama perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam dan tidak mengandung unsur yang dilarang, seperti penipuan (gharar), riba, dan perjudian.
Kebebasan berkontrak ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas ekonomi dan sosial yang produktif. Namun, kebebasan ini tidak absolut. Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan individu dan masyarakat secara keseluruhan, mencegah eksploitasi, dan menjaga stabilitas sosial.
Setiap ketentuan hukum perdata Islam selalu berorientasi pada terwujudnya kemaslahatan umum atau maslahah ammah. Artinya, hukum dibuat dan ditegakkan tidak hanya untuk melindungi kepentingan individu, tetapi juga untuk menjaga dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Asas ini menjadi pertimbangan penting dalam penetapan norma-norma hukum perdata, seperti hukum keluarga, hukum waris, dan hukum perikatan.
"Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akadmu..." (QS. Al-Ma'idah: 1) Ayat ini menekankan pentingnya menepati janji dan akad, yang merupakan manifestasi dari asas kepastian hukum dan keadilan dalam muamalah.
Hukum perdata Islam juga mengedepankan asas ketentraman (sakinah) dan keteraturan (tartib) dalam kehidupan masyarakat. Ini berarti bahwa hukum perdata bertujuan untuk menciptakan suasana yang harmonis, damai, dan teratur di antara anggota masyarakat. Asas ini sangat terlihat dalam pengaturan hukum keluarga, yang menekankan pentingnya keharmonisan dalam rumah tangga dan perlindungan terhadap anggota keluarga, terutama anak-anak dan perempuan.
Dalam hubungan suami istri, misalnya, hukum perdata Islam mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tujuan menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Demikian pula dalam hal pengasuhan anak dan perlindungan terhadap kaum lemah, semuanya diarahkan untuk mewujudkan ketentraman dan keteraturan sosial.
Salah satu kaidah fikih yang sangat fundamental dalam hukum perdata Islam adalah kaidah la dharar wa la dhirar, yang berarti "tidak boleh memudaratkan diri sendiri dan tidak boleh memudaratkan orang lain." Asas ini menjadi panduan utama dalam setiap tindakan hukum perdata. Seseorang tidak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dapat merugikan dirinya sendiri secara berlebihan, apalagi merugikan orang lain.
Penerapan asas ini mencakup berbagai aspek, mulai dari larangan melakukan akad yang merugikan, hingga larangan menahan hak orang lain atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan. Asas ini mendorong terciptanya lingkungan yang saling menghargai, adil, dan bertanggung jawab.
Asas-asas hukum perdata Islam yang meliputi keadilan, kebebasan berkontrak yang terkendali, kepentingan umum, ketentraman, keteraturan, dan larangan merugikan, merupakan pilar-pilar fundamental yang menopang sistem hukum perdata dalam Islam. Prinsip-prinsip ini tidak hanya bertujuan untuk mengatur transaksi dan hubungan antarindividu, tetapi juga untuk membangun masyarakat yang adil, harmonis, dan sejahtera. Dengan memahami dan menerapkan asas-asas ini, diharapkan tercipta kehidupan yang lebih baik, penuh keberkahan, dan sesuai dengan tuntunan syariat.