Ilustrasi visual sederhana yang melambangkan keesaan dan kesatuan Ilahi.
Dalam lautan ajaran Islam, terdapat satu pilar fundamental yang menjadi fondasi segala keyakinan dan amal perbuatan, yaitu asas ketauhidan. Ketauhidan, yang berasal dari kata dasar 'wahid' (satu), adalah konsep mengesakan Allah SWT. Ini bukan sekadar pengakuan semata, melainkan pemahaman mendalam yang menjiwai setiap aspek kehidupan seorang Muslim. Inti dari ketauhidan adalah keyakinan bahwa hanya Allah SWT yang layak disembah, dipatuhi, dan menjadi satu-satunya tujuan akhir dari segala ikhtiar.
Asas ketauhidan memiliki dimensi yang sangat luas, mencakup tiga aspek utama:
Ini adalah pengakuan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Pencipta, Pengatur, dan Pemelihara alam semesta beserta segala isinya. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, dan mematikan. Pemahaman ini menumbuhkan rasa ketergantungan total kepada Sang Pencipta dan menghilangkan keraguan serta ketergantungan kepada selain-Nya. Seorang Muslim yang memahami Tauhid Rububiyah akan senantiasa berserah diri kepada takdir Allah, karena meyakini bahwa setiap peristiwa yang terjadi adalah atas kehendak-Nya yang penuh hikmah.
Aspek ini menekankan bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah. Segala bentuk ibadah, baik yang lahir maupun batin, harus ditujukan semata-mata kepada-Nya. Ini mencakup salat, puasa, zakat, haji, berdoa, bernazar, memohon pertolongan, rasa takut, cinta, dan segala bentuk penghambaan lainnya. Menyekutukan Allah dalam ibadah (syirik) adalah dosa terbesar yang tidak akan diampuni jika pelakunya meninggal dunia tanpa bertaubat. Ketauhidan Uluhiyah memurnikan niat dan tujuan seorang hamba, agar seluruh aktivitasnya menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah.
Ini adalah keyakinan terhadap nama-nama (asma') dan sifat-sifat (shifat) Allah SWT sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, tanpa mengubah makna, menolak, menyerupakan, atau membahas hakikatnya. Kita meyakini bahwa Allah memiliki sifat Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Bijaksana, dan seterusnya, sesuai dengan apa yang telah Dia firmankan. Pemahaman ini memperkuat keimanan kepada keagungan Allah dan melahirkan rasa kagum serta takjub terhadap kesempurnaan-Nya.
Mengamalkan asas ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari membawa dampak positif yang signifikan. Pertama, ia memberikan ketenangan jiwa dan kedamaian batin. Ketika seseorang meyakini bahwa hanya Allah yang menguasai segala urusan, ia akan lebih mudah menerima cobaan dan ujian hidup dengan lapang dada. Ketergantungan kepada manusia atau materi duniawi akan berkurang drastis, digantikan oleh ketergantungan total kepada Allah.
Kedua, ketauhidan mendorong seseorang untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kemaksiatan. Kesadaran bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah menjadi motivasi kuat untuk selalu berbuat jujur, adil, dan bertakwa. Ketakutan kepada Allah dan harapan akan rahmat-Nya menjadi pengontrol diri yang paling efektif.
Ketiga, ketauhidan membangun kemandirian dan harga diri. Seorang Muslim yang bertauhid tidak akan tunduk kepada selain Allah, tidak mudah terpengaruh oleh bujukan duniawi yang menyesatkan, dan memiliki pendirian yang kokoh berdasarkan ajaran agama. Ia merasa terhormat karena menjadi hamba Allah yang Maha Agung.
Asas ketauhidan adalah inti dari seluruh ajaran Islam. Ia bukan sekadar konsep teoretis, melainkan prinsip hidup yang harus diinternalisasi dan diamalkan dalam setiap detik kehidupan. Dengan menguatkan pemahaman dan penerapan ketauhidan, seorang Muslim akan senantiasa berada di jalan yang lurus, meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta menjadi hamba yang sejati bagi Allah SWT. Ia adalah cahaya yang menerangi jalan, penyejuk hati, dan sumber kekuatan dalam menghadapi segala lika-liku kehidupan.