Simbol negara yang menunjukkan identitas dan akar.
Kewarganegaraan merupakan sebuah konsep fundamental dalam bernegara yang mendefinisikan hubungan hukum antara individu dengan suatu negara. Hubungan ini memberikan hak dan kewajiban timbal balik. Di Indonesia, asas-asas penentuan kewarganegaraan telah diatur secara jelas dalam undang-undang, yang pada intinya berlandaskan pada asas ius sanguinis (hak kewarganegaraan berdasarkan keturunan) dan asas ius soli (hak kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran). Namun, dalam penerapannya, aspek krusial yang tidak boleh diabaikan adalah prinsip kebenaran substantif.
Asas ius sanguinis berarti seseorang akan memperoleh kewarganegaraan dari orang tuanya. Jika ayah atau ibu adalah warga negara Indonesia, maka anaknya secara otomatis akan diakui sebagai warga negara Indonesia, terlepas dari di mana ia dilahirkan. Asas ini menekankan pada garis keturunan dan ikatan darah sebagai penentu utama kewarganegaraan. Indonesia mengadopsi asas ini secara luas karena dianggap dapat memperkuat ikatan identitas dan budaya antarwarga negara.
Sementara itu, asas ius soli menentukan kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran. Seseorang yang lahir di wilayah suatu negara dianggap menjadi warga negara negara tersebut. Di Indonesia, penerapan asas ius soli memiliki batasan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, misalnya, mengutamakan asas ius sanguinis. Namun, asas ius soli tetap diakui dalam kondisi tertentu, terutama bagi anak yang lahir dari orang tua yang tidak diketahui status kewarganegaraannya atau di wilayah negara yang menganut asas ius soli terbatas. Ada juga asas ius soli flexibel yang memungkinkan anak lahir di Indonesia bisa mendapatkan kewarganegaraan jika orang tuanya tidak memiliki kewarganegaraan atau jika ada perjanjian khusus.
Dalam setiap proses yang berkaitan dengan status kewarganegaraan, baik itu permohonan pewarganegaraan, pemulihan, maupun penetapan, prinsip kebenaran substantif memegang peranan sentral. Kebenaran substantif bukan sekadar kebenaran formal semata, melainkan kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya. Artinya, setiap dokumen dan pernyataan yang diajukan dalam proses pengurusan kewarganegaraan harus mencerminkan fakta yang sebenarnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pemerintah dan lembaga yang berwenang tidak boleh hanya berpuas diri dengan kelengkapan berkas secara formal. Mereka wajib melakukan verifikasi mendalam untuk memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan adalah benar. Misalnya, dalam kasus pewarganegaraan, pemohon harus benar-benar memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang, seperti telah tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu, memiliki pemahaman tentang hukum Indonesia dan Pancasila, serta tidak melakukan pelanggaran hukum.
Prinsip kebenaran substantif berfungsi sebagai benteng pertahanan terhadap potensi penyalahgunaan dan manipulasi data. Tanpa penegakan prinsip ini, dimungkinkan adanya individu yang secara tidak sah memperoleh status kewarganegaraan, yang pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas sosial, keamanan negara, dan tatanan hukum. Hal ini juga dapat menimbulkan ketidakadilan bagi mereka yang telah memenuhi semua persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerapan asas kewarganegaraan yang tepat, ditambah dengan penekanan kuat pada kebenaran substantif, menciptakan landasan yang kokoh bagi perlindungan hak-hak warga negara dan kedaulatan negara. Ini memastikan bahwa hanya individu yang memenuhi kriteria hukum yang ditetapkan yang diakui sebagai warga negara, sekaligus menjamin bahwa hak-hak mereka sebagai warga negara dilindungi secara adil.
Tantangan dalam penerapan prinsip ini tentu ada. Dibutuhkan sistem administrasi kependudukan yang kuat, sumber daya manusia yang kompeten, serta prosedur verifikasi yang cermat dan teliti. Kerja sama antarlembaga pemerintah, seperti imigrasi, catatan sipil, dan kepolisian, juga sangat penting untuk meminimalisir celah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan pemalsuan data.
Pada akhirnya, penegakan asas kewarganegaraan dan prinsip kebenaran substantif bukan hanya sekadar urusan administrasi, melainkan sebuah keniscayaan untuk menjaga integritas bangsa, keadilan sosial, dan ketahanan negara. Dengan demikian, setiap individu yang menyandang status sebagai warga negara Indonesia dapat benar-benar merasakan hak dan kewajibannya yang dilindungi oleh negara, serta berkontribusi secara nyata bagi kemajuan bangsa dan negara.