Simbol tanah air yang dilindungi oleh negara.
Dalam ranah hukum agraria, sebuah prinsip fundamental yang menjadi tulang punggung pengelolaan sumber daya tanah adalah asas nasionalitas. Asas ini bukan sekadar konsep teoretis, melainkan sebuah pilar strategis yang bertujuan untuk menjamin bahwa kekayaan alam berupa tanah, air, dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, serta hak-hak atasnya, tetap berada di bawah kendali dan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Penting untuk dipahami bahwa asas ini berakar kuat pada konstitusi negara dan berbagai peraturan perundang-undangan agraria yang berlaku.
Pada intinya, asas nasionalitas menekankan bahwa penguasaan dan pengelolaan tanah di Indonesia harus senantiasa berorientasi pada kepentingan nasional. Ini berarti bahwa setiap kebijakan, peraturan, dan tindakan yang berkaitan dengan agraria haruslah mengutamakan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, kelestarian lingkungan, dan kedaulatan negara. Asas ini secara tegas membatasi atau bahkan melarang kepemilikan tanah oleh pihak asing yang dapat mengancam kepentingan nasional. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya dominasi ekonomi atau politik oleh kekuatan luar melalui penguasaan aset-aset vital seperti tanah.
Signifikansinya sangatlah krusial, terutama dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia yang masih berupaya keras membangun dan menjaga kemandirian ekonominya. Tanah adalah sumber daya yang terbatas namun esensial bagi berbagai sektor kehidupan, mulai dari pertanian, perkebunan, kehutanan, pertambangan, hingga pemukiman dan pengembangan infrastruktur. Dengan menerapkan asas nasionalitas, negara dapat memastikan bahwa aset-aset strategis ini dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk keuntungan segelintir pihak atau asing semata.
Konsep asas nasionalitas terwujud nyata dalam berbagai ketentuan hukum agraria di Indonesia. Salah satu implementasi paling mendasar adalah mengenai pembatasan hak atas tanah bagi warga negara asing. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 telah menetapkan prinsip bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki hak atas tanah secara penuh. Warga negara asing dan badan hukum asing memiliki keterbatasan dalam hal penguasaan tanah, dan umumnya hanya diperbolehkan memiliki hak pakai atau hak sewa dalam jangka waktu tertentu dan dengan syarat-syarat yang ketat.
Lebih lanjut, asas nasionalitas juga tercermin dalam pengaturan mengenai kepemilikan tanah oleh badan hukum. Badan hukum yang dapat memegang hak atas tanah haruslah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Ini memastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi dan menguasai tanah di Indonesia tunduk pada hukum nasional dan bertanggung jawab kepada negara serta masyarakat Indonesia.
Selain itu, asas nasionalitas juga mendorong prinsip pemerataan penguasaan tanah. Negara berupaya agar tidak terjadi konsentrasi kepemilikan tanah pada segelintir orang atau badan, yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi. Melalui kebijakan redistribusi tanah, program reforma agraria, dan pembatasan luas maksimum kepemilikan tanah, negara berusaha mewujudkan distribusi penguasaan tanah yang lebih adil dan merata.
Meskipun asas nasionalitas telah menjadi landasan hukum agraria Indonesia, implementasinya di lapangan tidak lepas dari berbagai tantangan. Globalisasi dan arus investasi asing yang semakin deras seringkali menimbulkan tekanan untuk melonggarkan regulasi kepemilikan tanah. Di sisi lain, adanya celah hukum atau praktik korupsi juga dapat disalahgunakan untuk mengabaikan prinsip-prinsip asas nasionalitas.
Oleh karena itu, penguatan asas nasionalitas memerlukan upaya berkelanjutan. Ini mencakup:
Asas nasionalitas dalam hukum agraria adalah instrumen vital untuk menjaga kedaulatan dan kemakmuran bangsa. Penguatan dan implementasi yang konsisten dari asas ini akan memastikan bahwa tanah air Indonesia dikelola secara bertanggung jawab demi kesejahteraan generasi kini dan mendatang.