Dalam setiap sistem peradilan yang bertujuan menegakkan keadilan, terdapat prinsip-prinsip fundamental yang menjadi landasan operasionalnya. Salah satu prinsip terpenting yang menentukan cara sebuah perkara disidangkan dan keputusan diambil adalah asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan. Asas ini memastikan bahwa proses peradilan dilakukan secara transparan, adil, dan memberikan kesempatan yang setara bagi semua pihak yang terlibat untuk menyajikan argumen serta membuktikan klaim mereka. Memahami kedua elemen ini, yakni 'langsung' dan 'lisan', sangat krusial untuk mengapresiasi bagaimana keadilan dapat dicapai di ruang sidang.
Asas pemeriksaan langsung mengandung makna bahwa hakim yang memeriksa suatu perkara haruslah hakim yang sama yang nantinya akan memutus perkara tersebut. Ini berarti, dari awal persidangan hingga putusan akhir, majelis hakim yang menangani kasus tersebut tetap utuh. Prinsip ini sangat vital karena beberapa alasan mendasar.
Pertama, keutuhan majelis hakim menjamin bahwa hakim memiliki pemahaman yang mendalam dan utuh mengenai seluruh jalannya persidangan. Hakim yang mengikuti setiap tahapan, mulai dari pembacaan dakwaan, pemeriksaan saksi, ahli, terdakwa, hingga pembuktian dokumen, akan memiliki gambaran yang komprehensif. Pemahaman ini tidak hanya sebatas fakta-fakta yang terungkap, tetapi juga mencakup nuansa, nada suara, ekspresi, dan interaksi antarpihak yang seringkali tidak dapat sepenuhnya ditangkap melalui dokumen tertulis saja.
Kedua, asas ini mencegah terjadinya penilaian yang parsial atau terdistorsi. Jika hakim yang memutus berbeda dengan hakim yang memeriksa di awal, ada risiko informasi penting yang terlewat atau ditafsirkan secara berbeda oleh hakim yang baru. Hal ini dapat mengarah pada putusan yang tidak akurat, karena dasar pertimbangan hakim tidak lagi sepenuhnya berdasarkan pengamatan langsungnya terhadap seluruh bukti dan argumen.
Ketiga, asas pemeriksaan langsung meningkatkan akuntabilitas hakim. Ketika hakim terlibat dari awal hingga akhir, mereka secara inheren bertanggung jawab atas jalannya persidangan dan kualitas putusan yang dihasilkan. Ini mendorong hakim untuk bersikap lebih cermat, adil, dan objektif dalam setiap tindakan dan pengambilan keputusannya.
Dalam praktiknya, asas ini berarti bahwa perpindahan hakim dalam suatu perkara, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak dan diatur oleh hukum (seperti sakit permanen atau meninggal dunia), harus dihindari. Jika terjadi pergantian hakim, maka pemeriksaan perkara harus diulang kembali dari awal untuk memastikan asas langsung ini tetap terpenuhi.
Selanjutnya, asas pemeriksaan lisan menekankan bahwa pembuktian dan penyajian argumen dalam persidangan harus dilakukan secara langsung di hadapan hakim dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Ini berarti, keterangan saksi, pendapat ahli, pengakuan terdakwa, dan dokumen-dokumen yang menjadi alat bukti, harus diperiksa dan dibacakan secara lisan di muka sidang.
Asas lisan ini memiliki implikasi yang sangat luas. Pertama, ia menjamin prinsip audi et alteram partem (dengarkan kedua belah pihak). Dengan pemeriksaan lisan, semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk mendengar secara langsung kesaksian dari pihak lain, mengajukan pertanyaan klarifikasi, dan menyanggah argumen yang diajukan. Ini adalah jantung dari peradilan yang adil.
Kedua, evidensi yang diperoleh secara langsung cenderung lebih otentik dan dapat diuji kebenarannya. Hakim dapat mengamati perilaku saksi atau ahli saat memberikan keterangan, menilai kredibilitas mereka berdasarkan cara mereka berbicara, dan mengajukan pertanyaan yang dapat menggali lebih dalam kebenaran. Keterangan yang disampaikan secara tertulis dan hanya dibacakan tanpa adanya interaksi langsung mungkin kehilangan banyak konteks dan nuansa penting.
Ketiga, asas ini mempercepat proses peradilan dalam beberapa hal. Meskipun tampak paradoks, persidangan lisan yang efektif dapat mencegah penundaan yang lebih panjang yang mungkin timbul akibat ketidakjelasan atau ketidaksepakatan mengenai dokumen tertulis. Dialog langsung memungkinkan penyelesaian cepat atas isu-isu yang muncul.
Contoh nyata dari asas ini adalah bagaimana saksi dihadirkan ke persidangan untuk memberikan keterangan di bawah sumpah, bukan hanya menyerahkan pernyataan tertulis. Begitu pula, dokumen-dokumen penting diperlihatkan dan dibahas secara terbuka di depan sidang.
Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan merupakan pilar utama dalam sistem peradilan modern. Keduanya saling melengkapi untuk menciptakan proses yang berkeadilan, transparan, dan akuntabel. Tanpa asas ini, risiko terjadinya kesalahan peradilan, ketidakadilan, atau pelanggaran hak asasi manusia akan meningkat secara signifikan.
Dalam era digital saat ini, tantangan mungkin muncul dalam menjaga integritas asas ini, terutama dengan potensi penggunaan teknologi dalam persidangan. Namun, semangat dasar dari kedua asas ini harus tetap dijaga: bahwa hakim harus secara pribadi dan langsung menyaksikan serta mendengar semua elemen penting dalam sebuah perkara sebelum menjatuhkan putusan. Hal ini memastikan bahwa keadilan bukan hanya sekadar formalitas, melainkan sebuah proses yang substansial dan berakar pada pengamatan serta dialog yang jujur di ruang sidang.