Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) bukan sekadar perguruan pencak silat biasa. Di balik gerakan jurus dan latihan fisik yang keras, PSHT memiliki seperangkat asas yang menjadi pondasi utama dalam membentuk karakter setiap anggotanya. Asas-asas ini bukan hanya panduan dalam berlatih, tetapi juga prinsip hidup yang ditanamkan untuk menciptakan insan yang berbudi luhur, bertanggung jawab, dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan sesama manusia. Memahami asas PSHT berarti memahami esensi dari menjadi seorang Pendekar Sejati yang memiliki ketangguhan fisik sekaligus kebaikan hati.
Asas pertama dan paling fundamental dalam PSHT adalah keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap anggota diajarkan untuk senantiasa mengingat dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Ini bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan sebuah keyakinan mendalam yang menjadi sumber kekuatan moral dan spiritual. Dengan keimanan yang kuat, seorang pendekar PSHT diharapkan mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu, memiliki prinsip yang teguh, dan selalu berbuat kebaikan tanpa pamrih. Ketakwaan menjadi kompas moral yang membimbing setiap langkah, memastikan bahwa ilmu bela diri yang dimiliki digunakan untuk kebaikan, bukan untuk kesombongan atau kejahatan.
PSHT menekankan pentingnya persaudaraan yang erat dan tulus di antara seluruh anggotanya, tanpa memandang suku, agama, ras, maupun status sosial. Konsep "sedulur" atau saudara dalam PSHT melampaui ikatan darah. Ini adalah ikatan batin yang dibangun atas dasar saling menghormati, menyayangi, dan menjaga. Dalam wadah persaudaraan ini, setiap anggota merasa memiliki keluarga besar yang selalu siap mendukung dan melindungi. Nilai ini tercermin dalam berbagai kegiatan, mulai dari latihan bersama, bakti sosial, hingga saling memberikan semangat dalam menghadapi kesulitan. Persaudaraan PSHT adalah kekuatan kolektif yang lahir dari hati yang tulus.
Asas ini mengajarkan pentingnya menghargai dan mengikuti ajaran yang telah diwariskan oleh para pendahulu, khususnya ajaran dari Ki Ngabehi Soeromihardjo (Pendiri PSHT) dan guru-guru yang membimbing. Ketaatan bukan berarti kepatuhan buta, melainkan pemahaman yang mendalam terhadap filosofi di balik setiap ajaran, serta kemauan untuk mengamalkannya dengan benar. Menghormati guru adalah bentuk penghargaan terhadap ilmu dan pengorbanan mereka dalam mendidik. Ketaatan pada ajaran memastikan bahwa PSHT tetap memegang teguh nilai-nilai luhurnya dan tidak menyimpang dari jalan kebaikan.
PSHT dikenal dengan latihan fisik yang disiplin dan keras, yang bertujuan untuk membangun ketangguhan raga. Namun, ketangguhan fisik ini tidak berdiri sendiri. Ia dibarengi dengan pembentukan mental yang kuat. Seorang pendekar PSHT diajarkan untuk tidak mudah menyerah, memiliki daya juang tinggi, serta mampu menghadapi tantangan hidup dengan lapang dada. Keterampilan bela diri yang diasah menjadi sarana untuk membela diri dan orang lain yang lemah, bukan untuk gagah-gagahan atau menindas. Kombinasi antara fisik yang prima dan mental yang kokoh menjadikan anggota PSHT pribadi yang siap menghadapi berbagai kondisi.
Inti dari seluruh asas PSHT adalah pembentukan budi pekerti yang luhur. Ilmu bela diri yang hebat tidak akan berarti apa-apa jika tidak diimbangi dengan akhlak yang mulia. Anggota PSHT diharapkan mampu bersikap rendah hati, sopan santun, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, serta berperilaku adil dan jujur. Budi pekerti luhur inilah yang membedakan seorang pendekar PSHT dari preman atau sekadar jagoan. Ia adalah insan yang memiliki ilmu untuk menjaga, bukan untuk merusak, dan memiliki hati untuk melayani, bukan untuk dilayani. Asas ini adalah puncak dari pembentukan karakter yang utuh.
Memahami dan mengamalkan asas-asas PSHT secara konsisten adalah kunci untuk menjadi seorang Pendekar Setia Hati Terate yang sesungguhnya. Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen, disiplin, dan ketulusan hati. Melalui pondasi asas-asas inilah PSHT terus berusaha mencetak generasi muda yang tidak hanya terampil dalam bela diri, tetapi juga memiliki kualitas diri yang tinggi, siap berkontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa.