Simbol fondasi hukum perdata.
Hukum perdata, sebagai bagian fundamental dari sistem hukum di Indonesia, mengatur hubungan antar individu dalam masyarakat. Ia mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari perkawinan, waris, kepemilikan barang, hingga perjanjian. Memahami asas-asas dasar hukum perdata bukan hanya penting bagi para profesional hukum, tetapi juga bagi setiap warga negara agar dapat menjalani kehidupan bermasyarakat dengan tertib dan sadar akan hak serta kewajibannya. Artikel ini akan mengupas beberapa asas penting dalam hukum perdata yang perlu diketahui.
Salah satu asas yang paling menonjol dalam hukum perdata adalah kebebasan berkontrak. Asas ini memberikan keleluasaan kepada para pihak untuk membuat perjanjian, menentukan isi perjanjian, serta memilih dengan siapa mereka ingin mengadakan perjanjian. Selama tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum, setiap perjanjian yang dibuat secara sah akan mengikat para pihak seperti undang-undang. Kebebasan ini memastikan bahwa individu memiliki otonomi dalam mengatur urusan pribadinya dan berinteraksi secara ekonomis.
Namun, penting untuk diingat bahwa kebebasan ini tidak absolut. Ada batasan-batasan yang harus dipatuhi. Misalnya, perjanjian yang isinya melanggar hukum pidana atau melanggar norma-norma kesusilaan yang berlaku di masyarakat tentu saja tidak sah. Kebebasan berkontrak bertujuan untuk mendorong kemajuan ekonomi dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara dinamis, namun tetap dalam koridor hukum yang berlaku.
Asas konsensualisme menyatakan bahwa suatu perjanjian pada umumnya lahir sejak detik tercapainya kata sepakat (konsensus) antara kedua belah pihak mengenai pokok-pokok perjanjian tersebut. Artinya, kesepakatan inilah yang menjadi dasar sahnya sebuah perjanjian, tanpa memerlukan formalitas tertentu, kecuali undang-undang secara tegas mensyaratkannya. Misalnya, dalam jual beli, perjanjian jual beli barang baru sah ketika penjual dan pembeli sudah sepakat mengenai barang dan harganya. Perjanjian ini sudah mengikat, meskipun barang belum diserahkan atau uang belum dibayar.
Meskipun demikian, tidak semua perjanjian bersifat konsensual. Ada beberapa jenis perjanjian yang oleh undang-undang mensyaratkan bentuk tertentu agar sah, seperti perjanjian hibah tanah yang harus dilakukan dengan akta notaris. Namun, secara umum, prinsip konsensualisme tetap menjadi landasan utama dalam pembentukan perjanjian.
Asas ini seringkali diartikan sebagai "perjanjian mengikat seperti undang-undang". Inti dari asas pacta sunt servanda adalah bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah harus ditaati dan dilaksanakan oleh para pihak yang membuatnya. Para pihak tidak dapat menarik diri dari kewajiban yang telah mereka sepakati begitu saja, kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh hukum, seperti keadaan memaksa (force majeure) atau kesepakatan baru dari para pihak.
Asas ini memberikan kepastian hukum dan kepercayaan dalam hubungan hukum. Tanpa asas ini, perjanjian tidak akan memiliki kekuatan mengikat dan dapat menimbulkan ketidakpastian serta kerugian bagi pihak yang telah memenuhi prestasinya. Keberadaan asas ini sangat krusial untuk menjaga stabilitas dan kelancaran transaksi dalam masyarakat.
Asas itikad baik mengharuskan para pihak dalam suatu hubungan hukum perdata untuk bertindak jujur, terbuka, dan tidak melakukan manipulasi atau penipuan. Itikad baik harus ada sejak dimulainya perjanjian hingga berakhirnya hubungan hukum tersebut. Ini berarti bahwa para pihak harus melaksanakan kewajibannya sesuai dengan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh para pihak, bukan sekadar mengikuti bunyi kata-kata perjanjian secara harfiah.
Penerapan asas itikad baik dapat dilihat dalam berbagai situasi. Misalnya, dalam negosiasi, para pihak tidak boleh menyembunyikan informasi penting yang dapat mempengaruhi keputusan pihak lain. Dalam pelaksanaan kontrak, kedua belah pihak harus berusaha untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing dengan cara yang adil dan wajar. Asas ini menjaga keseimbangan dan keadilan dalam hubungan hukum perdata.
Asas kepribadian, atau sering disebut juga asas personalitas, menyatakan bahwa hukum perdata berlaku bagi setiap warga negara. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki kapasitas hukum untuk melakukan perbuatan hukum, baik sebagai subjek hukum (memiliki hak dan kewajiban) maupun sebagai objek hukum (dapat dikenai hak dan kewajiban). Setiap individu secara inheren memiliki hak-hak hukum yang dilindungi oleh negara.
Asas ini juga berkaitan dengan hak-hak dasar individu yang tidak dapat dicabut, seperti hak untuk hidup, hak atas kebebasan, dan hak milik. Hukum perdata memastikan bahwa hak-hak ini dihormati dan dilindungi, serta memberikan mekanisme penyelesaian jika terjadi pelanggaran. Dengan demikian, asas kepribadian menegaskan martabat dan kedudukan setiap individu dalam kerangka hukum.
Memahami berbagai asas hukum perdata ini memberikan kerangka berpikir yang kokoh dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Ia bukan sekadar aturan teknis, melainkan cerminan dari nilai-nilai keadilan, kepastian, dan kebebasan yang dijunjung tinggi dalam sebuah sistem hukum. Dengan pengetahuan ini, kita dapat berinteraksi dengan lebih percaya diri dan bertanggung jawab.