Memahami Asesmen Nasional Secara Mendalam
Pengantar: Sebuah Paradigma Baru dalam Evaluasi Pendidikan
Dalam lanskap pendidikan Indonesia, telah terjadi sebuah pergeseran fundamental terkait cara kita mengukur dan mengevaluasi kualitas sistem pembelajaran. Istilah "Asesmen Nasional" kini menjadi pusat perhatian, menggantikan kerangka evaluasi yang telah lama dikenal. Namun, pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah: asesmen nasional adalah apa sebenarnya? Apakah ini sekadar nama baru untuk ujian akhir, atau sebuah konsep yang sama sekali berbeda dengan tujuan yang lebih luas? Memahami esensi dari Asesmen Nasional merupakan langkah krusial bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan, mulai dari siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, hingga pembuat kebijakan.
Asesmen Nasional (AN) bukanlah sekadar evaluasi individual siswa di akhir jenjang pendidikan. Sebaliknya, ia dirancang sebagai sebuah sistem evaluasi yang komprehensif untuk memetakan mutu pendidikan di seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Fokusnya tidak lagi pada kelulusan individu, melainkan pada perbaikan kualitas belajar-mengajar dan iklim sekolah secara menyeluruh. Ini adalah sebuah lompatan dari evaluasi yang bersifat assessment of learning (penilaian hasil belajar) menjadi assessment for learning (penilaian untuk perbaikan pembelajaran) dan assessment as learning (penilaian sebagai bagian dari proses pembelajaran itu sendiri). Dengan kata lain, AN adalah sebuah cermin yang diberikan kepada setiap sekolah dan pemerintah daerah untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang ada, sehingga langkah-langkah perbaikan yang tepat sasaran dapat dirancang dan diimplementasikan.
Definisi dan Tujuan Utama Asesmen Nasional
Secara definitif, asesmen nasional adalah program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memotret input, proses, dan output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan. Hasil dari Asesmen Nasional diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat dan kaya untuk memandu sekolah dan pemerintah daerah dalam merencanakan perbaikan kualitas pendidikan yang berbasis data.
Tujuan utama diselenggarakannya Asesmen Nasional dapat dijabarkan ke dalam beberapa poin penting:
- Memetakan Mutu Sistem Pendidikan: AN tidak bertujuan untuk menghakimi atau memberi peringkat pada sekolah, melainkan untuk menyediakan peta mutu yang detail. Peta ini mencakup kompetensi literasi dan numerasi siswa, kualitas proses pembelajaran, serta iklim keamanan dan inklusivitas di lingkungan sekolah.
- Memberikan Umpan Balik untuk Perbaikan: Hasil AN, yang disajikan dalam bentuk Rapor Pendidikan, berfungsi sebagai umpan balik (feedback) yang konstruktif. Sekolah dapat menggunakan data ini untuk melakukan refleksi diri, mengidentifikasi akar masalah, dan menyusun program perbaikan yang relevan dengan kebutuhannya.
- Mendorong Pengembangan Karakter Siswa: Selain aspek kognitif, AN juga menaruh perhatian besar pada pengembangan karakter. Melalui Survei Karakter, AN berupaya memotret perkembangan profil Pelajar Pancasila pada diri siswa.
- Menciptakan Ekosistem Belajar yang Positif: Survei Lingkungan Belajar dalam AN mengumpulkan informasi mengenai faktor-faktor pendukung kualitas pembelajaran, seperti praktik pengajaran guru, kepemimpinan kepala sekolah, dan iklim sosial di sekolah. Tujuannya adalah mendorong terciptanya ekosistem yang kondusif bagi semua warga sekolah.
Asesmen Nasional dirancang bukan untuk menentukan kelulusan seorang siswa. Hasilnya digunakan sebagai dasar untuk evaluasi diri dan perencanaan perbaikan pembelajaran oleh sekolah dan dinas pendidikan.
Tiga Instrumen Kunci dalam Asesmen Nasional
Untuk mencapai tujuannya yang komprehensif, Asesmen Nasional tidak hanya mengandalkan satu jenis tes. Ia terdiri dari tiga instrumen utama yang saling melengkapi, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
AKM adalah bagian dari Asesmen Nasional yang mengukur kompetensi mendasar atau esensial yang diperlukan oleh semua siswa untuk dapat belajar sepanjang hayat dan berkontribusi secara produktif di masyarakat. Kompetensi ini tidak terikat pada konten mata pelajaran tertentu, melainkan bersifat lintas disiplin. AKM berfokus pada dua kompetensi utama:
a. Literasi Membaca
Literasi membaca dalam konteks AKM didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensi, serta berpartisipasi aktif di masyarakat. Ini jauh lebih dari sekadar kemampuan membaca secara teknis. Aspek-aspek yang diukur dalam literasi membaca meliputi:
- Konten Teks: Siswa dihadapkan pada dua jenis teks utama, yaitu teks informasi (berisi fakta, data, dan pengetahuan nonfiksi) dan teks fiksi (cerita, narasi, dan karya sastra). Keragaman teks ini memastikan siswa mampu bernalar dengan berbagai format informasi.
- Proses Kognitif: Kemampuan siswa diuji pada tiga level proses berpikir:
- Menemukan Informasi: Kemampuan untuk mencari, mengakses, dan menemukan informasi spesifik yang tersurat dalam teks.
- Menginterpretasi dan Mengintegrasikan: Kemampuan untuk memahami makna tersirat, membuat inferensi, serta menghubungkan dan membandingkan informasi antar bagian teks atau antar teks yang berbeda.
- Mengevaluasi dan Merefleksi: Kemampuan untuk menilai kredibilitas dan kualitas teks, serta merefleksikan isi teks dengan pengetahuan atau pengalaman pribadi untuk membentuk opini.
b. Numerasi
Numerasi adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari dalam berbagai konteks yang relevan bagi individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia. Sama seperti literasi, numerasi melampaui penguasaan rumus matematika semata. Aspek-aspek yang diukur dalam numerasi meliputi:
- Konten Matematika: Konten yang diukur dikelompokkan ke dalam beberapa domain, seperti Bilangan, Pengukuran dan Geometri, Data dan Ketidakpastian, serta Aljabar. Konten ini dipilih berdasarkan relevansinya dengan kehidupan nyata.
- Proses Kognitif: Kemampuan numerasi siswa diukur pada tiga level proses berpikir:
- Pemahaman (Knowing): Kemampuan untuk mengingat dan memahami konsep, fakta, dan prosedur matematika dasar.
- Penerapan (Applying): Kemampuan untuk menerapkan konsep dan prosedur matematika dalam situasi nyata yang familier atau semi-familier.
- Penalaran (Reasoning): Kemampuan untuk bernalar secara logis, menganalisis data, menarik kesimpulan, serta memecahkan masalah kompleks yang membutuhkan pemikiran tingkat tinggi.
Penting untuk ditekankan bahwa AKM menggunakan model tes adaptif (Multi-Stage Adaptive Testing), di mana tingkat kesulitan soal akan menyesuaikan dengan kemampuan siswa yang menjawab. Ini membuat pengukuran menjadi lebih presisi dan efisien.
2. Survei Karakter
Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan secara akademis, tetapi juga untuk membentuk karakter yang mulia. Inilah peran dari Survei Karakter. Instrumen ini dirancang untuk mengukur sikap, nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter pelajar sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Survei ini tidak memiliki jawaban benar atau salah, melainkan memotret kecenderungan karakter siswa.
Enam dimensi utama dari Profil Pelajar Pancasila yang diukur adalah:
- Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia: Mencakup akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara.
- Berkebinekaan Global: Kemampuan untuk mengenal dan menghargai budaya lain, berkomunikasi secara interkultural, serta merefleksikan dan bertanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan.
- Bergotong Royong: Kemampuan untuk berkolaborasi, bekerja sama, dan peduli terhadap sesama untuk mencapai tujuan bersama.
- Mandiri: Memiliki kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi, serta mampu meregulasi diri sendiri dalam mencapai tujuan.
- Bernalar Kritis: Kemampuan untuk memperoleh dan memproses informasi secara objektif, menganalisis, mengevaluasi, merefleksikan, dan mengambil keputusan yang tepat.
- Kreatif: Kemampuan untuk menghasilkan gagasan yang orisinal, serta karya dan tindakan yang inovatif.
3. Survei Lingkungan Belajar
Kualitas hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka belajar. Survei Lingkungan Belajar bertujuan untuk memotret kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di satuan pendidikan. Survei ini diisi oleh seluruh kepala sekolah, guru, dan sampel siswa yang terpilih. Informasi yang dikumpulkan mencakup:
- Kualitas Pembelajaran: Praktik pengajaran guru, manajemen kelas, dan dukungan afektif yang diberikan kepada siswa.
- Kepemimpinan Kepala Sekolah: Visi dan misi sekolah, serta dukungan kepala sekolah terhadap guru dan staf.
- Iklim Keamanan Sekolah: Persepsi warga sekolah mengenai keamanan fisik dan psikologis, termasuk isu perundungan (bullying), kekerasan seksual, dan intoleransi.
- Iklim Inklusivitas: Bagaimana sekolah mengakomodasi keragaman siswa, baik dari latar belakang sosial-ekonomi, agama, maupun kebutuhan khusus.
- Dukungan Orang Tua dan Masyarakat: Tingkat keterlibatan orang tua dan kemitraan sekolah dengan masyarakat sekitar.
Data dari ketiga instrumen ini kemudian diolah dan dianalisis untuk menghasilkan gambaran yang utuh tentang kondisi sebuah satuan pendidikan.
Perbedaan Mendasar dengan Ujian Nasional (UN)
Banyak yang masih menganggap Asesmen Nasional adalah bentuk lain dari Ujian Nasional. Anggapan ini keliru. Terdapat perbedaan yang sangat fundamental antara keduanya, baik dari segi tujuan, subjek, maupun implikasinya.
Tujuan Penyelenggaraan
- Ujian Nasional: Bertujuan untuk mengukur capaian akademik individu siswa sebagai salah satu syarat kelulusan dan untuk seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sifatnya high-stakes bagi siswa.
- Asesmen Nasional: Bertujuan untuk mengevaluasi dan memetakan mutu sistem pendidikan secara keseluruhan. Hasilnya tidak berdampak pada kelulusan individu siswa. Sifatnya low-stakes bagi siswa.
Peserta Asesmen
- Ujian Nasional: Diikuti oleh seluruh siswa di akhir jenjang pendidikan (kelas 9 dan kelas 12).
- Asesmen Nasional: Diikuti oleh sampel siswa yang dipilih secara acak di tengah jenjang (kelas 5, 8, dan 11). Pemilihan jenjang tengah bertujuan agar hasil asesmen dapat menjadi umpan balik bagi sekolah untuk melakukan perbaikan sebelum siswa tersebut lulus. Selain siswa, guru dan kepala sekolah juga menjadi responden dalam Survei Lingkungan Belajar.
Materi yang Diujikan
- Ujian Nasional: Mengukur penguasaan siswa terhadap konten mata pelajaran spesifik yang diajarkan di kurikulum, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA/IPS.
- Asesmen Nasional: Mengukur kompetensi fundamental dan lintas disiplin (literasi dan numerasi) serta karakter dan kualitas lingkungan belajar. Tidak terkait langsung dengan satu mata pelajaran saja.
Bentuk Laporan Hasil
- Ujian Nasional: Hasilnya berupa nilai atau skor individual yang tertera pada ijazah atau sertifikat hasil ujian.
- Asesmen Nasional: Hasilnya berupa laporan agregat untuk tingkat sekolah, daerah, dan nasional yang disebut Rapor Pendidikan. Laporan ini tidak memuat skor individu siswa.
Manfaat dan Tindak Lanjut Hasil Asesmen Nasional
Lalu, untuk apa semua data yang dikumpulkan melalui Asesmen Nasional ini? Hasil AN tidak berhenti sebagai tumpukan laporan, melainkan menjadi fondasi bagi siklus perbaikan berkelanjutan yang dikenal sebagai Perencanaan Berbasis Data (PBD).
Bagi Satuan Pendidikan (Sekolah)
Bagi sekolah, Rapor Pendidikan adalah alat diagnostik yang sangat berharga. Kepala sekolah dan guru dapat:
- Melakukan Refleksi Diri: Mengidentifikasi area mana yang sudah baik (kekuatan) dan area mana yang masih memerlukan perbaikan (kelemahan). Misalnya, hasil AKM literasi mungkin menunjukkan bahwa siswa sudah baik dalam menemukan informasi, tetapi masih lemah dalam mengevaluasi teks.
- Menganalisis Akar Masalah: Dengan membandingkan data AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar, sekolah dapat mencari tahu mengapa suatu masalah terjadi. Skor numerasi yang rendah mungkin berkorelasi dengan data Survei Lingkungan Belajar yang menunjukkan praktik pengajaran guru yang masih monoton.
- Menyusun Rencana Perbaikan: Berdasarkan analisis, sekolah dapat menyusun program atau kegiatan yang spesifik, terukur, dan relevan untuk mengatasi masalah tersebut. Contohnya, mengadakan pelatihan bagi guru tentang metode pembelajaran numerasi yang kontekstual dan menyenangkan.
Bagi Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan)
Dinas Pendidikan dapat menggunakan agregat data Rapor Pendidikan di wilayahnya untuk:
- Memetakan Kesenjangan Kualitas: Mengidentifikasi sekolah-sekolah mana yang paling membutuhkan dukungan dan intervensi.
- Mengalokasikan Sumber Daya Secara Efektif: Mengarahkan anggaran, program pelatihan, dan pendampingan ke sekolah-sekolah yang paling membutuhkan berdasarkan data, bukan asumsi.
- Merumuskan Kebijakan Lokal: Membuat kebijakan pendidikan di tingkat daerah yang lebih relevan dan berbasis bukti.
Bagi Pemerintah Pusat (Kemendikbudristek)
Di tingkat nasional, hasil Asesmen Nasional menjadi input penting untuk:
- Mengevaluasi Kebijakan Nasional: Menilai efektivitas program-program pendidikan yang telah diluncurkan.
- Mengembangkan Program Baru: Merancang intervensi dan kebijakan baru yang sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan.
- Memantau Kemajuan Pendidikan Nasional: Melacak perkembangan mutu pendidikan dari waktu ke waktu secara objektif.
Kesimpulan: Asesmen Nasional sebagai Katalisator Transformasi
Sebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa asesmen nasional adalah sebuah transformasi besar dalam cara pandang evaluasi pendidikan di Indonesia. Ia beralih dari sekadar mengukur dan menghakimi individu menjadi sebuah mekanisme untuk memahami, merefleksikan, dan memperbaiki sistem secara kolektif. Dengan tiga instrumen utamanya—AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar—Asesmen Nasional memberikan potret yang jauh lebih holistik dan kaya tentang apa yang sesungguhnya terjadi di dalam ruang-ruang kelas dan lingkungan sekolah.
Asesmen Nasional bukanlah tujuan akhir, melainkan titik awal. Titik awal bagi para guru untuk merefleksikan praktik mengajarnya, bagi kepala sekolah untuk memimpin perubahan berbasis data, dan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran. Pada akhirnya, keberhasilan Asesmen Nasional tidak diukur dari angka-angka yang dihasilkannya, tetapi dari sejauh mana data tersebut mampu menginspirasi dan menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan untuk terus berbenah demi menciptakan pengalaman belajar yang lebih berkualitas, inklusif, dan bermakna bagi setiap anak Indonesia.