Dalam dunia kimia organik, identifikasi gugus fungsi adalah langkah fundamental dalam karakterisasi senyawa. Salah satu pengujian kualitatif yang paling terkenal dan historis untuk membedakan antara aldehida dan keton adalah melalui penggunaan reagen Tollens. Meskipun sering disebut sebagai "Reagen Tollens," pengujian ini secara spesifik melibatkan ion perak diammina dalam larutan basa, bukan aseton secara langsung sebagai reagen utama. Namun, dalam konteks laboratorium, istilah 'aseton' mungkin muncul karena aseton sering digunakan sebagai pelarut pembersih atau dalam prosedur persiapan sampel. Fokus utama dari pengujian ini adalah kemampuan ion perak teroksidasi (Ag+) untuk direduksi menjadi perak logam (Ag⁰) oleh aldehida, menghasilkan endapan cermin perak yang khas.
Reaksi Tollens adalah demonstrasi klasik dari sifat reduktor aldehida. Aldehida memiliki hidrogen yang terikat pada karbon karbonil (C=O), yang relatif mudah dioksidasi menjadi asam karboksilat. Sebaliknya, keton tidak memiliki hidrogen alfa yang rentan terhadap oksidasi dalam kondisi yang relatif ringan seperti yang digunakan dalam uji Tollens. Oleh karena itu, kemampuan suatu senyawa untuk menghasilkan cermin perak menjadi penentu kuat bahwa senyawa tersebut adalah sebuah aldehida. Pengujian ini merupakan alat diagnostik yang penting, terutama sebelum era spektroskopi modern, dan masih relevan untuk pembelajaran dasar kimia analitik.
Pembentukan cermin perak adalah inti dari uji Tollens. Reagen Tollens disiapkan dengan menambahkan larutan amonia encer (NH₃) secara hati-hati ke dalam larutan perak nitrat (AgNO₃) hingga endapan perak oksida (Ag₂O) yang semula terbentuk larut kembali. Zat yang terbentuk adalah ion diammina perak(I), $[\text{Ag}(\text{NH}_3)_2]^+$, yang merupakan zat pengoksidasi aktif dalam medium basa.
Ketika aldehida ditambahkan ke dalam larutan ini dan dipanaskan sedikit, aldehida bertindak sebagai agen pereduksi. Karbon pada gugus karbonil aldehida dioksidasi menjadi asam karboksilat, dan pada saat yang sama, ion perak $[\text{Ag}(\text{NH}_3)_2]^+$ direduksi menjadi logam perak elementer ($\text{Ag}$).
Reaksi keseluruhan yang disederhanakan adalah: $$\text{RCHO} + 2[\text{Ag}(\text{NH}_3)_2]^+ + 3\text{OH}^- \rightarrow \text{RCOO}^- + 2\text{Ag} \downarrow + 4\text{NH}_3 + 2\text{H}_2\text{O}$$
Logam perak yang dihasilkan tidak larut dalam larutan dan cenderung menempel pada dinding bagian dalam tabung reaksi atau wadah pengujian, membentuk lapisan reflektif tipis—inilah yang disebut "cermin perak." Kehadiran cermin perak menandakan hasil positif untuk gugus aldehida.
Keton, seperti propanon (aseton) atau butanon, memiliki gugus karbonil ($\text{C}=\text{O}$) di mana karbon karbonil terikat pada dua gugus alkil atau aril. Keton tidak memiliki atom hidrogen yang terikat langsung pada atom karbon karbonil. Oksidasi keton memerlukan kondisi oksidasi yang jauh lebih kuat (misalnya, oksidasi pemecahan ikatan karbon-karbon), yang berada di luar jangkauan reagen Tollens. Oleh karena itu, ketika keton diuji, tidak terjadi reduksi ion perak, dan larutan tetap jernih atau menunjukkan sedikit perubahan warna, yang diklasifikasikan sebagai hasil negatif. Perbedaan ini adalah alasan utama mengapa uji Tollens (atau sejenisnya seperti uji Fehling/Benedict) sangat berharga dalam analisis kualitatif.
Meskipun aseton adalah keton sederhana dan paling dikenal, ia tidak akan bereaksi positif dengan reagen Tollens. Keton hanya dapat bereaksi dalam kondisi yang sangat ekstrem, atau melalui reaksi samping yang tidak diinginkan, seperti reaksi haloform jika ada gugus metil di sebelah gugus karbonil, tetapi ini bukan oksidasi langsung yang menghasilkan cermin perak.
Meskipun merupakan uji yang kuat, reagen Tollens memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, larutan reagen Tollens tidak stabil. Larutan yang mengandung ion perak dan amonia dapat membentuk senyawa perak nitrida ($\text{Ag}_3\text{N}$) yang sangat eksplosif jika dibiarkan terlalu lama atau jika disimpan dalam kondisi terkonsentrasi. Oleh karena itu, reagen Tollens harus selalu disiapkan segar sesaat sebelum digunakan, dan sisa reagen harus segera dinetralkan (biasanya dengan menambahkan asam encer seperti $\text{HCl}$ untuk memecah kompleks amina) sebelum dibuang.
Selain itu, beberapa gugus fungsi lain yang sensitif terhadap oksidasi, seperti beberapa alkohol primer (yang dapat teroksidasi menjadi aldehida terlebih dahulu), terkadang dapat memberikan hasil positif palsu jika kondisi reaksi tidak dikontrol dengan ketat. Namun, dalam kondisi standar, uji cermin perak tetap menjadi standar emas untuk mengonfirmasi keberadaan gugus aldehida sederhana dalam sampel organik.