Menguak Rahasia Buah Bidara: Si Kembaran Apel dari Timur Tengah

Ilustrasi visualisasi buah bidara yang sering disalahpahami mirip apel.

Buah bidara, atau yang dikenal secara ilmiah sebagai Ziziphus mauritiana atau Ziziphus jujuba (jujube), adalah salah satu buah kuno yang menyimpan kekayaan nutrisi dan sejarah panjang. Meskipun bentuknya sering digambarkan menyerupai apel kecil yang ranum, khasiatnya jauh melampaui sekadar kemiripan fisik. Buah ini telah menjadi bagian integral dari pengobatan tradisional di berbagai belahan dunia, terutama Asia dan Timur Tengah, selama ribuan tahun.

Perbedaan dan Kemiripan dengan Apel

Saat pertama kali melihat buah bidara yang matang, orang awam sering kali mengira itu adalah varietas apel liar atau apel mini. Kedua buah ini memang memiliki struktur daging yang renyah saat muda dan menjadi lebih lembut saat matang sepenuhnya. Namun, tekstur dan rasa bidara memiliki ciri khasnya sendiri. Bidara muda cenderung memiliki rasa sedikit asam dan tekstur yang sangat garing, mengingatkan pada apel hijau. Seiring waktu, rasa manisnya meningkat drastis, seringkali menyerupai kurma atau pir yang manis legit. Perbedaan utama terletak pada kulitnya; kulit bidara lebih tipis dan halus dibandingkan kulit apel yang umumnya lebih tebal.

Dalam konteks botani, bidara dan apel jelas berasal dari famili pohon yang berbeda. Apel (genus Malus) adalah anggota famili Rosaceae yang tersebar luas di zona beriklim sedang, sementara bidara (genus Ziziphus) lebih adaptif di daerah kering dan subtropis. Meskipun demikian, kesamaan adaptasi dalam hal konsumsi manusia (dimakan mentah sebagai buah segar) membuat perbandingan ini sering muncul dalam diskursus kuliner dan kesehatan alami.

Kekuatan Nutrisi Buah Bidara

Mengapa buah bidara mendapatkan julukan "superfruit" di beberapa kalangan? Jawabannya terletak pada profil nutrisinya yang luar biasa. Buah ini dikenal sangat kaya akan Vitamin C, bahkan seringkali melebihi kadar yang ditemukan dalam jeruk atau buah sitrus lainnya, menjadikannya penambah imunitas alami yang ampuh. Selain itu, kandungan antioksidan seperti flavonoid dan polifenol sangat tinggi. Antioksidan ini berperan penting dalam melawan radikal bebas dalam tubuh, yang berpotensi mengurangi risiko penyakit kronis.

Serat pangan dalam buah bidara juga patut diacungi jempol. Kandungan serat yang tinggi mendukung kesehatan pencernaan, membantu mencegah sembelit, dan menjaga kadar gula darah agar tetap stabil. Inilah salah satu alasan mengapa buah bidara sangat dihargai dalam pengobatan tradisional untuk menenangkan perut dan meningkatkan kualitas tidur.

Pemanfaatan Tradisional dan Modern

Secara historis, hampir semua bagian dari pohon bidara dimanfaatkan. Akarnya digunakan untuk mengobati masalah kulit, sementara daunnya direbus sebagai teh penenang. Namun, buahnyalah yang paling populer. Di Tiongkok, jujube (bidara) telah digunakan dalam ribuan tahun pengobatan herbal Tiongkok (TCM) untuk menutrisi darah dan menenangkan pikiran.

Saat ini, buah bidara tidak hanya dinikmati segar. Buah yang dikeringkan menjadi camilan populer karena manisnya yang intensif. Bubuk bidara sering ditambahkan ke dalam smoothie atau teh herbal. Beberapa industri makanan bahkan mencoba mengintegrasikan ekstrak bidara sebagai pemanis alami rendah glikemik dalam produk olahan, mencoba meniru popularitas apel sebagai bahan dasar pai atau selai, namun dengan profil kesehatan yang lebih unik. Popularitas bidara terus meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran global akan manfaat tanaman pangan yang terabaikan namun kaya manfaat.

Kesimpulannya, meskipun buah bidara mungkin mengingatkan kita pada apel karena bentuk dan kegaringannya, ia membawa warisan kesehatan tersendiri yang tak ternilai harganya. Mengenal dan mengonsumsi buah lokal atau tradisional seperti bidara adalah cara yang cerdas untuk memperkaya gizi harian kita sekaligus melestarikan kearifan pangan masa lalu.

🏠 Homepage