Warisan Rasa Sungai Barito: Eksplorasi Mendalam Jajanan Khas Banjarmasin dan Filosofi Kuliner Banjar

Banjarmasin, kota seribu sungai, menyimpan kekayaan budaya yang tak terhingga, terutama yang terkait erat dengan kehidupan sungai. Dari pasar terapung yang ikonik hingga rumah-rumah lanting yang unik, setiap aspek kehidupan di ibu kota Kalimantan Selatan ini dipengaruhi oleh air. Namun, di antara gemericik aliran sungai dan hiruk pikuk perdagangan, terdapat warisan paling manis dan gurih yang melekat kuat dalam ingatan kolektif masyarakat: Jajanan Khas Banjar. Jajanan ini, yang dalam bahasa setempat sering disebut ‘wadai’, bukan sekadar makanan ringan. Ia adalah penanda perayaan, simbol persatuan, dan cerminan kearifan lokal dalam mengolah hasil bumi tropis.

Memahami jajanan Banjarmasin berarti menyelami sebuah spektrum rasa yang kompleks. Di satu sisi, kita menemukan dominasi rasa manis, legit, dan berlemak yang dihasilkan dari santan kental dan gula merah berkualitas tinggi. Di sisi lain, terdapat cita rasa gurih dan pedas yang didominasi oleh rempah-rempah kuat seperti kunyit, jahe, dan serai yang tumbuh subur di tanah Borneo. Keunikan ini menempatkan jajanan Banjar pada posisi istimewa dalam peta kuliner Nusantara, menjadikannya harta karun yang wajib diulik tuntas. Artikel ini akan membawa Anda dalam perjalanan eksplorasi mendalam, mengungkap tekstur, aroma, sejarah, dan proses pembuatan setiap ‘wadai’ yang menjadi kebanggaan Banua.


I. Wadai Manis: Mahakarya Santan dan Gula Merah

Kategori jajanan paling populer di Banjarmasin adalah wadai manis. Hidangan ini biasanya disajikan saat acara adat, pernikahan, syukuran, atau sebagai takjil saat bulan puasa. Struktur wadai manis Banjar dicirikan oleh teksturnya yang lembut, basah (kue basah), dan kerap menggunakan metode pengukusan atau pemanggangan tradisional.

1. Bingka: Sang Ratu Wadai Banjar

Bingka adalah ikon sejati dari wadai Banjar. Bentuknya yang khas menyerupai bunga dengan lekukan bergelombang, hasil dari loyang khusus yang terbuat dari tembaga atau aluminium tebal. Bingka bukanlah sekadar kue, melainkan sebuah ritual rasa. Proses pembuatannya yang memakan waktu dan membutuhkan suhu pemanggangan yang konsisten menjadikannya simbol ketelatenan.

Filosofi Tekstur Bingka: Bingka yang sempurna harus memiliki dua tekstur kontras: lapisan luar yang sedikit gosong, renyah, dan berkaramel (kerak), serta bagian dalam yang sangat lembut, padat, dan 'berlemak' karena kaya akan telur bebek (telur itik) dan santan murni. Penggunaan telur bebek, dibandingkan telur ayam, memberikan warna kuning yang lebih pekat dan aroma amis yang khas, yang justru diyakini sebagai kunci kelezatan autentik Bingka Banjar.

Varietas Utama Bingka: Meskipun Bingka Kentang adalah yang paling tradisional dan populer, inovasi rasa telah melahirkan berbagai varietas:

2. Amparan Tatak: Lapisan Surgawi di Atas Daun Pisang

Jika Bingka adalah kue yang dipanggang, maka Amparan Tatak adalah mahakarya yang dikukus, menunjukkan keterampilan masyarakat Banjar dalam mengolah kue lapis dengan teknik yang presisi. Nama 'Amparan Tatak' sendiri dapat diterjemahkan sebagai 'hamparan yang dipotong', merujuk pada tampilannya yang berlapis dan disajikan dengan dipotong-potong rapi.

Struktur Lapisan: Amparan Tatak memiliki tiga lapisan utama yang menciptakan harmoni sempurna:

  1. Lapisan Bawah (Inti Pisang): Lapisan ini adalah jantung dari Amparan Tatak. Terdiri dari campuran santan kental, gula, tepung beras, dan irisan pisang kepok atau pisang raja yang matang sempurna. Pisang yang dikukus akan melepaskan aroma khasnya, menyatu dengan adonan, dan memberikan kekenyalan yang lembut.
  2. Lapisan Tengah (Pemisah): Seringkali ini adalah transisi rasa yang mengandung sedikit lebih banyak tepung dan santan, berfungsi sebagai dasar sebelum lapisan atas.
  3. Lapisan Atas (Santan Murni): Lapisan ini terbuat dari santan yang sangat kental, sedikit garam, dan tepung terigu atau maizena. Setelah dikukus, lapisan ini harus berwarna putih bersih dan memiliki tekstur seperti puding yang sangat lembut dan lumer di mulut. Rasa asin tipis pada lapisan atas berfungsi sebagai penyeimbang rasa manis yang dominan di bagian bawah, sebuah trik kuliner yang sangat cerdas.

Penyajian Amparan Tatak selalu menggunakan wadah yang dialasi daun pisang, yang tidak hanya berfungsi sebagai wadah, tetapi juga menambahkan aroma bumi yang khas saat proses pengukusan.

Wadai Manis Khas Banjar
Representasi ilustratif dari Wadai Khas Banjar seperti Bingka (kanan) dan kue lapis (kiri).

3. Lumpur Surga: Kelembutan yang Melebihi Ekspektasi

Meskipun namanya 'lumpur', tekstur kue ini justru sangat halus, lembut, dan dingin saat disentuh lidah. Lumpur Surga adalah jajanan yang belakangan semakin populer, sering disajikan dalam wadah cup kecil (atau loyang kecil) dan didinginkan. Kue ini benar-benar mewakili citarasa Banjar yang kaya santan.

Kue ini juga memiliki dua lapisan yang jelas:

4. Kokole dan Kue-Kue Berbahan Dasar Ketan

Penggunaan beras ketan (lakatan) sangat umum dalam jajanan Banjar. Salah satunya adalah Kokole, sejenis kue yang dibuat dari tepung ketan yang dimasak dengan santan kental dan gula merah hingga mengental dan berminyak. Teksturnya sangat legit dan kenyal. Proses memasaknya yang membutuhkan pengadukan terus-menerus melambangkan kesabaran dan kerja keras masyarakat Banjar.

Selain Kokole, kita juga mengenal Klepon Banjar (walau serupa dengan Jawa, versi Banjar seringkali lebih pekat warna hijaunya) dan Kue Lamang (ketan yang dimasak di dalam bambu). Lamang khususnya, adalah makanan yang sangat terkait dengan perayaan dan tradisi bekarang (gotong royong), membutuhkan kerjasama untuk membakar bambu dalam waktu lama.


II. Jajanan Gurih dan Pedas: Keberanian Rasa Borneo

Meskipun wadai manis mendominasi, jajanan Banjarmasin juga menawarkan spektrum rasa gurih yang kaya, seringkali memanfaatkan hasil tangkapan sungai dan hasil perkebunan lokal yang difermentasi. Jajanan gurih ini seringkali lebih berfungsi sebagai pengganjal perut yang substansial.

1. Mandai: Eksotisme Kulit Cempedak Fermentasi

Mandai adalah salah satu jajanan/lauk pendamping paling unik dan eksotis dari Kalimantan Selatan. Ia terbuat dari kulit buah Cempedak (sejenis nangka) yang difermentasi. Dalam budaya Banjar, hampir tidak ada bagian dari hasil bumi yang terbuang sia-sia, dan Mandai adalah bukti nyata kearifan ini.

Proses Fermentasi: Kulit cempedak yang tebal dikupas, dibersihkan, dan kemudian direndam dalam air garam selama beberapa hari hingga seminggu. Proses fermentasi ini menghilangkan getah, melunakkan tekstur, dan menghasilkan aroma khas yang tajam (mirip terasi, namun lebih fruity dan asam). Setelah difermentasi, Mandai siap diolah.

Pengolahan: Mandai biasanya digoreng hingga kering dan renyah, lalu dibumbui dengan cabai, bawang merah, dan sedikit terasi. Rasanya adalah kombinasi unik antara gurih, asin, asam dari fermentasi, dan pedas dari bumbu. Mandai yang digoreng garing sering dijadikan pendamping utama saat menyantap nasi, namun karena sifatnya yang berupa potongan kecil dan disantap sebagai lauk tunggal, ia kerap dimasukkan dalam kategori jajanan gurih yang mudah ditemukan di warung makan.

2. Lontong Orari dan Ketupat Kandangan: Jajanan Pagi yang Mengenyangkan

Walaupun secara teknis sering dianggap sebagai makanan utama (main course), Lontong Orari dan Ketupat Kandangan adalah sajian wajib yang dijual sejak pagi hingga siang di lapak-lapak sederhana (warung jajanan), menjadikannya bagian tak terpisahkan dari budaya jajanan harian Banjar.

Lontong Orari: Dikenal dengan kuah santannya yang kaya dan berwarna kuning pucat. Isi utamanya adalah lontong (beras yang dimasak dalam bungkus daun pisang), telur, dan yang paling khas, adalah lauknya yang berupa ikan gabus (haruan) yang dimasak bumbu habang (bumbu merah khas Banjar). Kuah Lontong Orari sangat lembut dan tidak sepedas Bumbu Habang murni, melainkan lebih menekankan rasa gurih dari santan murni.

Ketupat Kandangan: Berasal dari daerah Kandangan, namun populer di seluruh Banjarmasin. Ketupat ini selalu disajikan dengan ikan gabus bakar atau dimasak bumbu habang. Yang membedakannya adalah kuahnya yang lebih kental dan penggunaan parutan kelapa yang disangrai (serundeng) yang dicampurkan ke dalam kuah santan, memberikan tekstur 'berpasir' dan rasa kelapa yang sangat otentik dan mendalam. Ketupat Kandangan disajikan dengan porsi yang lebih kecil dibandingkan lontong sayur Jawa, menjadikannya 'jajanan berat' atau sarapan cepat.

3. Laksa Banjar: Variasi Mi dan Santan yang Gurih

Laksa di Banjar berbeda jauh dengan Laksa Melayu atau Laksa Singapura. Laksa Banjar adalah jajanan yang terbuat dari adonan tepung beras yang dibentuk seperti mi tebal, kemudian dimasak dalam kuah santan kental yang dimasak bersama udang atau ikan, menghasilkan kaldu yang gurih. Laksa ini disajikan tanpa kuah yang terlalu encer, melainkan seperti adonan bubur yang kental dan berat. Meskipun namanya Laksa, tampilannya lebih menyerupai Lontong Cap Go Meh yang kuahnya sangat pekat. Ia merupakan jajanan yang sangat mengenyangkan, sering dijual di tepi sungai atau pasar tradisional.


III. Peran Bahan Lokal dalam Jajanan Banjar

Kekuatan rasa jajanan Banjarmasin terletak pada kualitas bahan bakunya yang seringkali berasal dari lingkungan sungai dan rawa di sekitar kota. Pemahaman akan bahan ini adalah kunci untuk mengapresiasi keunikan kuliner Banjar secara keseluruhan.

1. Santan Murni dan Kelapa Pilihan

Santan adalah darah dari sebagian besar wadai Banjar, baik yang manis maupun yang gurih. Banjarmasin memiliki tradisi menggunakan santan yang sangat kental (santan perasan pertama) untuk memastikan tekstur kue basah menjadi 'berlemak' dan tidak mudah pecah saat dikukus atau dipanggang. Perbedaan antara kue basah Banjar dengan daerah lain seringkali terletak pada rasio santan yang jauh lebih tinggi dalam adonannya. Jika santan kurang kental, Amparan Tatak akan gagal mendapatkan lapisan putih yang kokoh; jika Bingka menggunakan santan encer, teksturnya akan menjadi kering, bukan padat.

2. Gula Habang (Gula Merah Khas)

Gula Habang, atau gula merah Banjar, memiliki profil rasa yang lebih kuat dan aroma smoky yang khas dibandingkan gula kelapa biasa. Gula ini diekstrak dari nira pohon kelapa atau aren yang tumbuh di daerah rawa. Kualitas Gula Habang sangat menentukan warna gelap, aroma karamel, dan tingkat kemanisan yang mendalam pada wadai seperti Kokole dan Bingka Gula Habang.

3. Telur Itik (Bebek)

Penggunaan telur itik (bebek) mendominasi, terutama untuk kue yang membutuhkan kekokohan struktural sekaligus kelembaban tinggi, seperti Bingka dan Wadai Kipang. Telur itik memberikan warna kuning yang lebih intens, nutrisi yang lebih kaya, dan tekstur yang lebih padat dibandingkan telur ayam. Ini adalah salah satu ciri khas yang membedakan kue tradisional Banjar dari kue-kue di pulau Jawa.

Pasar Terapung dan Jajanan Sungai
Jajanan Banjar erat kaitannya dengan Pasar Terapung, simbol kehidupan sungai.

IV. Wadai Tradisional yang Semakin Langka dan Ritual Penyajiannya

Di tengah modernisasi, beberapa wadai tradisional Banjar mulai jarang ditemukan dan hanya muncul pada momen-momen tertentu, menyimpan nilai sejarah yang tinggi.

1. Wadai 41 Macam: Simbol Kelengkapan dalam Adat

Dalam tradisi perkawinan atau selamatan besar di Banjar, seringkali disajikan “Wadai 41 Macam”. Wadai ini tidak selalu berarti 41 jenis kue yang berbeda, melainkan merujuk pada simbol kelengkapan dan kemakmuran. Setiap kue yang disajikan memiliki makna filosofis tersendiri.

Di antara 41 macam wadai tersebut, terdapat kue-kue unik seperti:

Penyajian 41 macam wadai ini adalah cara masyarakat Banjar menghormati tamu dan menunjukkan kemakmuran tuan rumah, sebuah tradisi yang mengandung makna mendalam tentang berbagi rezeki.

2. Proses Mengolah Kue Basah: Warisan Resep Turun Temurun

Resep wadai Banjar sangat sensitif terhadap pengukuran. Sedikit saja perbedaan rasio santan, gula, atau telur, dapat mengubah keseluruhan tekstur. Inilah mengapa wadai Banjar seringkali dibuat berdasarkan “perasaan” dan pengalaman, bukan semata-mata takaran standar internasional.

Pengukusan dan Aroma Daun: Banyak kue Banjar yang dikukus (seperti Amparan Tatak atau Lamang) menggunakan daun pisang atau daun pandan sebagai alas atau pembungkus. Pengukusan dengan daun ini mentransfer aroma khas yang tidak bisa ditiru oleh metode modern. Aroma uap panas yang bercampur dengan minyak santan yang keluar dari adonan, menghasilkan profil aroma yang hangat, tropis, dan membumi.

Pemanasan Tradisional: Untuk Bingka, pemanggangan seringkali dilakukan dengan cara tradisional—menggunakan oven dari tanah liat atau panggangan yang dipanaskan menggunakan arang di bagian atas dan bawah. Pemanasan ganda ini (dari atas dan bawah) adalah rahasia untuk mendapatkan kerak karamel yang sempurna di bagian luar Bingka, sambil menjaga bagian dalamnya tetap lembab.


V. Jajanan Fritter dan Gorengan Kaki Lima (Gangan)

Selain kue basah yang membutuhkan proses rumit, Banjarmasin juga kaya akan jajanan gorengan atau fritter yang cepat saji dan mudah ditemukan di pinggir jalan, dikenal secara umum sebagai *gangan* atau *gorengan*.

1. Pisang Goreng Kipas Khas Banjar

Pisang goreng adalah makanan umum di Indonesia, namun versi Banjar memiliki kekhasan tersendiri. Pisang diiris tipis-tipis menyerupai kipas sebelum dicelupkan ke adonan tepung yang ringan (seringkali mengandung sedikit kapur sirih untuk kriuk yang lebih sempurna) dan digoreng hingga keemasan. Pisang yang digunakan umumnya adalah pisang tanduk atau pisang kepok yang matang sempurna. Pisang goreng ini sering disajikan polos atau dengan taburan keju dan susu kental manis, meskipun versi tradisionalnya hanya menggunakan taburan gula halus.

2. Gangan Humbut (Sayur Batang Kelapa Muda)

Meskipun lebih menyerupai lauk sayuran, gangan (sayur) ini sering dijual di warung jajanan sebagai lauk instan. Gangan humbut terbuat dari batang kelapa muda (umbut) yang dimasak dengan kuah santan kental dan bumbu halus. Rasa manis alami dari umbut berpadu dengan gurihnya santan, menghasilkan hidangan yang ringan namun kaya rasa. Kelembutan humbut setelah dimasak dalam waktu lama menjadikannya hidangan yang sangat dicari.

3. Cucur Barabai

Kue Cucur Barabai (merujuk pada daerah Hulu Sungai Tengah) adalah versi kue cucur yang lebih tebal dan lebih berkaramel. Berbeda dengan cucur pada umumnya yang pipih, cucur Banjar cenderung memiliki "punuk" tebal di tengah dan tekstur sarang lebah yang sempurna. Kunci kelezatannya terletak pada adonan gula merah yang dikocok hingga menghasilkan udara, dan proses penggorengan dengan teknik khusus menggunakan api sedang-kecil agar matang sempurna hingga ke bagian punuk tanpa gosong.


VI. Minuman Tradisional Pendamping Wadai

Jajanan Banjar yang manis dan gurih seringkali membutuhkan penyeimbang. Minuman tradisional di Banjarmasin cenderung didominasi oleh pendingin (es) atau penghangat berbahan jahe.

1. Es Lilin dan Es Kelapa Muda

Di tengah iklim tropis Kalimantan, Es Lilin (es dalam plastik panjang) adalah jajanan populer yang dingin dan menyegarkan. Variannya beragam, dari rasa kacang hijau, cokelat, hingga durian. Selain itu, Es Kelapa Muda (nyiur) adalah pendamping abadi untuk menetralkan rasa manis kue. Di Banjarmasin, Es Kelapa Muda sering dicampur dengan sedikit sirup merah dan perasan jeruk nipis, memberikan tendangan asam-manis yang menyegarkan.

2. Wedang Kopi Talipuk (Teratai)

Salah satu minuman yang unik adalah kopi yang disajikan dengan biji talipuk (teratai). Meskipun kopi adalah minuman global, penyajiannya dengan biji teratai yang dimasak memberikan tekstur yang kenyal dan rasa sedikit pahit alami, menciptakan pengalaman minum kopi yang berbeda, menjadikannya jajanan penghangat yang unik dan sering dijual di warung kopi tradisional.


VII. Jajanan Banjar sebagai Warisan Budaya dan Ekonomi Lokal

Jajanan Banjarmasin memainkan peran krusial dalam mempertahankan identitas budaya dan mendukung ekonomi mikro lokal. Produksi wadai seringkali bersifat industri rumahan (home industry), yang diwariskan secara turun-temurun.

1. Mempertahankan Resep Leluhur

Di banyak keluarga Banjar, resep pembuatan Bingka atau Amparan Tatak adalah rahasia keluarga. Resep ini diwariskan dari nenek ke ibu, dan kemudian ke anak perempuan. Proses belajar membuat wadai tidak hanya tentang mengukur bahan, tetapi juga tentang memahami suhu, kelembaban, dan kualitas bahan baku yang tersedia di musim tertentu. Keberhasilan membuat wadai tertentu (seperti Amparan Tatak yang lapisannya tidak pecah) dianggap sebagai penanda keterampilan seorang wanita Banjar.

2. Pasar Terapung dan Distribusi Jajanan

Sebelum adanya pasar darat modern, Pasar Terapung (seperti di Lokbaintan atau Muara Kuin) adalah pusat utama distribusi wadai. Penjual akan membawa wadai yang baru matang menggunakan jukung (perahu kecil) mereka, dan transaksi terjadi di atas air. Meskipun Pasar Terapung telah berubah fungsi, citra penjual wadai di atas jukung tetap menjadi simbol kehangatan dan keaslian jajanan Banjarmasin.

Jajanan di pasar terapung haruslah ringkas dan tahan banting. Kue seperti Bingka, Lamang, dan kue cincin (sejenis donat gula merah) sangat ideal karena relatif kuat terhadap guncangan air dan perubahan suhu.


VIII. Analisis Mendalam: Keseimbangan Rasa Manis dan Asin

Mengapa jajanan Banjar didominasi oleh kue basah yang sangat manis, namun hampir selalu diimbangi oleh rasa asin? Analisis ini membawa kita pada filosofi kuliner Banjar.

Masyarakat Banjar hidup dekat dengan sumber daya alam yang melimpah, khususnya gula merah, santan, dan pati. Kekayaan ini memungkinkan mereka menciptakan kudapan yang sangat memuaskan, seringkali dengan kandungan kalori tinggi yang dibutuhkan untuk aktivitas fisik di sekitar sungai.

Namun, kunci untuk mencegah rasa manis menjadi membosankan adalah penggunaan garam yang strategis. Hampir setiap resep kue basah yang manis (Bingka, Amparan Tatak, Lumpur Surga) menambahkan garam di lapisan atas santannya. Fungsi garam ini adalah:

  1. Memecah Monoton: Garam memecah rasa manis yang intens, memberikan dimensi baru pada gigitan pertama.
  2. Meningkatkan Gurih: Garam meningkatkan persepsi rasa gurih (umami) yang berasal dari lemak santan murni.
  3. Kelembaban: Garam membantu menahan kelembaban dalam adonan, menjaga kue basah tetap moist dan tidak kering.

Keseimbangan antara rasa manis Gula Habang dan rasa asin santan ini adalah karakteristik yang paling menentukan dan membedakan wadai Banjar dari kue tradisional dari daerah lain di Indonesia.


IX. Inovasi Jajanan Banjar di Era Modern

Meskipun mempertahankan resep autentik adalah hal yang penting, jajanan Banjarmasin juga telah beradaptasi dengan tren modern, terutama dalam hal penyajian dan variasi rasa.

1. Modifikasi Bahan Dasar

Dahulu, hampir semua kue menggunakan tepung beras atau tepung ketan lokal. Kini, banyak pengrajin wadai yang mulai menggunakan tepung terigu atau maizena untuk mencapai tekstur yang lebih halus dan lumer (misalnya pada Lumpur Surga yang kini disajikan sangat dingin). Variasi rasa non-tradisional, seperti Bingka rasa keju, cokelat, atau green tea, juga mulai muncul, ditujukan untuk pasar anak muda dan wisatawan.

2. Kemasan dan Pemasaran

Jajanan yang dulunya dibungkus daun pisang atau kertas minyak, kini mulai dikemas dalam kotak modern, vakum, atau wadah kedap udara, memudahkan wisatawan untuk membawanya sebagai oleh-oleh. Pemasaran melalui media sosial juga membantu Wadai Banjar dikenal lebih luas di tingkat nasional.

Meskipun mengalami modernisasi, wadai-wadai yang tetap menggunakan metode tradisional, seperti membakar Bingka di atas arang atau mengukus Amparan Tatak di dalam dandang besar, tetap dianggap memiliki cita rasa yang paling otentik dan dihargai lebih tinggi oleh para penikmat kuliner sejati.

Setiap gigitan jajanan Banjarmasin membawa kita melintasi sungai-sungai yang berkelok, menyaksikan kearifan lokal dalam mengolah cempedak, kelapa, dan ketan menjadi sebuah persembahan rasa yang tak terlupakan. Jajanan Banjar adalah manifestasi konkret dari warisan budaya yang harus terus dijaga dan diapresiasi, sebuah kebanggaan kuliner dari Tanah Banua yang kaya raya.


X. Mendalami Detail Komponen Kunci Wadai

Untuk benar-benar memahami keunikan 5000 kata rasa di Banjarmasin, kita perlu membedah lebih jauh beberapa detail minor yang sering terlewatkan namun esensial dalam proses pembuatan wadai tradisional.

1. Perbedaan Tepung dan Pati Lokal

Masyarakat Banjar menggunakan berbagai jenis pati yang bersumber dari hasil alam sekitar. Selain tepung beras dan tepung ketan, mereka juga mahir menggunakan pati singkong (tapioka) dan pati sagu. Dalam konteks wadai, penggunaan pati yang tepat menentukan kekenyalan (legit) versus kerapuhan (rapuh). Misalnya, kue yang membutuhkan tekstur 'liat' seperti Kokole akan didominasi oleh tepung ketan murni, sementara kue yang membutuhkan tekstur 'lembut lumer' seperti Amparan Tatak akan mencampur tepung beras dengan sedikit pati untuk stabilitas.

Kualitas beras lokal—seringkali jenis beras pera yang tidak terlalu pulen—juga mempengaruhi hasil akhir. Beras pera yang digiling menjadi tepung menghasilkan kue yang lebih "ringan" di mulut dibandingkan dengan tepung yang terbuat dari beras pulen yang cenderung lengket.

2. Teknik ‘Mengaron’ dan ‘Mengukus’ yang Presisi

Dalam pembuatan beberapa kue, proses memasak adonan sebelum pengukusan adalah tahap krusial, disebut ‘mengaron’. Mengaron adalah proses mencampur tepung dengan santan panas di atas api kecil sambil terus diaduk. Proses ini bertujuan untuk mematangkan sebagian pati sehingga adonan menjadi lebih kokoh dan tidak ambyar saat dikukus. Kegagalan dalam mengaron dapat menyebabkan kue basah tidak terbentuk sempurna.

Sementara itu, teknik mengukus (memasak dengan uap) di Banjarmasin menuntut suhu uap yang sangat stabil. Jika suhu uap terlalu tinggi, kue (seperti Bingka atau Lumpur Surga) akan ‘berkawah’ atau permukaannya berlubang-lubang, menandakan kegagalan. Oleh karena itu, pengukusan wadai tradisional seringkali dilakukan dengan penutup kain pada dandang (kukusan) untuk mencegah tetesan air mengenai permukaan kue, menjaga kehalusan lapisan.

3. Bumbu Habang: Warna dan Aroma Khas

Meskipun Bumbu Habang (bumbu merah) lebih sering digunakan pada lauk utama seperti Ikan Haruan atau Telur Masak Habang, ia juga hadir dalam konteks jajanan gurih seperti Ketupat Kandangan. Bumbu ini tidak hanya pedas, tetapi kaya akan rempah. Komponen utamanya adalah cabai kering yang direbus dan dihaluskan (memberikan warna merah pekat), bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit sedikit, dan yang terpenting, sedikit asam jawa dan gula merah. Rasanya manis-pedas-asam yang kompleks. Warna merahnya yang pekat dan mengkilap adalah penanda visual dari makanan Banjar yang otentik, memancarkan kehangatan dan kekayaan rempah Borneo.

Penting untuk dicatat bahwa dalam jajanan, Bumbu Habang yang digunakan harus memiliki konsistensi yang lebih kental dan dimasak hingga bumbu pecah minyak, memastikan rasa rempah benar-benar meresap ke dalam ikan atau protein lainnya yang disajikan bersama ketupat atau lontong.

4. Cita Rasa Umami dari Ikan Sungai

Jajanan gurih Banjar seperti Ketupat Kandangan dan Laksa sangat mengandalkan ikan air tawar lokal, khususnya ikan gabus (Haruan) dan terkadang ikan patin. Ikan-ikan ini memiliki profil rasa umami yang kuat dan tekstur daging yang kokoh. Dalam Ketupat Kandangan, ikan haruan dibakar terlebih dahulu, memberikan aroma smoky yang khas, sebelum direndam dalam kuah santan. Aroma asap dari pembakaran ikan inilah yang memberikan kedalaman rasa yang tidak bisa ditemukan di daerah pesisir yang menggunakan ikan laut.


XI. Peta Jajanan Musiman dan Perayaan

Beberapa jajanan Banjar muncul hanya pada momen-momen tertentu, mengikuti siklus panen atau kalender perayaan Islam.

1. Jajanan Bulan Ramadan

Bulan puasa adalah masa keemasan bagi para penjual wadai. Pasar-pasar wadai (pasar wadai) dadakan dipenuhi dengan aneka kue basah yang berfungsi sebagai takjil (pembuka puasa). Kue-kue yang sangat populer saat Ramadan adalah yang dingin, manis, dan mudah dicerna:

2. Jajanan Panen dan Syukuran

Saat musim panen padi tiba atau saat ada syukuran besar, porsi jajanan yang dibuat menjadi sangat besar. Lamang dan Bingka sering dibuat dalam jumlah masif. Lamang yang dimasak di dalam bambu (membutuhkan waktu membakar 4-6 jam) melambangkan kebersamaan karena prosesnya yang panjang dan membutuhkan pengawasan banyak orang.


XII. Penutup: Kenikmatan Abadi Warisan Banjar

Jajanan Banjarmasin adalah kisah tentang sungai, tanah, dan kearifan masyarakatnya dalam mengolah kekayaan alam menjadi sajian yang menggugah selera. Dari tekstur legit Bingka yang padat, lapisan Amparan Tatak yang seimbang antara manis dan asin, hingga aroma Mandai yang difermentasi, setiap jajanan membawa kita lebih dekat pada akar budaya Kalimantan Selatan.

Pelestarian jajanan ini tidak hanya sebatas mempertahankan resep, tetapi juga menjaga metode tradisional pembuatannya, penggunaan bahan lokal yang autentik, dan filosofi di balik penyajiannya. Ketika Anda mencicipi sepotong kue Banjar, Anda tidak hanya menikmati rasa, tetapi juga merasakan warisan dari ‘kota seribu sungai’ yang mengalirkan kehangatan dan kekayaan rasa yang tak tertandingi di Nusantara.

Kenikmatan abadi jajanan Banjar memastikan bahwa meskipun zaman terus berubah, identitas kuliner Banua akan tetap kokoh, manis, gurih, dan selalu dirindukan.

🏠 Homepage