Metafisika Menurut Aristoteles

Simbol Filsafat dan Struktur

Metafisika, bagi Aristoteles, bukanlah sekadar cabang filsafat yang abstrak dan jauh dari realitas, melainkan studi fundamental mengenai "being qua being" atau "ada sebagai ada." Istilah "metafisika" sendiri muncul secara tidak sengaja; ia adalah penamaan editor (Andronicus dari Rhodes) untuk risalah-risalah Aristoteles yang diletakkan setelah karyanya tentang fisika (*Physika*). Namun, bagi Aristoteles, subjek studinya ini lebih tepat disebut sebagai "Filsafat Pertama" (Proto Philosophia).

Wujud dan Substansi (Ousia)

Inti dari metafisika Aristoteles adalah pencarian akan substansi pertama, atau *Ousia*. Berbeda dengan gurunya, Plato, yang menempatkan realitas sejati pada Dunia Idea yang transenden, Aristoteles mengembalikan fokus pada dunia empiris yang kita alami. Substansi adalah hal yang ada secara independen. Meja, kuda, atau manusia—ini semua adalah substansi primer.

Substansi primer ini memiliki dua komponen esensial yang tidak terpisahkan: Bentuk (*Forma*) dan Materi (*Hyle*). Bentuk adalah esensi atau hakikat yang membuat sesuatu menjadi apa adanya (misalnya, bentuk "manusia" pada individu manusia). Materi adalah potensi yang dapat menerima bentuk tersebut. Hubungan antara keduanya disebut *Hylomorphism*. Hanya substansi konkret yang ada secara aktual; bentuk murni ada hanya dalam substansi tersebut, bukan sebagai entitas terpisah seperti dalam pandangan Plato.

Aktualitas dan Potensi (Actus et Potentia)

Salah satu kontribusi terpenting Aristoteles dalam metafisika adalah pembedaan antara Aktualitas (*Energeia* atau *Actus*) dan Potensi (*Dynamis* atau *Potentia*). Potensi adalah kemampuan atau kemungkinan untuk menjadi sesuatu; sedangkan aktualitas adalah realisasi atau keberadaan aktual dari potensi tersebut.

Contoh klasiknya adalah biji ek. Biji ek memiliki potensi untuk menjadi pohon ek. Pohon ek yang telah tumbuh adalah aktualisasi dari potensi tersebut. Perubahan (atau gerak) dalam pandangan Aristoteles dijelaskan sebagai perpindahan dari potensi menuju aktualitas. Karena alam selalu bergerak menuju penyempurnaan diri, harus ada prinsip yang mendorong aktualisasi ini—yaitu, suatu Aktualitas Murni.

Penyebab Empat (The Four Causes)

Untuk memahami sepenuhnya suatu entitas, Aristoteles berpendapat kita harus mengetahui empat penyebab yang membentuknya. Keempat penyebab ini sangat penting untuk analisis ontologis:

  1. Penyebab Material (Material Cause): Dari apa sesuatu itu dibuat (misalnya, perunggu untuk patung).
  2. Penyebab Formal (Formal Cause): Esensi atau pola yang mendefinisikannya (misalnya, desain atau ide patung).
  3. Penyebab Efisien (Efficient Cause): Agen yang menyebabkan perubahan atau keberadaan (misalnya, pematung yang mengukir).
  4. Penyebab Final (Final Cause / Telos): Tujuan atau fungsi akhir dari sesuatu (misalnya, tujuan patung itu dibuat, seperti untuk menghormati dewa).

Penyebab Final (*Telos*) sering kali menjadi yang paling penting, karena segala sesuatu dalam alam memiliki tujuan inheren untuk mencapai aktualitas terbaiknya.

Teologi: Penggerak Tak Bergerak (Unmoved Mover)

Jika perubahan selalu membutuhkan penyebab sebelumnya (sebuah rantai sebab-akibat efisien), maka harus ada titik awal yang tidak disebabkan oleh apa pun—sebuah Penggerak Tak Bergerak (*Prime Mover*). Ini adalah puncak dari metafisika Aristoteles, yang sering diidentifikasi sebagai konsep Tuhan.

Penggerak Tak Bergerak ini haruslah Aktualitas Murni (tanpa potensi untuk berubah), tidak memiliki materi, dan merupakan entitas abadi dan sempurna. Ia menggerakkan alam semesta bukan melalui sentuhan fisik, melainkan sebagai objek cinta atau keinginan (*as an object of desire*). Alam semesta bergerak karena ia berupaya meniru kesempurnaan Penggerak Tak Bergerak tersebut. Pikiran Tuhan, menurut Aristoteles, adalah pemikiran tentang pemikiran itu sendiri (*Thought thinking about Thought*).

Singkatnya, metafisika Aristoteles adalah studi sistematis tentang realitas fundamental, berakar pada analisis substansi konkret (hylomorphism), menjelaskan perubahan melalui potensi dan aktualitas, dan berpuncak pada konsep Penggerak Tak Bergerak sebagai sumber utama eksistensi dan tujuan. Warisannya membentuk dasar pemikiran Barat selama berabad-abad.

🏠 Homepage