Asia Tenggara, atau yang lebih dikenal dengan kawasan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), adalah sebuah wilayah yang kaya akan sejarah, budaya, dan tradisi. Di antara sepuluh negara anggota ASEAN, beberapa di antaranya memiliki sistem pemerintahan monarki atau kerajaan yang masih eksis hingga kini. Keberadaan negara-negara kerajaan ini tidak hanya menambah keragaman politik di kawasan, tetapi juga menjadi penjaga kelestarian budaya dan identitas nasional yang telah terbentuk selama berabad-abad.
Secara umum, terdapat tiga negara anggota ASEAN yang saat ini masih mempertahankan bentuk pemerintahan kerajaan:
Masing-masing negara ini memiliki kekhasan tersendiri dalam menjalankan sistem monarki mereka, baik dari segi kekuasaan raja, tradisi yang menyertainya, maupun peran raja dalam struktur pemerintahan negara.
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil namun kaya raya di pulau Kalimantan. Negara ini dipimpin oleh seorang Sultan yang tidak hanya menjabat sebagai kepala negara, tetapi juga sebagai kepala pemerintahan sekaligus pemimpin agama tertinggi di negara tersebut. Sistem monarki di Brunei Darussalam bersifat absolut, yang berarti kekuasaan Sultan sangatlah besar. Namun, kekuasaan ini dijalankan dengan prinsip-prinsip Islam dan tradisi Melayu yang kuat. Sultan adalah simbol persatuan dan identitas bangsa Brunei, serta menjadi penentu arah kebijakan negara. Kehidupan masyarakat Brunei sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam, dan hukum syariah juga menjadi bagian dari sistem hukum negara, berdampingan dengan hukum sipil.
Kamboja, dengan sejarah peradaban Khmer yang gemilang, menganut sistem monarki konstitusional. Raja Kamboja, yang bergelar Norodom, memiliki peran sebagai kepala negara simbolis dan penjaga tradisi serta identitas nasional. Kekuasaan eksekutif sepenuhnya berada di tangan pemerintah yang dipimpin oleh Perdana Menteri. Meskipun begitu, sosok raja tetap memiliki pengaruh moral yang signifikan di mata rakyat Kamboja. Raja dipilih dari anggota keluarga kerajaan oleh Dewan Takhta Kerajaan. Peran raja adalah mempersatukan bangsa, menjaga keharmonisan, dan menjadi simbol stabilitas, terutama setelah melewati periode sejarah yang penuh gejolak.
Thailand, yang dulunya dikenal sebagai Siam, adalah negara monarki konstitusional terbesar di antara negara-negara kerajaan ASEAN. Raja Thailand, yang saat ini adalah Raja Maha Vajiralongkorn, memegang posisi kepala negara dengan otoritas yang sangat dihormati. Meskipun kekuasaan eksekutif berada di tangan pemerintah yang dipilih secara demokratis, figur raja memiliki kedudukan yang sangat sakral dan dihormati oleh rakyat Thailand. Undang-undang lèse-majesté melindungi raja dan anggota keluarga kerajaan dari segala bentuk kritik atau penghinaan, yang menunjukkan betapa dalamnya penghormatan dan kedudukan raja dalam masyarakat Thailand. Raja Thailand juga seringkali berperan sebagai penengah dalam krisis politik dan menjadi simbol pemersatu bangsa yang kuat.
Keberadaan negara-negara kerajaan di ASEAN memiliki makna yang mendalam. Pertama, mereka adalah penjaga warisan sejarah dan budaya. Institusi kerajaan seringkali telah ada selama berabad-abad, menyimpan tradisi, upacara adat, dan nilai-nilai luhur yang menjadi identitas bangsa. Kedua, raja sebagai kepala negara simbolis atau bahkan absolut, dapat berfungsi sebagai perekat sosial dan simbol stabilitas, terutama di tengah gejolak politik atau perubahan sosial yang cepat. Dalam beberapa kasus, raja juga berperan sebagai penengah atau mediator ketika terjadi konflik. Terakhir, negara-negara kerajaan ini turut memperkaya lanskap politik dan budaya di kawasan ASEAN, menunjukkan bahwa berbagai bentuk pemerintahan dapat berjalan harmonis dan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan regional.
Meskipun tantangan modernisasi dan perubahan sosial terus dihadapi, negara-negara kerajaan di ASEAN menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Mereka tetap relevan dan memiliki tempat yang kuat di hati rakyatnya, menjadi penanda penting dari kekayaan sejarah dan keberagaman budaya di Asia Tenggara.