Representasi visual konsep keseimbangan dan keadilan dalam pertukaran menurut Aristoteles.
Pemikiran ekonomi Aristoteles, yang tertuang terutama dalam karyanya Politika dan Etika Nikomakeia, merupakan salah satu landasan pemikiran ekonomi pra-modern. Berbeda dengan ekonomi modern yang fokus pada alokasi sumber daya langka, Aristoteles melihat ekonomi (atau oikonomia) dalam konteks yang lebih luas: sebagai seni mengelola rumah tangga dan komunitas demi mencapai kehidupan yang baik atau eudaimonia.
Inti dari kontribusi ekonomi Aristoteles adalah dikotomi antara dua jenis kegiatan ekonomi. Oikonomia (ekonomi rumah tangga) adalah kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang alami dan esensial (makanan, tempat tinggal, pakaian). Bagi Aristoteles, kegiatan ini bersifat wajar, etis, dan terbatas pada pemenuhan kebutuhan praktis.
Sebaliknya, Chrematistike adalah seni mencari kekayaan, yang tujuannya adalah akumulasi uang atau komoditas melebihi apa yang dibutuhkan untuk hidup layak. Aristoteles sangat kritis terhadap chrematistike yang tidak terbatas. Ia membedakan dua bentuk chrematistike: yang pertama adalah perdagangan alamiah (menjual barang jadi untuk mendapatkan barang jadi lain yang dibutuhkan), dan yang kedua adalah perdagangan yang tidak alamiah, yaitu mencari uang melalui uang itu sendiri (seperti riba atau spekulasi berlebihan).
Aristoteles adalah salah satu pemikir pertama yang membedakan antara nilai guna (use value) dan nilai tukar (exchange value). Nilai guna adalah manfaat intrinsik suatu barang untuk memenuhi kebutuhan manusia (misalnya, sepatu untuk dipakai). Nilai tukar adalah rasio di mana satu barang dapat ditukar dengan barang lain (misalnya, berapa banyak roti yang bisa didapat dari satu pasang sepatu).
Ia berpendapat bahwa nilai guna adalah dasar yang lebih tinggi dan lebih etis dari sebuah barang. Masalah muncul ketika nilai tukar mendominasi. Ketika uang (yang diciptakan sebagai alat tukar) mulai dikejar sebagai tujuan akhir, tujuan oikonomia yang semula adalah pemenuhan kebutuhan menjadi terdistorsi menjadi akumulasi kekayaan demi kekayaan itu sendiri.
Salah satu kritik Aristoteles yang paling terkenal adalah terhadap praktik riba—meminjamkan uang dengan bunga. Menurutnya, uang pada dasarnya adalah barang yang mandul; ia tidak memiliki kemampuan untuk beranak cucu secara alami. Siklus ekonomi yang wajar adalah Komoditas-Uang-Komoditas (K-U-K), di mana uang digunakan untuk membeli barang yang kemudian dijual kembali untuk mendapatkan lebih banyak uang (yang seharusnya setidaknya sama atau sedikit lebih banyak dari modal awal karena risiko dan tenaga kerja).
Namun, siklus riba adalah Uang-Uang-Uang (U-U-U), di mana uang menghasilkan lebih banyak uang tanpa keterlibatan barang fisik atau produksi. Ini dianggap "tidak wajar" dan merupakan bentuk chrematistike yang paling tercela karena menaikkan kekayaan di atas kebutuhan hidup dan melanggar prinsip keadilan distributif dalam pertukaran.
Bagi Aristoteles, tujuan masyarakat yang baik adalah eudaimonia, atau kehidupan yang berkembang penuh. Ekonomi yang sehat harus mendukung tujuan ini. Hal ini membutuhkan keadilan, baik keadilan distributif (pembagian sumber daya yang adil di antara warga negara) maupun keadilan korektif (keseimbangan dalam pertukaran).
Keadilan dalam pertukaran menuntut adanya kesetaraan proporsional. Dalam pertukaran barang yang tidak setara (misalnya, tukang sepatu menukar sepatu dengan petani yang menyediakan gandum), mereka mencari kesamaan melalui uang sebagai standar pengukuran umum. Namun, kesetaraan ini harus dijaga agar tidak mengarah pada eksploitasi atau pengejaran keuntungan yang berlebihan. Pemikiran Aristoteles menekankan bahwa moralitas harus menjadi pedoman utama dalam segala kegiatan ekonomi.