Membedah Penilaian Formatif dan Sumatif dalam Kurikulum Merdeka

Diagram Penilaian Formatif dan Sumatif Diagram yang menggambarkan hubungan siklus antara Penilaian Formatif dan Penilaian Sumatif dalam Kurikulum Merdeka. Penilaian Formatif (Assessment for/as Learning) • Proses Pembelajaran • Umpan Balik • Perbaikan • Refleksi Siswa Penilaian Sumatif (Assessment of Learning) • Akhir Lingkup Materi • Mengukur Ketercapaian • Laporan Hasil Belajar • Alat Konfirmasi Menginformasikan Data untuk Refleksi Siklus Belajar Diagram alur yang menunjukkan hubungan siklus antara penilaian formatif (untuk perbaikan proses belajar) dan penilaian sumatif (untuk mengukur hasil belajar) dalam Kurikulum Merdeka.

Pendahuluan: Pergeseran Paradigma Penilaian Pendidikan

Dunia pendidikan terus bergerak dinamis, mencari formula terbaik untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga adaptif, kreatif, dan kritis. Salah satu inovasi paling signifikan dalam lanskap pendidikan Indonesia adalah Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini membawa angin segar dengan mengubah fokus dari penguasaan konten yang padat menjadi pengembangan kompetensi esensial dan karakter siswa. Inti dari perubahan ini terletak pada bagaimana kita memandang proses belajar dan, yang tak kalah penting, bagaimana kita menilainya.

Selama bertahun-tahun, istilah "penilaian" atau "asesmen" seringkali diasosiasikan dengan ujian akhir, angka, dan label "lulus" atau "tidak lulus". Penilaian dianggap sebagai momen penghakiman yang menegangkan di akhir sebuah perjalanan belajar. Kurikulum Merdeka secara fundamental menantang pandangan usang ini. Ia memperkenalkan kembali dan memperkuat dua pilar utama penilaian: penilaian formatif dan penilaian sumatif, namun dengan peran dan makna yang lebih dalam dan saling terintegrasi. Ini bukan sekadar perubahan terminologi, melainkan sebuah pergeseran paradigma dari assessment of learning (penilaian atas hasil belajar) semata, menjadi sebuah ekosistem yang menyeimbangkan assessment for learning (penilaian untuk perbaikan pembelajaran) dan assessment as learning (penilaian sebagai proses belajar itu sendiri).

Artikel ini akan mengupas tuntas konsep penilaian formatif dan sumatif dalam konteks Kurikulum Merdeka. Kita akan menjelajahi definisi, tujuan, prinsip, teknik implementasi, hingga bagaimana keduanya bersinergi untuk menciptakan sebuah siklus pembelajaran yang berkelanjutan, memberdayakan, dan benar-benar berpusat pada perkembangan setiap individu siswa.

Bab 1: Memahami Penilaian Formatif, Jantung Proses Pembelajaran

Jika Kurikulum Merdeka adalah tubuh, maka penilaian formatif adalah jantungnya. Ia memompa kehidupan ke dalam proses pembelajaran, memastikan setiap komponen menerima "nutrisi" yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang. Penilaian formatif bukanlah sebuah tes, melainkan sebuah filosofi, sebuah proses berkelanjutan yang menyatu dengan kegiatan belajar mengajar sehari-hari.

Definisi dan Tujuan Utama Penilaian Formatif

Penilaian formatif adalah proses pengumpulan informasi tentang kemajuan belajar siswa selama periode pembelajaran yang bertujuan untuk memodifikasi dan memperbaiki kegiatan belajar mengajar. Kata kuncinya adalah "selama" dan "memperbaiki". Tujuannya bukan untuk memberikan nilai akhir, melainkan untuk menyediakan umpan balik (feedback) yang konstruktif dan tepat waktu.

Penilaian formatif berfungsi sebagai cermin bagi guru dan siswa. Bagi guru, ia merefleksikan efektivitas strategi mengajarnya. Bagi siswa, ia merefleksikan pemahaman dan area yang perlu ditingkatkan.

Tujuan utama dari penilaian formatif dapat diuraikan sebagai berikut:

Bentuk dan Teknik Penilaian Formatif

Keindahan penilaian formatif terletak pada fleksibilitasnya. Ia dapat diimplementasikan melalui berbagai teknik, baik yang formal maupun informal. Berikut adalah beberapa contoh teknik yang sangat relevan dengan semangat Kurikulum Merdeka:

1. Observasi dan Catatan Anekdotal

Ini adalah salah satu bentuk penilaian paling otentik. Guru secara cermat mengamati siswa saat mereka bekerja dalam kelompok, berdiskusi, atau menyelesaikan tugas. Guru dapat mencatat perilaku spesifik, kutipan percakapan, atau strategi pemecahan masalah yang ditunjukkan siswa. Catatan anekdotal ini menjadi data kualitatif yang sangat kaya untuk memahami proses berpikir dan perkembangan keterampilan sosial siswa.

2. Pertanyaan Terbuka dan Diskusi Kelas

Mengajukan pertanyaan yang memantik pemikiran kritis (misalnya, "Mengapa menurutmu hal itu terjadi?" atau "Adakah cara lain untuk menyelesaikannya?") dapat membuka jendela ke dalam pemahaman siswa. Diskusi kelas yang terstruktur memungkinkan guru untuk mendengar berbagai perspektif dan mengidentifikasi miskonsepsi secara kolektif.

3. Kuis Singkat (Low-Stakes Quizzes)

Berbeda dengan kuis tradisional, kuis formatif tidak bertujuan untuk memberi nilai rapor. Tujuannya adalah untuk "cek pemahaman" cepat. Bisa dilakukan di awal pelajaran (untuk mengaktivasi pengetahuan sebelumnya) atau di akhir pelajaran (sebagai "tiket keluar" atau exit ticket). Hasilnya memberikan gambaran instan kepada guru tentang efektivitas pelajaran hari itu.

4. Penilaian Diri (Self-Assessment)

Siswa diberikan rubrik atau daftar periksa untuk menilai pekerjaan mereka sendiri. Proses ini melatih metakognisi, yaitu kemampuan untuk berpikir tentang proses berpikir mereka sendiri. Siswa belajar mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka, menetapkan tujuan pribadi untuk perbaikan. Contohnya adalah meminta siswa memberi warna (hijau, kuning, merah) pada daftar tujuan pembelajaran sesuai tingkat pemahaman mereka.

5. Penilaian Antar Teman (Peer Assessment)

Siswa saling memberikan umpan balik atas pekerjaan masing-masing berdasarkan kriteria yang telah disepakati. Ini tidak hanya meringankan beban guru, tetapi juga melatih siswa untuk berkomunikasi secara konstruktif, menerima kritik, dan melihat sebuah karya dari berbagai sudut pandang. Guru perlu membekali siswa dengan panduan cara memberikan umpan balik yang efektif (misalnya, dengan metode "Two Stars and a Wish").

6. Jurnal Belajar atau Portofolio Proses

Siswa diminta untuk secara rutin menuliskan apa yang telah mereka pelajari, kesulitan yang mereka hadapi, dan pertanyaan yang masih mereka miliki. Jurnal ini menjadi rekaman perjalanan belajar mereka. Sementara itu, portofolio proses berisi kumpulan draf, sketsa, dan revisi sebuah karya, yang menunjukkan evolusi pemikiran dan keterampilan dari waktu ke waktu, bukan hanya produk akhir.

Bab 2: Memaknai Ulang Penilaian Sumatif di Era Merdeka Belajar

Jika penilaian formatif adalah proses perjalanan, maka penilaian sumatif adalah potret di salah satu titik pemberhentian penting. Namun, dalam Kurikulum Merdeka, potret ini bukan sekadar foto kaku untuk dilaporkan, melainkan sebuah alat refleksi yang kaya makna untuk merencanakan perjalanan berikutnya.

Definisi dan Peran Baru Penilaian Sumatif

Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan pada akhir suatu lingkup materi atau periode pembelajaran (misalnya, akhir unit, akhir semester) untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mengonfirmasi apa yang telah dipelajari siswa.

Perbedaan fundamental dalam Kurikulum Merdeka terletak pada peran dan bobotnya. Penilaian sumatif tidak lagi menjadi satu-satunya penentu nasib akademis siswa. Ia adalah salah satu dari banyak sumber data, dan hasilnya harus diinterpretasikan bersama dengan data formatif untuk mendapatkan gambaran yang holistik.

Dalam Kurikulum Merdeka, penilaian sumatif bukan lagi garis finis yang absolut, melainkan sebuah pos pemeriksaan (checkpoint) yang memberikan data komprehensif untuk perencanaan tahap belajar selanjutnya.

Peran baru penilaian sumatif mencakup:

Bentuk dan Teknik Penilaian Sumatif yang Relevan

Kurikulum Merdeka mendorong penggunaan instrumen penilaian sumatif yang lebih beragam, otentik, dan berorientasi pada kompetensi, tidak hanya tes pilihan ganda atau esai. Tujuannya adalah mengukur kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang bermakna.

1. Proyek Akhir

Siswa diminta untuk membuat sebuah produk atau karya yang kompleks dan mengintegrasikan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari dalam satu unit. Misalnya, setelah mempelajari ekosistem, siswa membuat diorama interaktif, kampanye lingkungan, atau video dokumenter. Penilaian didasarkan pada rubrik yang mencakup kriteria proses, konten, dan kualitas produk.

2. Tes Unjuk Kerja (Performance Task)

Siswa diminta untuk mendemonstrasikan keterampilan tertentu secara langsung. Misalnya, melakukan percobaan sains, berpidato, mementaskan drama, atau mempraktikkan percakapan dalam bahasa asing. Penilaian ini sangat efektif untuk mengukur kompetensi psikomotorik dan afektif.

3. Portofolio Produk

Berbeda dengan portofolio proses, portofolio produk adalah kumpulan karya-karya terbaik siswa selama satu periode. Siswa dilibatkan dalam proses seleksi karya dan menuliskan refleksi mengapa karya tersebut dipilih. Ini menunjukkan puncak pencapaian dan pertumbuhan siswa dari waktu ke waktu.

4. Studi Kasus

Siswa disajikan sebuah masalah atau skenario dunia nyata yang kompleks dan diminta untuk menganalisis, mengevaluasi, dan memberikan solusi. Bentuk penilaian ini sangat baik untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.

5. Tes Tertulis Kontekstual

Tes tertulis tetap memiliki tempat, namun dirancang untuk lebih dari sekadar mengingat fakta. Soal-soal dibuat berbasis stimulus (teks, grafik, data) yang menuntut siswa untuk menganalisis dan menerapkan konsep, bukan hanya menghafal. Bentuk soalnya bisa beragam, dari pilihan ganda kompleks hingga esai terstruktur.

Bab 3: Sinergi Emas: Bagaimana Formatif dan Sumatif Bekerja Bersama

Kesalahan terbesar dalam memahami penilaian adalah melihat formatif dan sumatif sebagai dua entitas yang terpisah atau bahkan berlawanan. Dalam Kurikulum Merdeka, keduanya adalah mitra yang tak terpisahkan, membentuk sebuah siklus yang saling menguatkan. Sinergi inilah yang menjadi kunci keberhasilan implementasi kurikulum.

Siklus Pembelajaran yang Terintegrasi

Bayangkan sebuah siklus pembelajaran untuk satu unit materi:

  1. Awal: Guru memulai dengan asesmen formatif awal (diagnostik) untuk memetakan pengetahuan awal siswa.
  2. Proses: Selama proses pembelajaran, guru secara konsisten menggunakan berbagai teknik formatif (diskusi, observasi, kuis singkat). Setiap data yang terkumpul digunakan sebagai umpan balik untuk siswa dan penyesuaian strategi mengajar bagi guru. Siswa terus-menerus melakukan perbaikan.
  3. Informasi: Seluruh data dari penilaian formatif ini menjadi "informasi intelijen" yang mempersiapkan siswa dan guru menuju penilaian sumatif. Guru tahu area mana yang perlu diperkuat, dan siswa tahu apa yang perlu mereka fokuskan.
  4. Akhir: Di akhir unit, guru melaksanakan penilaian sumatif (misalnya, sebuah proyek). Penilaian ini dirancang untuk mengukur kompetensi yang sama dengan yang telah dilatih melalui proses formatif. Hasilnya tidak akan mengejutkan karena prosesnya sudah transparan.
  5. Refleksi: Hasil sumatif tidak berhenti sebagai angka. Ia dianalisis kembali. Bagi siswa, ini menjadi refleksi atas pencapaian akhir mereka. Bagi guru, ini menjadi data untuk merancang siklus pembelajaran berikutnya, mungkin dengan pendekatan yang berbeda untuk materi selanjutnya. Dengan demikian, penilaian sumatif pun memiliki fungsi formatif untuk siklus berikutnya.
Hubungan keduanya bukan linear, melainkan siklus. Formatif membangun jalan menuju sumatif, dan sumatif memberikan panorama untuk merencanakan jalan formatif berikutnya.

Contoh Kasus: Pembelajaran Menulis Teks Deskripsi

Dalam contoh ini, penilaian sumatif adalah puncak dari serangkaian proses formatif yang mendukung. Siswa tidak dilempar langsung ke "ujian", melainkan dibimbing langkah demi langkah untuk mencapai keberhasilan.

Bab 4: Implementasi Praktis di Ruang Kelas

Memahami konsep adalah satu hal, menerapkannya secara efektif adalah hal lain. Implementasi penilaian formatif dan sumatif yang seimbang dalam Kurikulum Merdeka menuntut perubahan pola pikir dan beberapa strategi praktis dari pendidik.

Peran Guru sebagai Fasilitator dan Pelatih

Peran guru bergeser dari seorang hakim yang memberi vonis nilai menjadi seorang fasilitator pembelajaran dan pelatih (coach). Tugas utama guru adalah:

Membangun Budaya Umpan Balik

Lingkungan kelas harus menjadi tempat yang aman untuk memberi dan menerima umpan balik. Guru harus memodelkan cara memberikan umpan balik yang konstruktif. Siswa perlu diajarkan secara eksplisit bagaimana cara mengkritik karya teman dengan sopan dan bagaimana menerima masukan sebagai hadiah untuk berkembang, bukan sebagai serangan personal.

Menggunakan Rubrik sebagai Alat Komunikasi

Rubrik adalah alat yang sangat kuat dalam penilaian Kurikulum Merdeka. Sebuah rubrik yang baik tidak hanya berisi skor, tetapi juga deskripsi kualitatif untuk setiap level kinerja. Fungsinya:

Mengolah dan Melaporkan Hasil Asesmen

Pelaporan hasil belajar dalam Kurikulum Merdeka bergerak menjauhi dominasi angka tunggal. Rapor cenderung lebih naratif. Guru diharapkan mampu mensintesis informasi dari berbagai penilaian formatif (catatan anekdotal, hasil diskusi) dan sumatif (nilai proyek, tes) menjadi sebuah deskripsi yang utuh tentang kekuatan siswa dan area yang masih perlu dikembangkan. Ini memberikan gambaran yang jauh lebih kaya dan manusiawi tentang kemajuan seorang anak.

Kesimpulan: Menuju Ekosistem Penilaian yang Memberdayakan

Penilaian formatif dan sumatif dalam Kurikulum Merdeka bukanlah dua jenis tes yang berbeda, melainkan dua fungsi penilaian yang saling melengkapi dalam sebuah ekosistem pembelajaran yang utuh. Formatif adalah denyut nadi harian yang menjaga proses belajar tetap hidup, responsif, dan berpusat pada perbaikan. Sumatif adalah potret berkala yang mengonfirmasi pencapaian dan memberikan arah untuk perjalanan selanjutnya.

Dengan menempatkan penilaian formatif sebagai fondasi dan menggunakan penilaian sumatif secara bijaksana sebagai alat konfirmasi, Kurikulum Merdeka membuka jalan bagi sebuah budaya belajar yang baru. Sebuah budaya di mana penilaian tidak lagi ditakuti, melainkan dirangkul sebagai bagian integral dari pertumbuhan. Tujuannya bukan lagi sekadar mengejar nilai, tetapi menumbuhkan pembelajar seumur hidup yang reflektif, tangguh, dan sadar akan potensi dirinya. Inilah esensi sejati dari merdeka belajar.

🏠 Homepage