Membedah Puspendik AKM: Fondasi Baru Evaluasi Pendidikan Indonesia
Pendahuluan: Sebuah Pergeseran Paradigma dalam Evaluasi Pendidikan
Dunia pendidikan Indonesia telah mengalami transformasi signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu perubahan paling fundamental terletak pada cara sistem mengevaluasi kualitas dan hasil pembelajaran. Istilah "Puspendik AKM" menjadi pusat dari perbincangan ini, menandai pergeseran dari sebuah sistem yang berorientasi pada hasil akhir individu menjadi sistem yang fokus pada pemetaan dan perbaikan mutu satuan pendidikan secara berkelanjutan. Puspendik, atau yang kini dikenal sebagai Pusat Asesmen Pendidikan (sebelumnya Pusat Penilaian Pendidikan), di bawah naungan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, memegang peranan krusial dalam orkestrasi perubahan ini. Sementara itu, AKM, atau Asesmen Kompetensi Minimum, adalah instrumen utamanya.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk Puspendik AKM, mulai dari konsep dasarnya, mengapa perubahan ini diperlukan, apa saja komponennya, hingga bagaimana hasil asesmen ini dimanfaatkan untuk mendorong perbaikan kualitas pendidikan di seluruh pelosok negeri. Memahami Puspendik AKM bukan hanya relevan bagi para pemangku kebijakan, kepala sekolah, atau guru, tetapi juga bagi orang tua dan masyarakat luas yang peduli terhadap masa depan generasi penerus bangsa.
Bagian 1: Memahami Peran dan Fungsi Pusat Asesmen Pendidikan (Puspendik)
Sebelum menyelam lebih dalam ke Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), penting untuk memahami institusi yang berada di baliknya, yaitu Pusat Asesmen Pendidikan atau Puspendik. Lembaga ini adalah motor penggerak di balik pengembangan, pelaksanaan, dan analisis berbagai asesmen pendidikan berskala nasional di Indonesia.
Mandat dan Visi Strategis
Puspendik memiliki mandat utama untuk melaksanakan penyiapan standar, kurikulum, dan asesmen di bidang pendidikan. Fungsi ini mencakup perumusan kebijakan teknis, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, hingga pelaporan. Visi strategisnya adalah menyediakan informasi yang akurat, komprehensif, dan valid mengenai capaian belajar peserta didik serta kualitas sistem pendidikan secara keseluruhan. Informasi ini bukan bertujuan untuk menghakimi, melainkan untuk menjadi dasar bagi pengambilan keputusan yang berbasis data (data-driven policy) di semua tingkatan, mulai dari level nasional hingga satuan pendidikan.
Peran Puspendik tidak terbatas pada penyelenggaraan tes semata. Lebih dari itu, mereka bertanggung jawab atas:
- Pengembangan Instrumen Asesmen: Merancang dan mengembangkan soal-soal serta instrumen asesmen yang valid dan reliabel, sesuai dengan kerangka asesmen yang telah ditetapkan.
- Pelaksanaan Asesmen Nasional: Mengelola seluruh aspek teknis dan logistik pelaksanaan asesmen berskala besar di seluruh Indonesia, termasuk memastikan kesiapan infrastruktur teknologi.
- Analisis dan Pelaporan Data: Mengolah data masif yang terkumpul dari asesmen, menganalisisnya, dan menyajikannya dalam format yang mudah dipahami, seperti Rapor Pendidikan.
- Penelitian dan Pengembangan: Terus melakukan riset untuk meningkatkan kualitas dan metodologi asesmen agar sejalan dengan perkembangan teori pengukuran modern dan kebutuhan pendidikan kontemporer.
Bagian 2: Asesmen Nasional sebagai Kerangka Besar
AKM seringkali disebut-sebut seolah berdiri sendiri. Namun, faktanya, AKM adalah salah satu dari tiga pilar utama yang membentuk sebuah kerangka evaluasi yang lebih besar dan holistik, yaitu Asesmen Nasional (AN). Asesmen Nasional dirancang untuk memotret mutu sekolah secara utuh, tidak hanya dari aspek kognitif, tetapi juga dari aspek karakter dan kualitas lingkungan belajar.
Latar Belakang Transisi dari Ujian Nasional (UN) ke Asesmen Nasional (AN)
Selama bertahun-tahun, Ujian Nasional (UN) menjadi tolok ukur utama kelulusan siswa dan, secara tidak langsung, prestise sekolah. Namun, seiring waktu, berbagai kelemahan sistem UN mulai teridentifikasi:
- Beban Psikologis Tinggi (High-Stakes): UN menjadi momok yang menakutkan bagi siswa, guru, dan orang tua karena statusnya sebagai penentu kelulusan.
- Mendorong Pembelajaran Dangkal: Fokus utama pembelajaran seringkali bergeser menjadi "lulus UN", sehingga materi yang diajarkan cenderung terbatas pada kisi-kisi soal dan praktik menghafal rumus atau jawaban (rote learning), bukan pemahaman konsep yang mendalam.
- Kurang Mengukur Kompetensi Esensial: UN lebih banyak mengukur penguasaan konten mata pelajaran, bukan kemampuan bernalar, memecahkan masalah, atau literasi yang diperlukan di abad ke-21.
- Tidak Memberikan Umpan Balik untuk Perbaikan: Hasil UN diterima di akhir jenjang pendidikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi sekolah atau guru untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran bagi siswa yang bersangkutan.
Asesmen Nasional hadir sebagai jawaban atas kritik tersebut. Filosofi dasarnya berbeda total. AN tidak digunakan untuk menentukan kelulusan individu siswa. Tujuannya adalah sebagai alat diagnostik untuk memetakan input, proses, dan output pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Dengan demikian, fokusnya beralih dari evaluasi sumatif (evaluation of learning) menjadi evaluasi formatif di tingkat sistem (evaluation for learning).
Tiga Instrumen Utama Asesmen Nasional
Asesmen Nasional terdiri dari tiga komponen yang saling melengkapi:
- Asesmen Kompetensi Minimum (AKM): Mengukur hasil belajar kognitif yang paling mendasar, yaitu literasi membaca dan numerasi.
- Survei Karakter: Mengukur hasil belajar sosial-emosional yang mengacu pada Profil Pelajar Pancasila.
- Survei Lingkungan Belajar: Mengukur kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di satuan pendidikan.
Ketiga instrumen ini secara bersama-sama memberikan gambaran yang jauh lebih komprehensif tentang kesehatan sebuah ekosistem sekolah daripada sekadar nilai ujian mata pelajaran.
Bagian 3: Kupas Tuntas Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Inilah inti dari program evaluasi baru yang digagas Puspendik. AKM dirancang untuk mengukur dua kompetensi fundamental yang menjadi prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar sepanjang hayat dan berkontribusi secara produktif di masyarakat.
Definisi dan Tujuan AKM
AKM adalah penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat.
Tujuan utama AKM bukanlah untuk mengukur penguasaan siswa terhadap seluruh konten kurikulum. Sebaliknya, tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki untuk memecahkan masalah nyata dalam berbagai konteks. Hasil AKM memberikan informasi tentang capaian siswa pada level kompetensi dasar yang seharusnya mereka kuasai pada jenjang tertentu, bukan skor individu.
Dua Pilar Kompetensi: Literasi Membaca dan Numerasi
Mengapa hanya literasi dan numerasi? Karena kedua kompetensi ini bersifat lintas mata pelajaran (transversal) dan merupakan fondasi untuk mempelajari bidang ilmu apa pun. Tanpa kemampuan literasi yang baik, siswa akan kesulitan memahami teks sejarah, soal biologi, atau instruksi praktikum kimia. Tanpa kemampuan numerasi yang memadai, siswa akan kesulitan menganalisis data, memahami konsep fisika, atau bahkan mengelola keuangan pribadi di masa depan.
1. Literasi Membaca
Literasi membaca dalam AKM didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat.
Komponen Literasi Membaca dipecah menjadi tiga bagian:
- Konten: Jenis teks yang digunakan dalam asesmen.
- Teks Informasi: Teks yang bertujuan untuk memberikan fakta, data, dan informasi untuk pengembangan wawasan serta ilmu pengetahuan. Contoh: berita, artikel ilmiah, pengumuman, brosur.
- Teks Sastra (Fiksi): Teks yang bertujuan untuk memberikan pengalaman estetis, hiburan, dan perenungan kepada pembaca. Contoh: cerpen, puisi, novel, dongeng.
- Proses Kognitif: Tingkatan proses berpikir yang dituntut dari siswa.
- Menemukan Informasi (Locating & Retrieving): Kemampuan menemukan informasi tersurat (eksplisit) dalam teks. Misalnya, mencari nama tokoh, tanggal kejadian, atau lokasi sebuah peristiwa.
- Menginterpretasi dan Mengintegrasikan (Interpreting & Integrating): Kemampuan memahami informasi tersurat maupun tersirat, memadukan ide antar bagian teks, dan membuat kesimpulan sederhana. Misalnya, menyimpulkan sifat seorang tokoh dari tindakannya atau memahami hubungan sebab-akibat yang tidak dinyatakan secara langsung.
- Mengevaluasi dan Merefleksi (Evaluating & Reflecting): Kemampuan menilai kredibilitas, kesesuaian, dan kepercayaan terhadap teks serta mampu mengaitkan isi teks dengan pengetahuan, pengalaman, atau pandangan pribadi. Ini adalah level kognitif tertinggi, misalnya, menilai apakah argumen penulis didukung oleh bukti yang kuat atau merefleksikan pesan moral dari sebuah cerita.
- Konteks: Latar atau situasi di mana teks tersebut digunakan.
- Personal: Berkaitan dengan kepentingan diri sendiri. Contoh: membaca resep, jadwal perjalanan, atau ulasan produk.
- Sosial Budaya: Berkaitan dengan kepentingan masyarakat atau budaya. Contoh: membaca berita tentang isu sosial, pamflet kegiatan komunitas.
- Saintifik: Berkaitan dengan isu, aktivitas, serta fakta ilmiah. Contoh: membaca artikel tentang pemanasan global, diagram cara kerja alat.
2. Numerasi
Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan bagi individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia. Penekanannya bukan pada hafalan rumus, melainkan pada aplikasi matematika dalam kehidupan nyata.
Sama seperti literasi, Numerasi juga memiliki tiga komponen utama:
- Konten: Kelompok materi matematika yang diujikan.
- Bilangan: Meliputi representasi, sifat urutan, dan operasi beragam jenis bilangan (cacah, bulat, pecahan, desimal).
- Pengukuran dan Geometri: Meliputi pemahaman tentang pengukuran panjang, berat, waktu, volume, serta pemahaman bangun datar dan bangun ruang.
- Data dan Ketidakpastian: Meliputi pemahaman, interpretasi, serta penyajian data dalam bentuk tabel atau grafik, serta konsep peluang.
- Aljabar: Meliputi pemahaman tentang pola, relasi, fungsi, dan persamaan.
- Proses Kognitif: Tingkatan proses berpikir dalam menyelesaikan masalah numerasi.
- Pemahaman (Knowing): Kemampuan untuk memahami fakta, prosedur, serta konsep matematika. Misalnya, mengetahui definisi rata-rata atau mengenali rumus luas persegi panjang.
- Penerapan (Applying): Kemampuan menerapkan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah rutin atau dalam konteks yang sudah dikenal. Misalnya, menghitung total belanjaan setelah mendapat diskon.
- Penalaran (Reasoning): Kemampuan untuk bernalar secara matematis, menganalisis, menarik kesimpulan, dan menyelesaikan masalah non-rutin yang kompleks. Misalnya, merancang denah ruangan dengan luas tertentu atau menganalisis data untuk membuat prediksi.
- Konteks: Situasi di mana masalah matematika disajikan.
- Personal: Berkaitan dengan aktivitas sehari-hari individu. Contoh: menghitung bunga tabungan, mengatur anggaran bulanan.
- Sosial Budaya: Berkaitan dengan isu dalam komunitas atau masyarakat. Contoh: membaca data statistik kependudukan, memahami hasil survei pemilu.
- Saintifik: Berkaitan dengan aplikasi matematika dalam dunia sains dan teknologi. Contoh: menginterpretasikan grafik pertumbuhan bakteri, memahami skala pada peta.
Bentuk Soal dan Peserta AKM
Untuk mengukur kompetensi yang kompleks, AKM menggunakan variasi bentuk soal yang tidak terbatas pada pilihan ganda biasa. Bentuk soal dalam AKM meliputi:
- Pilihan Ganda: Siswa memilih satu jawaban benar.
- Pilihan Ganda Kompleks: Siswa memilih lebih dari satu jawaban benar.
- Menjodohkan: Siswa memasangkan pernyataan di kolom kiri dengan pilihan di kolom kanan.
- Isian Singkat: Siswa menjawab dengan angka, kata, atau frasa pendek.
- Uraian (Esai): Siswa menjelaskan jawaban mereka dalam bentuk kalimat-kalimat.
Peserta AKM bukanlah seluruh siswa, melainkan sampel siswa yang dipilih secara acak. Sasaran pesertanya adalah siswa di tengah jenjang pendidikan, yaitu:
- Kelas 5 SD/MI
- Kelas 8 SMP/MTs
- Kelas 11 SMA/MA/SMK
Pemilihan jenjang ini sangat strategis. Hasil asesmen di kelas 5, 8, dan 11 memberikan waktu yang cukup bagi sekolah dan guru untuk melakukan perbaikan dan intervensi sebelum siswa-siswa tersebut lulus dari jenjang pendidikannya.
Bagian 4: Implementasi dan Pemanfaatan Hasil Puspendik AKM
Setelah memahami konsep di balik AKM, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana asesmen ini dilaksanakan dan apa tindak lanjut dari hasilnya?
Pelaksanaan Berbasis Komputer dan Adaptif
AKM dilaksanakan secara daring (online) atau semi-daring (semi-online) menggunakan platform berbasis komputer. Salah satu inovasi utama dalam pelaksanaannya adalah penggunaan metode Multi-Stage Adaptive Testing (MSAT). Dalam tes adaptif, soal yang diterima oleh setiap siswa dapat berbeda-beda, disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa tersebut.
Cara kerjanya sederhana: tes dibagi menjadi beberapa tahap (stage). Performa siswa di tahap pertama akan menentukan tingkat kesulitan paket soal yang akan ia terima di tahap kedua. Jika siswa menjawab benar sebagian besar soal di tahap pertama, ia akan mendapatkan paket soal yang lebih sulit di tahap kedua, dan sebaliknya. Metode ini memungkinkan pengukuran yang lebih presisi terhadap kemampuan setiap siswa dengan jumlah soal yang lebih efisien.
Pelaporan Hasil: Dari Skor Menuju Tingkat Kompetensi
Hasil AKM tidak dilaporkan dalam bentuk skor angka mentah seperti nilai UN. Sebaliknya, Puspendik mengolah hasil tersebut dan melaporkannya dalam bentuk tingkatan atau level kompetensi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan interpretasi dan menghindari perbandingan antar-individu yang tidak relevan.
Terdapat empat tingkat kompetensi untuk masing-masing domain (Literasi dan Numerasi):
- Perlu Intervensi Khusus: Siswa belum mampu menemukan dan mengambil informasi eksplisit yang ada dalam teks ataupun membuat interpretasi sederhana. Untuk numerasi, siswa hanya memiliki pemahaman konsep matematika yang terbatas.
- Dasar: Siswa mampu menemukan dan mengambil informasi eksplisit dari teks serta membuat interpretasi sederhana. Untuk numerasi, siswa mampu menerapkan konsep matematika dasar dalam konteks rutin.
- Cakap: Siswa mampu membuat kesimpulan dari informasi implisit, serta mengintegrasikan beberapa informasi lintas teks. Untuk numerasi, siswa mampu mengaplikasikan konsep matematika dalam konteks yang lebih beragam dan menyelesaikan masalah yang cukup kompleks.
- Mahir: Siswa mampu mengintegrasikan beberapa informasi lintas teks, mengevaluasi isi, kualitas, cara penulisan suatu teks, dan bersikap reflektif. Untuk numerasi, siswa mampu bernalar untuk menyelesaikan masalah kompleks serta non-rutin berdasarkan konsep matematika yang dimilikinya.
Laporan ini disajikan dalam bentuk persentase siswa di setiap tingkatan untuk setiap sekolah. Misalnya, sebuah sekolah mungkin memiliki laporan: Literasi (Mahir 15%, Cakap 40%, Dasar 35%, Perlu Intervensi 10%).
Pemanfaatan Hasil untuk Perbaikan Berkelanjutan
Inilah bagian terpenting dari seluruh siklus Asesmen Nasional. Hasil dari AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar diintegrasikan oleh Puspendik dan disajikan dalam sebuah platform yang disebut Rapor Pendidikan. Platform ini dapat diakses oleh sekolah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya.
Rapor Pendidikan berfungsi sebagai cermin. Ia menunjukkan kekuatan dan kelemahan sebuah satuan pendidikan secara komprehensif. Pemanfaatannya adalah sebagai berikut:
- Bagi Sekolah (Kepala Sekolah dan Guru):
- Refleksi Diri: Sekolah dapat mengidentifikasi area mana yang perlu perbaikan. Apakah masalahnya ada di kemampuan literasi level evaluasi? Atau di numerasi konten aljabar? Atau mungkin di lingkungan belajar yang kurang aman (berdasarkan hasil Survei Lingkungan Belajar)?
- Perencanaan Berbasis Data (PBD): Berdasarkan hasil refleksi, sekolah didorong untuk menyusun program dan anggaran yang fokus pada akar masalah. Misalnya, jika kemampuan literasi siswa rendah, sekolah bisa merencanakan program pelatihan guru tentang metode pembelajaran literasi atau pengadaan buku bacaan yang menarik.
- Bagi Dinas Pendidikan Daerah:
- Pemetaan Mutu Wilayah: Dinas dapat melihat peta kualitas pendidikan di wilayah kerjanya, mengidentifikasi sekolah-sekolah yang paling membutuhkan dukungan.
- Alokasi Sumber Daya yang Tepat Sasaran: Dinas dapat merancang program bantuan atau pelatihan yang spesifik sesuai kebutuhan klaster sekolah di daerahnya, bukan lagi program yang bersifat pukul rata.
- Bagi Orang Tua dan Masyarakat:
- Memahami Kualitas Sekolah Secara Utuh: Rapor Pendidikan memberikan gambaran yang lebih holistik tentang sekolah, tidak hanya dari prestasi akademik sesaat, melainkan juga dari iklim keamanan, tingkat perundungan, dan kualitas guru.
Bagian 5: Mitos, Tantangan, dan Masa Depan Asesmen
Setiap perubahan besar pasti diiringi dengan tantangan dan kesalahpahaman. Begitu pula dengan implementasi Puspendik AKM.
Membantah Mitos yang Beredar
Beberapa miskonsepsi umum perlu diluruskan:
- Mitos: "AKM adalah pengganti UN dengan nama lain."
Fakta: Salah. Tujuan, fungsi, subjek, dan bentuk laporannya sama sekali berbeda. UN adalah asesmen sumatif di akhir jenjang untuk individu, sementara AKM adalah asesmen formatif di tengah jenjang untuk sistem (sekolah). - Mitos: "Hasil AKM menentukan kelulusan siswa."
Fakta: Sama sekali tidak. Hasil AKM tidak memiliki konsekuensi apa pun terhadap nilai rapor atau kelulusan siswa yang menjadi sampel. - Mitos: "Siswa harus belajar mati-matian dan ikut bimbingan belajar (bimbel) khusus AKM."
Fakta: Tidak perlu. Kompetensi literasi dan numerasi tidak bisa dibangun dalam semalam. Persiapan terbaik untuk AKM adalah proses belajar-mengajar berkualitas yang fokus pada penalaran dan pemahaman, yang dilakukan oleh guru setiap hari di dalam kelas.
Tantangan dalam Implementasi
Pelaksanaan Asesmen Nasional tidak lepas dari tantangan, di antaranya:
- Infrastruktur Teknologi: Ketersediaan komputer dan akses internet yang stabil masih menjadi kendala di beberapa daerah terpencil.
- Kesiapan Guru: Mengubah mindset mengajar dari "mengejar target kurikulum" menjadi "membangun kompetensi" membutuhkan waktu, pelatihan, dan dukungan yang berkelanjutan.
- Literasi Data: Kemampuan kepala sekolah dan guru untuk membaca, menginterpretasi, dan menindaklanjuti data dari Rapor Pendidikan masih perlu ditingkatkan secara masif.
Masa Depan Asesmen Pendidikan di Indonesia
Kehadiran Asesmen Nasional yang digawangi oleh Puspendik menandakan arah baru evaluasi pendidikan di Indonesia. Ke depannya, kita bisa berharap pada sebuah sistem yang:
- Lebih fokus pada perbaikan (improvement-oriented) daripada sekadar peringkat (ranking-oriented).
- Mendorong budaya refleksi dan pengambilan keputusan berbasis data di tingkat sekolah.
- Mengubah praktik pembelajaran di kelas menjadi lebih interaktif, kontekstual, dan berorientasi pada pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
- Menciptakan ekosistem pendidikan yang sehat, di mana tidak hanya aspek kognitif, tetapi juga karakter dan kesejahteraan siswa menjadi prioritas utama.
Kesimpulan: Sebuah Langkah Maju untuk Pendidikan yang Lebih Baik
Puspendik AKM bukanlah sekadar program atau ujian baru. Ia adalah manifestasi dari sebuah filosofi pendidikan yang lebih humanis dan berorientasi pada pertumbuhan. Dengan memisahkan evaluasi sistem dari evaluasi individu, beban psikologis pada siswa dapat dikurangi, dan fokus dapat dialihkan sepenuhnya pada upaya perbaikan mutu pembelajaran.
Melalui Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar, Asesmen Nasional menyediakan data yang kaya dan actionable. Data ini, jika dimanfaatkan dengan tepat melalui platform Rapor Pendidikan dan semangat Perencanaan Berbasis Data, memiliki potensi luar biasa untuk mengakselerasi peningkatan kualitas pendidikan secara merata di seluruh Indonesia. Perjalanan ini memang tidak mudah dan penuh tantangan, namun langkah fundamental ini telah diletakkan sebagai fondasi untuk membangun generasi masa depan yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga kompeten, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan global.