AKM Adalah: Membedah Tuntas Asesmen Kompetensi Minimum

Ilustrasi Konsep Asesmen Kompetensi Minimum Sebuah ilustrasi yang menggambarkan komponen AKM: buku untuk literasi, grafik batang untuk numerasi, dan kepala dengan roda gigi untuk proses berpikir kritis.

Ilustrasi Konsep Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang terdiri dari literasi, numerasi, dan analisis data untuk peningkatan mutu pendidikan.

Dalam lanskap pendidikan Indonesia, terjadi pergeseran fundamental yang menandai evolusi cara kita mengukur dan memahami kualitas pembelajaran. Istilah yang menjadi pusat dari transformasi ini adalah AKM. Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah, AKM adalah apa? Apakah ini sekadar nama baru untuk ujian akhir, atau sebuah paradigma yang sama sekali berbeda? Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan komprehensif mengenai Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), dari konsep dasarnya, komponen yang diujikan, hingga dampak signifikannya bagi seluruh ekosistem pendidikan di tanah air.

Secara definitif, AKM adalah singkatan dari Asesmen Kompetensi Minimum. Ini merupakan sebuah penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Kompetensi minimum ini mencakup dua area fundamental, yaitu literasi membaca dan numerasi. Penting untuk digarisbawahi sejak awal, AKM tidak dirancang untuk mengukur penguasaan materi kurikulum secara spesifik pada setiap mata pelajaran, melainkan kemampuan kognitif esensial yang bersifat lintas disiplin ilmu.


Memahami Perbedaan Mendasar: AKM Bukan Pengganti Ujian Nasional

Salah satu miskonsepsi paling umum adalah menganggap AKM sebagai Ujian Nasional (UN) dengan kemasan baru. Anggapan ini keliru secara fundamental. Keduanya memiliki tujuan, desain, dan implikasi yang sangat berbeda. Memahami perbedaan ini adalah kunci untuk mengapresiasi tujuan sebenarnya dari AKM.

Tujuan Penyelenggaraan

Ujian Nasional (UN) dirancang sebagai alat evaluasi sumatif pada akhir jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK). Fokus utamanya adalah mengukur pencapaian akademik siswa terhadap standar isi (kurikulum) pada mata pelajaran tertentu. Hasil UN seringkali memiliki konsekuensi besar bagi individu, seperti menjadi syarat kelulusan atau salah satu kriteria seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Sebaliknya, AKM adalah alat evaluasi formatif yang bertujuan untuk memetakan dan mengevaluasi mutu sistem pendidikan. Fokusnya bukan pada individu siswa, melainkan pada satuan pendidikan (sekolah) dan sistem secara keseluruhan. Hasil AKM dirancang untuk menjadi umpan balik (feedback) bagi sekolah dan pemerintah daerah guna merancang strategi perbaikan kualitas pembelajaran. AKM tidak memiliki konsekuensi apapun terhadap kelulusan atau nilai rapor individu siswa yang menjadi peserta.

Subjek dan Peserta Asesmen

UN diikuti oleh seluruh siswa di tingkat akhir setiap jenjang pendidikan. Ini berarti semua siswa kelas 6, 9, dan 12 wajib mengikutinya. Pendekatan sensus ini bertujuan untuk memberikan nilai bagi setiap individu.

AKM, di sisi lain, menggunakan pendekatan survei dengan metode sampling (sampel acak). Pesertanya adalah siswa kelas 5, 8, dan 11. Pemilihan jenjang tengah ini bersifat strategis; hasilnya diharapkan dapat memberikan waktu bagi sekolah untuk melakukan perbaikan sebelum siswa tersebut lulus. Karena menggunakan sampel, hasil AKM merepresentasikan performa sekolah, bukan performa individu siswa.

Materi yang Diujikan

UN menguji penguasaan konten pada mata pelajaran spesifik yang diajarkan, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA/IPS. Soal-soalnya sangat terikat pada materi yang tercantum dalam kurikulum.

AKM tidak terikat pada satu mata pelajaran pun. Fokusnya adalah pada kompetensi dasar yang seharusnya terbentuk melalui seluruh proses pembelajaran. Kompetensi tersebut adalah:

Kompetensi ini bersifat esensial dan diperlukan dalam semua bidang kehidupan, tidak hanya di dalam kelas.


Komponen Holistik: AKM sebagai Bagian dari Asesmen Nasional

Untuk mendapatkan gambaran yang utuh, penting untuk memahami bahwa AKM hanyalah satu dari tiga instrumen dalam sebuah kerangka yang lebih besar bernama Asesmen Nasional (AN). Asesmen Nasional dirancang untuk memotret kualitas pendidikan secara komprehensif, tidak hanya dari aspek kognitif, tetapi juga aspek karakter dan kualitas lingkungan belajar.

Tiga komponen utama Asesmen Nasional adalah:

1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Seperti yang telah dijelaskan, bagian ini mengukur hasil belajar kognitif yang paling mendasar, yaitu literasi dan numerasi. Ini adalah jantung dari Asesmen Nasional yang memberikan data kuantitatif mengenai kemampuan berpikir dan bernalar siswa.

2. Survei Karakter

Instrumen ini dirancang untuk mengukur hasil belajar non-kognitif atau sosio-emosional. Survei Karakter bertujuan memotret sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter pelajar yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Aspek yang diukur antara lain:

Survei ini memberikan gambaran tentang sejauh mana lingkungan sekolah berhasil menumbuhkan karakter-karakter positif pada diri siswa.

3. Survei Lingkungan Belajar

Jika AKM mengukur output (hasil belajar kognitif) dan Survei Karakter mengukur outcome (hasil pembentukan karakter), maka Survei Lingkungan Belajar mengukur aspek input dan proses. Survei ini diisi oleh seluruh kepala sekolah dan guru, serta siswa peserta AN. Tujuannya adalah untuk menggali informasi mengenai kualitas berbagai aspek yang mendukung proses pembelajaran di sekolah, seperti:

Dengan menggabungkan data dari ketiga instrumen ini, pemerintah dan sekolah mendapatkan potret yang jauh lebih kaya dan holistik mengenai kondisi pendidikan. Hasilnya disajikan dalam sebuah platform bernama Rapor Pendidikan, yang menjadi dasar bagi perencanaan berbasis data untuk perbaikan mutu.


Menyelami Dua Pilar AKM: Literasi dan Numerasi

Inti dari AKM adalah pengukuran dua kompetensi fundamental. Mari kita bedah lebih dalam apa saja yang dimaksud dengan literasi dan numerasi dalam konteks AKM, termasuk konten, proses kognitif, dan konteks yang digunakan.

Pilar Pertama: Literasi Membaca

Literasi membaca dalam AKM jauh melampaui kemampuan membaca teknis (dekoding). Ini adalah kemampuan kognitif tingkat tinggi untuk berinteraksi dengan teks secara kritis dan produktif. Komponennya dipecah menjadi tiga bagian utama.

a. Konten Teks

Jenis teks yang digunakan dalam soal-soal AKM sangat beragam untuk mencerminkan realitas informasi yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Teks tersebut dikategorikan menjadi dua jenis utama:

b. Proses Kognitif

Ini adalah level kemampuan berpikir yang diukur saat siswa berinteraksi dengan teks. Terdapat tiga tingkatan proses kognitif dalam literasi membaca:

c. Konteks

Konteks soal dirancang agar relevan dengan dunia siswa, sehingga mereka dapat melihat penerapan nyata dari kemampuan literasi. Konteksnya meliputi:

Pilar Kedua: Numerasi

Sama seperti literasi, numerasi bukanlah sekadar kemampuan berhitung. Ini adalah kemampuan untuk mengaplikasikan konsep matematika dalam berbagai situasi nyata. Numerasi juga dipecah menjadi tiga komponen.

a. Konten Matematika

Domain konten numerasi mencakup bidang-bidang matematika yang paling esensial dan aplikatif, yaitu:

b. Proses Kognitif

Level berpikir yang diukur dalam numerasi juga terbagi menjadi tiga tingkatan:

c. Konteks

Sama seperti literasi, konteks soal numerasi juga dirancang agar relevan dan mencerminkan aplikasi matematika dalam kehidupan:


Bentuk Soal dan Pelaksanaan Teknis AKM

Salah satu inovasi dalam AKM adalah variasi bentuk soal yang digunakan. Hal ini bertujuan untuk mengukur berbagai aspek kompetensi secara lebih akurat, melampaui format pilihan ganda konvensional.

Ragam Bentuk Soal AKM

Soal-soal dalam AKM disajikan dalam format yang beragam untuk mendorong siswa berpikir secara mendalam. Bentuk-bentuk soal tersebut antara lain:

Kombinasi berbagai bentuk soal ini memungkinkan pengukuran kompetensi yang lebih kaya, dari sekadar mengenali jawaban hingga kemampuan untuk membangun argumen dan solusi secara mandiri.

Pelaksanaan Berbasis Komputer dan Adaptif

AKM dilaksanakan secara daring (online) atau semi-daring melalui platform yang disebut Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Penggunaan teknologi ini tidak hanya untuk efisiensi, tetapi juga untuk memungkinkan penerapan metode asesmen yang lebih canggih.

Salah satu fitur utama AKM adalah sifatnya yang adaptif. AKM menggunakan metode Multi-Stage Adaptive Testing (MSAT). Artinya, tingkat kesulitan soal yang akan diterima siswa pada tahap berikutnya bergantung pada performa mereka di tahap sebelumnya. Jika seorang siswa berhasil menjawab soal-soal di tahap pertama dengan baik, maka di tahap kedua ia akan diberikan set soal yang lebih menantang. Sebaliknya, jika ia mengalami kesulitan, ia akan diberikan set soal yang lebih mudah. Metode ini memungkinkan pengukuran kemampuan siswa menjadi lebih presisi dan efisien, karena setiap siswa diuji pada tingkat kesulitan yang paling sesuai dengan kemampuannya.


Dampak dan Manfaat AKM bagi Ekosistem Pendidikan

Kehadiran AKM dan Asesmen Nasional secara keseluruhan membawa gelombang perubahan yang dirancang untuk memberikan dampak positif bagi seluruh pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan.

Bagi Siswa

Meskipun hasilnya tidak memengaruhi nilai individu, siswa adalah penerima manfaat utama dari perbaikan sistemik yang didorong oleh AKM. Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan literasi dan numerasi akan membekali siswa dengan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan beradaptasi. Ini adalah keterampilan abad ke-21 yang sangat krusial untuk masa depan mereka, baik di jenjang pendidikan selanjutnya maupun di dunia kerja. Siswa didorong untuk tidak sekadar menghafal, melainkan memahami, menganalisis, dan mencipta.

Bagi Guru dan Sekolah

Bagi guru dan kepala sekolah, hasil AKM yang disajikan dalam Rapor Pendidikan adalah sebuah cermin diagnostik yang sangat berharga. Data ini membantu mereka untuk:

Bagi Pemerintah Daerah dan Pusat

Di tingkat yang lebih luas, Asesmen Nasional menyediakan peta mutu pendidikan yang komprehensif dan berbasis data. Informasi ini sangat vital bagi pemerintah untuk:


Kesimpulan: AKM sebagai Katalisator Transformasi

Jadi, kembali ke pertanyaan awal, AKM adalah apa? Jawabannya jauh lebih kompleks dan bermakna daripada sekadar sebuah tes. AKM adalah detak jantung dari Asesmen Nasional, sebuah alat diagnostik yang dirancang bukan untuk menghakimi, melainkan untuk memperbaiki. Ia adalah kompas yang mengarahkan sistem pendidikan Indonesia untuk berlayar dari lautan hafalan konten menuju samudra penguasaan kompetensi.

Dengan fokus pada literasi dan numerasi, AKM menegaskan bahwa tujuan utama pendidikan bukanlah sekadar mengetahui banyak hal, tetapi mampu menggunakan pengetahuan tersebut untuk berpikir, bernalar, dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata. Ia mendorong sebuah ekosistem di mana refleksi, perbaikan berkelanjutan, dan kolaborasi menjadi budaya utama di setiap satuan pendidikan.

Pada akhirnya, Asesmen Kompetensi Minimum merupakan sebuah investasi jangka panjang bagi sumber daya manusia Indonesia. Ia adalah upaya sistematis untuk memastikan bahwa setiap anak bangsa, terlepas dari latar belakangnya, dibekali dengan fondasi kompetensi yang kokoh untuk menghadapi tantangan zaman, berkontribusi secara positif bagi masyarakat, dan mewujudkan potensi terbaik mereka.

🏠 Homepage