Ilustrasi Tangan Menggenggam dan Melepas Sebuah visualisasi konseptual mengenai kekuasaan Allah untuk menggenggam (menahan) dan melapangkan (memberi). Genggaman

Al-Qabidh (Yang Maha Menggenggam)

Salah satu dari 99 Asmaul Husna, nama-nama terindah Allah SWT.

Di antara nama-nama Allah yang agung, terdapat Al-Qabidh (القَابِضُ). Nama ini menempati urutan ke-25 dalam susunan Asmaul Husna yang paling umum dikenal. Makna mendalam dari Al-Qabidh adalah "Yang Maha Menggenggam", "Yang Maha Menyempitkan", atau "Yang Maha Menahan".

Memahami Asmaul Husna ini bukan hanya sekadar menghafal lafadznya, tetapi merenungkan implikasi kekuasaan Allah dalam kehidupan kita sehari-hari. Al-Qabidh menegaskan bahwa Allah adalah Zat yang memiliki otoritas mutlak untuk menahan, membatasi, atau menyempitkan rezeki, kehidupan, atau urusan apa pun di alam semesta ini.

Makna Filosofis dari Al-Qabidh

Konsep "menggenggam" dalam konteks Ilahi jauh melampaui pemahaman manusiawi kita. Jika tangan manusia menggenggam, ia pasti akan lelah dan perlu melepaskan. Namun, genggaman Allah adalah abadi dan penuh kebijaksanaan. Dalam terminologi tauhid, Al-Qabidh seringkali berpasangan dengan Asmaul Husna lainnya, yaitu Al-Basith (Yang Maha Melapangkan).

Al-Qabidh menunjukkan sisi kekuatan (Jalal) Allah. Dialah yang menahan jiwa saat ajal tiba, Dialah yang menyempitkan rezeki bagi hamba-Nya yang berbuat durhaka atau yang melampaui batas, sebagai bentuk peringatan dan ujian. Ketika seseorang merasa rezekinya seret, atau ketika suatu musibah datang dan "menggenggam" kebebasan serta kenikmatan, sesungguhnya itu adalah manifestasi dari sifat Al-Qabidh yang sedang bekerja sesuai kehendak-Nya.

Penyempitan ini bukan tanpa tujuan. Kadang Allah menggenggam kenikmatan duniawi agar hamba-Nya kembali fokus mencari kenikmatan hakiki di akhirat. Kadang Allah menahan pertolongan sesaat agar hati kita semakin bergantung total hanya kepada-Nya, bukan kepada sarana atau usaha yang kita miliki.

Konteks dalam Al-Qur'an dan Hadis

Lafadz yang secara eksplisit mengandung makna Al-Qabidh (kata kerja) sering ditemukan dalam Al-Qur'an. Misalnya, Allah SWT berfirman tentang kekuasaan-Nya atas harta dan jiwa:

{وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ}

Artinya: "Allah menahan (rezeki) dan melapangkan (rezeki), dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (QS. Al-Baqarah: 245)

Ayat ini menegaskan bahwa siklus memberi (Basith) dan menahan (Qabidh) sepenuhnya berada dalam kendali-Nya. Keduanya adalah bagian integral dari mekanisme pengaturan alam semesta. Tidak ada satu pun makhluk yang bisa menghalangi atau memaksa Allah untuk melepaskan apa yang telah Dia genggam, dan tidak ada yang bisa menahan apa yang telah Dia lepaskan.

Sikap Seorang Mukmin terhadap Al-Qabidh

Pengenalan terhadap sifat Al-Qabidh mengajarkan seorang Muslim untuk senantiasa bersikap tawadhu (rendah hati) dan selalu waspada. Ketika Allah meluaskan rezeki, seorang mukmin harus ingat bahwa kelapangan itu bisa saja ditahan sewaktu-waktu. Oleh karena itu, harta yang dimiliki harus digunakan untuk ketaatan dan dibagikan sebagai investasi akhirat.

Sebaliknya, ketika menghadapi kesulitan atau kesempitan hidup, seorang mukmin wajib bersabar dan berprasangka baik (Husnudzan). Kesempitan itu adalah genggaman kasih sayang yang bertujuan membersihkan dosa atau meningkatkan derajat. Dalam situasi sulit, seorang hamba didorong untuk lebih sering berdoa memohon pertolongan, mengakui bahwa tidak ada yang mampu melonggarkan genggaman Allah kecuali Dia sendiri.

Al-Qabidh adalah pengingat bahwa kendali sejati atas semua realitas—baik itu kesehatan, kekayaan, kemudahan, maupun kesulitan—hanyalah milik Allah. Mengimani nama ini menumbuhkan ketenangan batin karena kita tahu bahwa di balik setiap penahanan, ada hikmah besar yang pasti akan terungkap pada waktunya, ketika Allah memutuskan untuk melepaskan genggaman-Nya.

🏠 Homepage