Allah Maha Kekal: Mengagumi Asmaul Husna

Dalam lautan eksistensi yang penuh perubahan dan kefanaan, keyakinan akan adanya Dzat yang Maha Kekal menjadi jangkar bagi jiwa manusia. Dialah Allah SWT, Sang Pencipta yang keberadaan-Nya tidak bergantung pada waktu atau ruang. Keabadian ini termanifestasi sempurna dalam nama-nama-Nya yang terindah, Asmaul Husna. Memahami Asmaul Husna bukan sekadar menghafal, melainkan meresapi hakikat ketuhanan yang abadi dan tak terbatas.

Kekal & Tak Terbatas

Ilustrasi: Konsep Keabadian

Al-Awwal dan Al-Akhir: Awal dan Akhir yang Mutlak

Dua nama agung yang secara eksplisit menegaskan keabadian Allah adalah Al-Awwal (Yang Maha Awal) dan Al-Akhir (Yang Maha Akhir). Al-Awwal berarti Dialah yang tidak didahului oleh ketiadaan; tidak ada sesuatu pun yang mendahului keberadaan-Nya. Sementara itu, Al-Akhir menegaskan bahwa setelah segala sesuatu lenyap, hanya Dia yang akan tetap ada. Semua ciptaan, mulai dari bintang terjauh hingga atom terkecil, memiliki permulaan dan akhir yang telah ditentukan. Namun, Allah senantiasa mendahului setiap awal dan melampaui setiap akhir.

Kekekalan ini memberikan rasa aman yang mendalam. Ketika kita menghadapi ujian hidup yang terasa tak berkesudahan, kita teringat bahwa Pengatur alam semesta ini adalah Al-Baqi (Yang Maha Kekal). Keputusan-Nya adalah permanen dalam keadilan dan kebijaksanaan-Nya. Ini kontras dengan segala sesuatu di dunia yang sifatnya sementara; kekuasaan manusia akan pudar, kekayaan akan habis, dan bahkan tubuh kita akan mengalami perubahan. Hanya sifat-sifat Allah yang tidak pernah berubah kualitasnya.

Al-Hayy dan Al-Qayyum: Hidup yang Mandiri dan Mengurusi Segala Sesuatu

Asmaul Husna yang paling fundamental dalam konteks kehidupan adalah Al-Hayy (Yang Maha Hidup) dan Al-Qayyum (Yang Maha Berdiri Sendiri/Mengurusi Segala Sesuatu). Al-Hayy menunjukkan bahwa kehidupan Allah adalah esensi murni; Dia tidak pernah tidur, tidak pernah lemah, dan tidak pernah mati. Hidup-Nya adalah sumber dari segala kehidupan. Jika sumber kehidupan itu sendiri fana, niscaya seluruh alam semesta akan musnah.

Keterkaitan antara Al-Hayy dan Al-Qayyum sangat erat. Karena Dialah yang Hidup (Al-Hayy), maka Dia mampu mengurus segala sesuatu tanpa bantuan (Al-Qayyum). Dia memelihara langit dan bumi, dan tidak merasakan kelelahan sedikit pun dalam mengelola miliaran urusan kosmik secara simultan. Ketika kita berdoa dengan memanggil kedua nama ini (seperti dalam ayat Kursi), kita memohon kepada Sumber Kehidupan yang tidak pernah padam dan Penopang segala realitas yang tidak pernah goyah.

Implikasi Iman kepada Keabadian Allah

Merenungkan bahwa Allah Maha Kekal memberikan beberapa pelajaran penting dalam menjalani kehidupan fana ini. Pertama, motivasi untuk beramal saleh menjadi lebih kuat. Karena semua amal perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Dzat yang tidak pernah melupakan (Al-Hafizh) dan keberadaan-Nya abadi, maka orientasi kita seharusnya tertuju pada akhirat yang kekal, bukan kesenangan duniawi yang cepat berlalu.

Kedua, muncul ketenangan batin yang luar biasa. Ketika kita menghadapi kesedihan atau kegagalan, kita tahu bahwa satu-satunya entitas yang tidak akan pernah meninggalkan kita adalah Allah. Dia adalah Al-Wali (Pelindung) yang keberadaannya kekal di sisi kita, asalkan kita senantiasa taat.

Ketiga, menumbuhkan rasa syukur yang mendalam. Keabadian Allah adalah jaminan bahwa segala bentuk kasih sayang, pengampunan, dan rahmat-Nya (Ar-Rahman, Ar-Rahim) juga kekal dan tidak terbatas. Tidak ada batas bagi kemurahan-Nya, karena sifat-sifat-Nya mengikuti hakikat Dzat-Nya yang abadi. Oleh karena itu, marilah kita terus memuji-Nya melalui Asmaul Husna, mengakui keagungan-Nya sebagai Al-Awwal, Al-Akhir, Al-Hayy, dan Al-Qayyum.

🏠 Homepage