Keyakinan bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Mengatur (Al-Mudabbir) adalah inti dari ajaran tauhid dalam Islam. Alam semesta, dengan segala kompleksitas dan keteraturannya yang menakjubkan, tidak berjalan secara kebetulan. Setiap atom, setiap perputaran planet, setiap napas kehidupan, semuanya berada dalam genggaman dan rencana sempurna-Nya. Memahami konsep ini membawa ketenangan batin dan menguatkan tawakal kita.
Ketika kita merenungkan betapa luasnya alam semesta dan betapa detailnya hukum fisika yang mengaturnya, kita dipaksa untuk mengakui adanya Pengatur Agung. Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak hanya menciptakan, tetapi juga terus-menerus memelihara dan mengatur semua urusan makhluk-Nya. Pengaturan ini mencakup segala hal, mulai dari hukum gravitasi hingga rezeki yang diterima setiap individu.
Banyak orang merasa cemas karena merasa kehilangan kendali atas hidup mereka. Namun, iman yang kuat mengajarkan bahwa kendali sesungguhnya berada di tangan Yang Maha Kuasa. Tugas kita adalah berusaha semaksimal mungkin (ikhtiar), kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawakal). Kenyataan bahwa segala sesuatu terjadi atas izin dan pengaturan-Nya menghilangkan beban kekhawatiran yang tidak perlu, karena kita tahu bahwa di balik setiap peristiwa, terdapat hikmah yang mungkin belum kita pahami.
Asmaul Husna, yaitu 99 nama indah Allah, adalah cara terbaik untuk mengenal hakikat keagungan-Nya sebagai Pengatur. Beberapa nama ini secara eksplisit menyoroti sifat-Nya dalam mengatur urusan dunia dan akhirat:
Mempelajari Asmaul Husna bukan sekadar menghafal lafal, tetapi menghayati makna yang terkandung di dalamnya. Ketika kita memanggil-Nya dengan sebutan Al-Mudabbir (Maha Pengatur), kita mengakui bahwa tidak ada satu pun peristiwa yang luput dari pengawasan dan rencana-Nya.
Seringkali, pengaturan Allah tampak tidak sesuai dengan harapan kita. Hari ini lancar, besok penuh rintangan. Inilah ujian iman. Seorang yang beriman memahami bahwa pengaturan Allah terkadang berbentuk penundaan (delay) atau penggantian (substitution) dari apa yang kita minta, karena hal tersebut lebih baik bagi tujuan akhir kita.
Sebagai contoh, ketika seseorang berusaha keras tetapi usahanya gagal, dari sudut pandang manusia ini adalah kegagalan. Namun, dari perspektif keimanan, kegagalan itu mungkin adalah penjagaan agar ia terhindar dari keburukan yang menyertainya, atau mungkin menjadi titik balik yang membawanya kepada rezeki yang lebih besar di waktu yang tepat. Allah mengatur waktu terbaik (timing) bagi setiap makhluk-Nya.
Kepatuhan kita terletak pada penerimaan bahwa pengaturan terbaik datang dari Zat Yang Maha Tahu segalanya (Al-'Alim) dan Maha Kuasa atas segala sesuatu (Al-Qadir). Kerelaan kita menerima ketetapan-Nya adalah bentuk tertinggi dari ibadah. Ini adalah kedewasaan spiritual yang menyadari bahwa rencana makhluk sekecil apapun tidak mungkin menandingi skema agung Sang Pencipta.
Menginternalisasi keyakinan bahwa Allah Maha Mengatur membawa dampak signifikan pada perilaku dan mentalitas kita. Pertama, ia mendorong kita untuk lebih giat berikhtiar, karena kita tahu bahwa usaha kita adalah bagian dari mekanisme pengaturan-Nya. Kedua, ia mengurangi stres dan kecemasan, sebab kita melepaskan tanggung jawab penuh atas hasil akhir kepada Allah. Ketiga, ia menumbuhkan rasa syukur (syukur) yang mendalam, baik dalam kelapangan maupun kesempitan, karena kita yakin bahwa keduanya adalah bagian dari takdir yang telah diatur dengan sempurna.
Dengan merenungi keindahan dan kekuatan Asmaul Husna, terutama sifat-sifat yang berkaitan dengan kekuasaan dan pengaturan-Nya, hati kita menjadi tenteram. Dunia ini adalah panggung sandiwara yang naskahnya telah ditulis oleh Sutradara Agung, Allah SWT. Tugas kita hanyalah memainkan peran sebaik mungkin sambil terus memuji kebesaran-Nya.