Visualisasi hubungan antara kata, proposisi, dan kebenaran.
Karya Aristoteles, De Interpretatione (Tentang Interpretasi), adalah salah satu teks fundamental dalam sejarah logika Barat. Teks ini merupakan sekuel dari Categories, dan secara khusus membahas bagaimana bahasa—khususnya ujaran yang bermakna—berkaitan dengan pikiran dan realitas. Jika Categories fokus pada hal-hal yang ada (substansi dan aksiden), maka De Interpretatione bergeser ke ranah ujaran atau pernyataan yang dapat dinilai benar atau salah.
Aristoteles memperkenalkan konsep bahwa ucapan adalah simbol dari pengalaman mental, sementara pengalaman mental adalah gambaran dari hal-hal yang ada di dunia. Oleh karena itu, ucapan secara langsung terkait dengan kebenaran atau kesalahan, sebuah gagasan yang menjadi tulang punggung dalam pengembangan silogistik selanjutnya. Dalam teks ini, Aristoteles berusaha menetapkan dasar-dasar semantik dan epistemologis dari klaim yang kita buat.
Inti utama dari De Interpretatione adalah analisis terhadap apa yang Aristoteles sebut sebagai logos apophantikos, yaitu ucapan deklaratif atau proposisi yang dapat membawa nilai kebenaran (true or false). Ia membedakan proposisi ini dari jenis ucapan lain seperti seruan, pertanyaan, atau perintah, yang mana ketiganya tidak dapat dinilai benar atau salah.
Aristoteles mendefinisikan proposisi kategoris sebagai klaim yang terdiri dari subjek dan predikat. Proposisi yang paling sederhana adalah yang menghubungkan satu hal dengan hal lain, seperti "Socrates adalah manusia" atau "Semua manusia adalah fana." Kontribusi besar di sini adalah pemetaan sistematis mengenai bagaimana kuantitas (universal, partikular) dan kualitas (afirmatif, negatif) dari proposisi memengaruhi hubungan antar proposisinya. Meskipun diagram persegi oposisi (Square of Opposition) dikembangkan lebih lanjut oleh para penerusnya, fondasi hubungan kontradiksi, kontrari, dan subkontrari telah diletakkan di sini.
Salah satu bagian paling terkenal dan diperdebatkan dari De Interpretatione terletak pada Bab 9, di mana Aristoteles membahas tentang 'kemungkinan masa depan' (future contingents). Ia menghadapi dilema logis yang mendalam:
Jika salah satu dari dua opsi di atas benar, maka semua hal terjadi karena keharusan (necessity), yang meniadakan kebebasan memilih (free will) dan elemen keacakan dalam peristiwa mendatang. Aristoteles berargumen bahwa untuk peristiwa yang mungkin terjadi atau tidak terjadi (kontingen), proposisi mengenai masa depan belum memiliki nilai kebenaran yang pasti saat ini. Mereka tidak sepenuhnya benar, juga tidak sepenuhnya salah; mereka berada dalam keadaan ambigu yang terbuka terhadap kemungkinan. Pendekatan ini menunjukkan upaya Aristoteles untuk mempertahankan adanya kebebasan dan indeterminasi di dunia, meskipun menghadapi tekanan formal dari sistem logikanya sendiri.
De Interpretatione menegaskan bahwa logika tidak hanya sekadar permainan kata-kata; ia adalah studi tentang bagaimana bahasa, ketika digunakan dengan benar, mencerminkan struktur mendasar dari keberadaan dan pemikiran yang valid. Dengan membedah struktur kalimat deklaratif, Aristoteles menyediakan alat analitis yang memungkinkan filsuf, ahli bahasa, dan ilmuwan untuk menguji koherensi argumen mereka. Warisannya terasa hingga saat ini dalam logika modern, filsafat bahasa, dan bahkan dalam desain bahasa pemrograman yang menuntut ketepatan biner (benar/salah) untuk pemrosesan informasi. Teks ini adalah jembatan penting antara metafisika dan metodologi penalaran.