Ketika kita membahas sejarah pemikiran ekonomi, nama-nama seperti Adam Smith atau Karl Marx seringkali mendominasi narasi. Namun, akar dari ilmu ekonomi—atau setidaknya refleksi awal mengenai manajemen rumah tangga dan kekayaan—dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani Kuno, khususnya melalui pemikiran filsuf besar, Aristoteles. Kontribusi Aristoteles terhadap pemikiran ekonomi, meskipun tidak terstruktur dalam kerangka ilmu ekonomi modern, sangat fundamental dalam membedakan antara penggunaan kekayaan yang alami dan yang tidak alami.
Aristoteles, dalam karyanya yang terkenal seperti "Politika" dan "Etika Nikomakea", sering membahas konsep 'oikonomia'. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, gabungan dari 'oikos' (rumah tangga) dan 'nomos' (hukum atau manajemen). Bagi Aristoteles, oikonomia pada dasarnya adalah seni atau ilmu mengelola rumah tangga secara bijaksana agar kebutuhan dasar keluarga dapat terpenuhi demi mencapai kehidupan yang baik (eudaimonia). Manajemen yang benar ini berfokus pada produksi dan akumulasi barang yang diperlukan untuk keberlangsungan hidup dan komunitas (polis).
Dalam pandangan Aristoteles, tujuan utama kegiatan ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan domestik, bukan akumulasi kekayaan tanpa batas. Ini adalah konsep yang sangat berbeda dengan pandangan ekonomi pasar modern yang cenderung mendorong pertumbuhan tak terbatas. Fokusnya adalah pada kecukupan dan kemandirian rumah tangga.
Hal yang paling signifikan dari pemikiran Aristoteles adalah pemisahan tegas antara dua jenis kegiatan ekonomi. Ia memperkenalkan istilah krēmatistikē, yang berarti seni mencari kekayaan, seringkali melalui perdagangan dan pertukaran yang melampaui kebutuhan alami. Krēmatistikē berfokus pada akumulasi uang (numisma) sebagai tujuan akhir itu sendiri, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan lain.
Aristoteles melihat oikonomia (manajemen rumah tangga) sebagai kegiatan yang alami dan etis, karena tujuannya adalah memproduksi barang untuk konsumsi atau penggunaan. Sebaliknya, krēmatistikē (seni mencari keuntungan) dianggapnya tidak alami dan seringkali tidak bermoral jika tidak terkendali. Ketika uang menjadi tujuan utama, bukan sekadar alat tukar, maka kegiatan tersebut dianggap menyimpang dari tujuan moral dan sosial.
Pandangan Aristoteles mengenai bunga pinjaman (usury) sangat berpengaruh dalam sejarah pemikiran Barat selama berabad-abad. Ia mengkritik keras praktik meminjamkan uang dengan imbalan bunga. Alasannya sederhana dan logis dalam konteks filosofisnya: uang (numisma) diciptakan sebagai alat tukar untuk barang-barang riil (misalnya, gandum atau sepatu). Uang itu sendiri steril; uang tidak bisa "melahirkan" uang lain secara alami.
Meminta bunga berarti membuat uang bekerja untuk menghasilkan lebih banyak uang tanpa adanya penciptaan nilai riil atau penggunaan barang fisik. Aristoteles menyebut uang yang menghasilkan uang melalui bunga sebagai "uang yang steril" (money that is barren). Oleh karena itu, praktik ini dianggap tidak alami dan cenderung eksploitatif terhadap peminjam, karena ia mengeksploitasi kebutuhan orang lain alih-alih membantu pencapaian kehidupan yang baik.
Meskipun sering disalahpahami, Aristoteles membela kepemilikan pribadi, berbeda dengan pandangan Plato yang cenderung komunal dalam "Republik"-nya. Aristoteles berpendapat bahwa kepemilikan pribadi mendorong efisiensi dan tanggung jawab. Orang cenderung lebih merawat apa yang mereka miliki sendiri. Namun, ia menekankan bahwa kepemilikan harus digunakan secara bermurah hati dan untuk tujuan sosial. Kekayaan yang dikumpulkan melalui krēmatistikē yang berlebihan harus dikembalikan melalui kemurahan hati (philanthropia) untuk mendukung kehidupan yang baik dalam komunitas.
Secara keseluruhan, kontribusi Aristoteles pada Aristoteles ekonomi adalah fondasi etika bagi kegiatan ekonomi. Ia memaksa kita untuk selalu bertanya: Apa tujuan dari pengumpulan kekayaan ini? Jika tujuannya adalah akumulasi tanpa akhir demi keuntungan itu sendiri, maka hal itu cacat secara moral dan sosial. Jika tujuannya adalah manajemen yang bijaksana untuk mendukung kehidupan yang bermartabat dalam komunitas, maka itu adalah oikonomia yang sejati. Pemikiran ini menjadi dasar penting yang kemudian ditelaah dan diperdebatkan oleh para pemikir abad pertengahan hingga munculnya ekonomi politik modern.