Dalam jagat wiracarita Mahabharata, kisah percintaan dan kesetiaan antara Arjuna, sang ksatria Panjawa yang mahir memanah, dengan Subadra, adik dari Krishna, selalu menjadi sorotan utama. Kisah mereka bukan sekadar romansa biasa, melainkan sebuah jalinan takdir yang menguji kesabaran, keberanian, dan kebijaksanaan. Arjuna dikenal sebagai salah satu manusia terhebat yang pernah ada, dengan ketampanan yang memukau dan keahlian memanah yang tak tertandingi. Sementara itu, Subadra dikenal karena kecantikan, kecerdasan, dan kesetiaannya yang mendalam.
Pertemuan takdir kedua insan ini terjadi dalam latar belakang politik dan spiritual yang kompleks di Dwarka, kerajaan para Yadawa. Arjuna, yang saat itu sedang dalam masa pengasingan atau menjalankan tugas tertentu, singgah di wilayah tersebut. Kehadirannya disambut hangat oleh Balarama, kakak Subadra, dan juga Krishna, pamannya sekaligus sahabat karib Arjuna.
Representasi simbolis pertemuan Arjuna dan Subadra.
Proses pernikahan Arjuna dan Subadra tidaklah mulus seperti yang diharapkan oleh semua pihak. Balarama, sang kakak, memiliki preferensi agar Subadra dinikahkan dengan Duryodhana, putra tertua Kurawa, demi menjaga hubungan politik. Namun, Krishna, yang memahami keagungan takdir Arjuna, memiliki rencana berbeda. Ia tahu bahwa Arjuna adalah pasangan yang paling layak untuk Subadra.
Krishna kemudian menyusun strategi cemerlang. Ia meyakinkan Arjuna untuk datang ke Dwarka. Sesuai dengan adat yang berlaku, pemuda itu harus "menculik" atau membawa Subadra pergi untuk menegaskan niatnya, sebuah praktik yang umum di kalangan kesatria tertentu. Arjuna, dengan restu diam-diam dari Krishna, melaksanakan niat tersebut. Ia membawa Subadra pergi dengan kereta dari Dwarka.
Ketika Balarama mengetahui hal ini, ia marah besar karena merasa dipermalukan. Namun, Krishna dengan bijak meredam amarah kakaknya. Krishna mengingatkan Balarama tentang kehebatan Arjuna sebagai kesatria terbaik Hastinapura dan ikatan persaudaraan mereka. Pada akhirnya, Balarama luluh, menyadari bahwa Arjuna adalah pilihan terbaik, dan pernikahan pun disahkan secara megah.
Dari pernikahan yang penuh makna ini, lahirlah seorang putra yang kelak menjadi salah satu pejuang terbesar di medan Kurukshetra, yaitu Abhimanyu. Subadra mendidik putranya dengan nilai-nilai kepahlawanan dan kesatriaan, mencerminkan didikan dari keluarga bangsawan dan bangsawan Hastinapura. Abhimanyu mewarisi ketampanan dan keberanian ayahnya, serta kecerdasan ibunya.
Kisah Arjuna dan Subadra juga menyoroti pentingnya peran istri dalam mendukung seorang pahlawan. Meskipun Arjuna sering kali terlibat dalam perang dan tugas kenegaraan, fondasi emosional dan spiritual yang dibangunnya bersama Subadra memberinya kekuatan untuk menghadapi tantangan terbesar dalam hidupnya, termasuk menghadapi saudara-saudaranya sendiri dalam perang besar. Subadra adalah pilar kesabaran dan pengorbanan, memastikan garis keturunan Pandawa tetap kokoh melalui putranya.
Hubungan mereka melambangkan harmoni antara Dharma (kewajiban) dan Kama (keinginan yang diatur). Meskipun awalnya terdapat hambatan politik dan perbedaan pandangan, cinta mereka tumbuh di atas dasar penghormatan timbal balik dan penerimaan takdir ilahi yang telah digariskan oleh Krishna. Kisah ini kekal sebagai simbol kesetiaan yang mengatasi rintangan duniawi.