Ilustrasi keteraturan dalam penyampaian syair keagungan Ilahi.
Asmaul Husna adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada 99 nama terindah dan mulia milik Allah SWT. Setiap nama mengandung sifat, atribut, dan kesempurnaan Tuhan semesta alam. Memahami, menghayati, dan mengamalkan makna di balik nama-nama ini adalah inti dari ibadah seorang muslim.
Sementara itu, **Nadhom** secara bahasa berarti keteraturan, barisan, atau susunan. Dalam konteks keilmuan Islam, nadhom merujuk pada bentuk syair atau puisi yang digunakan untuk mempermudah penghafalan teks-teks penting, seperti matan (teks dasar) kitab, kaidah nahwu, atau dalam hal ini, Asmaul Husna. Tujuannya adalah mengubah teks prosa yang mungkin sulit diingat menjadi bait-bait berirama yang mudah diulang-ulang.
Arti Nadhom Asmaul Husna adalah penyusunan atau penulisan 99 nama Allah SWT ke dalam bentuk bait-bait syair yang memiliki rima dan irama tertentu. Syair ini diciptakan oleh para ulama terdahulu agar para penuntut ilmu dapat dengan cepat menghafal seluruh Asmaul Husna beserta makna ringkas atau terjemahannya dalam bahasa yang mereka pahami.
Misalnya, ketika kita menghafal Al-Fatihah dalam bentuk nazam, kita akan menemukan bait seperti: "Alif lam mim, satu ayatnya terbilang...". Hal serupa diterapkan pada Asmaul Husna, di mana setiap bait akan memuat beberapa nama Allah secara berurutan. Struktur yang teratur inilah yang disebut nadhom.
Penyusunan Asmaul Husna ke dalam bentuk nadhom memiliki beberapa fungsi krusial dalam tradisi pembelajaran Islam, khususnya di pesantren-pesantren tradisional:
Untuk memahami konsep ini, bayangkan bagaimana nadhom Asmaul Husna dimulai. Dalam beberapa versi nadhom (yang seringkali ditulis dalam bahasa Arab dengan pola tertentu), nama-nama tersebut dirangkai. Misalnya, bait pertama mungkin mencakup nama-nama yang menunjukkan keesaan dan kebesaran awal, seperti Ar-Rahman (Maha Pengasih), Ar-Rahim (Maha Penyayang), Al-Malik (Raja), dan Al-Quddus (Maha Suci).
Jika kita melihat nadhom yang diterjemahkan atau ditulis dalam bahasa Indonesia sederhana, kita akan menemukan bait yang berbunyi: "Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Malik, Al-Quddus, As-Salam, Al-Mukmin, Al-Muhaimin..." dan seterusnya, disusun dalam bait yang mudah dinyanyikan atau diucapkan secara berulang.
Keindahan sesungguhnya terletak pada pemahaman mendalam setelah proses penghafalan selesai. Setelah nama-nama tersebut terpatri dalam memori melalui nadhom, seorang muslim kemudian ditantang untuk merenungkan: Apa artinya bagi saya bahwa Allah adalah Al-Ghaffar (Maha Pengampun)? Bagaimana saya harus bersikap ketika saya mengingat bahwa Dia adalah Al-Qahhar (Maha Menundukkan)?
Meskipun nadhom adalah alat yang luar biasa untuk menghafal 99 nama, tujuannya tidak berhenti di sana. Tujuan akhir dari mempelajari Asmaul Husna, baik melalui hafalan biasa maupun melalui nadhom, adalah tafaqquh fid-din (memahami agama secara mendalam) dan meningkatkan rasa takut (khauf) serta harapan (raja') kepada Allah SWT.
Dengan mengenal-Nya melalui nama-nama-Nya yang indah, seorang mukmin dapat menjadikan setiap nama sebagai pengingat spiritual. Misalnya, saat menghadapi kesulitan, ia mengingat Al-Wakeel (Yang Maha Memelihara), yang mendorongnya untuk bertawakal. Ketika ia melihat ketidakadilan, ia teringat Al-Hakam (Yang Maha Menetapkan Keputusan), yang menenangkan hatinya bahwa keadilan mutlak milik Allah.
Jadi, arti nadhom Asmaul Husna adalah jembatan metodologis yang memudahkan kita mencapai tujuan spiritual tertinggi: mengenal Allah SWT seoptimal mungkin melalui sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna, yang terangkum indah dalam rangkaian syair yang teratur.