Simbol-simbol yang sering diasosiasikan dengan gaya artistik dan filosofi Virgil Abloh.
Nama Virgil Abloh bukan sekadar sinonim dengan revolusi dalam dunia mode, namun juga menjadi mercusuar yang menerangi persimpangan dinamis antara seni visual, desain grafis, arsitektur, musik, dan budaya jalanan. Melalui berbagai karya seninya, Abloh tidak hanya menciptakan objek-objek estetis, tetapi juga membangun narasi yang kuat, menantang persepsi konvensional, dan mendorong dialog tentang identitas, konsumerisme, serta makna di balik objek sehari-hari. Karyanya adalah sebuah manifesto visual yang membuktikan bahwa batasan antara disiplin kreatif dapat dan seharusnya diruntuhkan.
Inti dari setiap artwork Virgil Abloh adalah pendekatannya yang sangat konseptual. Ia sering mengambil objek yang sudah ada atau elemen-elemen budaya populer, lalu mentransformasikannya melalui sentuhan desainnya yang khas. Teknik dekonstruksi dan rekonstruksi menjadi ciri utama, di mana ia membongkar bentuk-bentuk familiar untuk kemudian menyusunnya kembali dengan cara yang baru dan mengejutkan. Ini terlihat jelas dalam karyanya di bidang mode, di mana ia sering menggunakan "kutipan" visual—seperti tanda kutip, panah, atau siluet manusia yang terdistorsi—yang menjadi bahasa visualnya yang unik.
Salah satu elemen paling ikonik dari gaya visualnya adalah penggunaan tanda kutip. Abloh menggunakan tanda kutip untuk mempertanyakan makna literal dari sebuah objek atau konsep, mengundang audiens untuk melihatnya dari perspektif yang berbeda. Apakah itu sebuah kursi, sebuah kaos, atau sebuah karya seni, tanda kutipnya berfungsi sebagai pengingat bahwa makna sering kali bersifat subjektif dan dapat dinegosiasikan ulang. Pendekatan ini mencerminkan cara berpikirnya yang post-modern, yang merangkul ambiguitas dan multi-interpretasi.
Simbol lain yang sering muncul dalam artwork Virgil Abloh adalah kaca pembesar. Kaca pembesar ini melambangkan keinginannya untuk memeriksa dan menganalisis objek serta fenomena budaya dengan lebih cermat. Ia mendorong kita untuk tidak hanya melihat permukaan, tetapi juga menggali lebih dalam makna, konteks, dan implikasi yang tersembunyi. Kaca pembesar menjadi metafora untuk proses kreatifnya sendiri—sebuah upaya untuk mendekonstruksi, memahami, dan kemudian membangun kembali dengan pemahaman yang lebih mendalam.
"The product is the narrative. The narrative is the product."
Pernyataan ini merangkum filosofi Abloh bahwa setiap karya yang ia ciptakan adalah bagian dari narasi yang lebih besar. Dalam pandangannya, objek seni, pakaian, atau bahkan sebuah pameran, semuanya adalah media untuk bercerita dan membangun koneksi dengan audiensnya. Ia melihat seni bukan sebagai entitas terisolasi, tetapi sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan percakapan budaya.
Abloh juga dikenal karena kemampuannya yang luar biasa dalam berkolaborasi. Kolaborasi baginya bukan sekadar proyek bersama, melainkan sebuah bentuk seni tersendiri. Ia mampu menyatukan dunia yang berbeda—mode mewah dengan merek olahraga, seni kontemporer dengan kerajinan tradisional, arsitektur monumental dengan objek sehari-hari. Melalui kolaborasi ini, ia memperluas jangkauan dan pengaruh seninya, menciptakan dialog lintas disiplin yang kaya dan seringkali tak terduga. Karyanya bersama seniman lain, desainer, dan bahkan perusahaan-perusahaan besar membuktikan visinya yang inklusif dan kemampuannya untuk menemukan kesamaan di tengah keberagaman.
Meskipun Virgil Abloh telah berpulang, warisan artwork Virgil Abloh terus bergema. Karyanya telah membuka jalan bagi generasi baru seniman dan desainer untuk berpikir di luar kotak, menantang konvensi, dan menggunakan seni sebagai alat untuk refleksi sosial dan pribadi. Ia mengajarkan kepada kita bahwa seni dapat ditemukan di mana saja, dan bahwa setiap objek memiliki potensi untuk menceritakan sebuah kisah. Keberaniannya untuk bereksperimen, visinya yang futuristik, dan dedikasinya untuk memberdayakan komunitas membuatnya menjadi figur yang tak tergantikan dalam lanskap seni dan budaya kontemporer.
Setiap karya yang lahir dari tangannya adalah undangan untuk melihat dunia dengan mata yang baru, untuk mempertanyakan apa yang kita anggap biasa, dan untuk merayakan kekuatan kreativitas yang tak terbatas. Virgil Abloh membuktikan bahwa seni bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang ide, tentang koneksi, dan tentang meninggalkan jejak yang berarti.