Banyak orang menganggap asam lambung (Penyakit Asam Lambung atau GERD) dan asma adalah dua kondisi kesehatan yang terpisah. Namun, penelitian medis modern menunjukkan adanya hubungan signifikan dan seringkali tersembunyi antara keduanya. Bagi sebagian penderita, mengelola gejala asam lambung bisa menjadi kunci untuk mendapatkan kontrol yang lebih baik atas serangan asma mereka.
GERD terjadi ketika asam lambung secara rutin naik kembali ke kerongkongan (esofagus). Pada banyak kasus, asam ini bisa naik lebih tinggi lagi hingga mencapai tenggorokan dan, dalam kasus yang lebih parah, bahkan terhirup (aspirasi mikro) ke saluran pernapasan dan paru-paru.
Mekanisme ini dikenal sebagai Refluks Ekstrapulmoner atau hubungan gastroesofageal-bronkial. Ketika asam mencapai saluran udara, ia memicu iritasi, peradangan, dan refleks batuk yang dapat memperburuk kondisi asma yang sudah ada.
Tidak semua penderita asma mengalami gejala yang sama. Bagi mereka yang asam lambungnya menjadi pemicu, gejalanya mungkin sedikit berbeda atau tidak responsif terhadap obat asma biasa:
Perlu ditekankan bahwa refluks asam sering kali menyebabkan gejala asma tanpa disertai sensasi mulas atau nyeri ulu hati yang khas. Ini membuat diagnosis menjadi lebih rumit, karena penderita mungkin hanya mengeluhkan masalah pernapasannya saja.
Kunci utama dalam hubungan ini adalah Sfinkter Esofagus Bawah (LES). LES adalah katup otot yang berfungsi mencegah isi lambung kembali ke kerongkongan. Pada penderita GERD, LES ini melemah atau terbuka secara tidak tepat. Pelemahan LES tidak hanya membiarkan asam naik ke kerongkongan tetapi juga rentan terhadap peningkatan tekanan intra-abdomen (misalnya saat batuk atau membungkuk), yang semakin memfasilitasi refluks menuju saluran napas atas.
Mengobati asma tanpa memperhatikan GERD seringkali memberikan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu, manajemen terpadu sangat penting. Langkah-langkah berikut dapat membantu mengelola kedua kondisi ini:
Mengelola asam lambung seringkali dimulai dari modifikasi perilaku. Hindari makanan pemicu umum seperti makanan pedas, berlemak tinggi, cokelat, mint, dan minuman berkarbonasi. Cobalah untuk makan dalam porsi kecil namun sering, dan hindari makan setidaknya 3 jam sebelum tidur. Mengangkat kepala tempat tidur sekitar 15-20 cm juga dapat membantu mencegah refluks malam hari.
Dokter mungkin akan merekomendasikan penggunaan obat penekan asam, seperti penghambat pompa proton (PPIs) atau antagonis reseptor H2. Penggunaan obat ini harus dilakukan di bawah pengawasan medis. Jika terbukti bahwa GERD adalah pemicu utama asma, pengobatan GERD yang efektif dapat mengurangi frekuensi dan keparahan serangan asma.
Jika Anda menderita asma dan sering mengalami gejala pencernaan, atau jika asma Anda sulit dikontrol meskipun sudah menggunakan obat standar, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis. Diagnosis yang tepat memerlukan evaluasi menyeluruh, yang mungkin melibatkan tes fungsi paru, tes pH esofagus, atau endoskopi. Memahami korelasi antara asam lambung dan asma adalah langkah pertama menuju manajemen kesehatan yang lebih efektif dan peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan.