Fiqh Jinayah, sebagai cabang ilmu hukum Islam yang mengatur tindak pidana dan sanksi-sanksinya, memiliki seperangkat asas fundamental yang menjadi pijakan utamanya. Asas-asas ini bukan sekadar aturan normatif, melainkan cerminan dari tujuan syariat Islam yang luhur, yaitu menjaga kemaslahatan manusia, mencegah kerusakan, dan menegakkan keadilan. Memahami asas-asas ini penting bagi setiap muslim, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang hukum atau memiliki kepedulian terhadap keadilan sosial.
Secara umum, asas-asas fiqh jinayah dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori utama. Pertama, adalah asas-asas yang berkaitan dengan kaidah umum penetapan hukum pidana Islam, yang dikenal sebagai ullumul jinayah. Asas ini mencakup prinsip-prinsip yang mendasari mengapa suatu perbuatan dianggap sebagai tindak pidana dan bagaimana sanksi ditentukan.
Sebelum adanya dalil yang melarang atau memerintahkan, suatu perbuatan pada dasarnya dibolehkan (mubah). Ini berarti, suatu perbuatan tidak serta-merta dianggap sebagai tindak pidana hanya karena ada potensi mudharat jika tidak ada nas (teks hukum) yang secara jelas melarangnya atau mengaturnya sebagai kejahatan. Namun, kebolehan ini memiliki batas, yaitu tidak boleh menimbulkan mudharat bagi diri sendiri maupun orang lain. Dalam konteks jinayah, asas ini menunjukkan bahwa penegakan hukum pidana tidak bisa dilakukan secara sembarangan tanpa dasar hukum yang kuat.
Setiap ketentuan pidana dalam Islam senantiasa mempertimbangkan aspek kemaslahatan (manfaat) dan mafsadah (kerusakan). Artinya, hukum pidana dibuat untuk mewujudkan kebaikan dan mencegah keburukan bagi individu maupun masyarakat. Tindakan yang menimbulkan kerusakan besar dan mengganggu ketertiban umum akan dikenakan sanksi, sementara tindakan yang tidak menimbulkan mudharat signifikan mungkin tidak dikategorikan sebagai pidana berat.
Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan bebas. Pembatasan kebebasan, seperti hukuman penjara, hanya dapat dilakukan atas dasar hukum yang sah dan hanya untuk jangka waktu yang ditentukan. Ini adalah fondasi dari prinsip hak asasi manusia dalam Islam, di mana kebebasan individu sangat dijaga dan tidak boleh dilanggar kecuali ada alasan yang dibenarkan syariat.
Selain asas-asas dasar penetapan hukum, terdapat pula asas-asas yang mengarahkan pada bagaimana hukum jinayah itu dilaksanakan secara adil dan efektif.
Nyawa manusia, terutama seorang muslim, adalah sesuatu yang sangat berharga dan dilindungi dalam Islam. Menumpahkan darah tanpa hak adalah dosa besar dan termasuk tindak pidana paling serius. Asas ini menjadi landasan utama mengapa pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan luka serius dikenakan sanksi berat. Tujuannya adalah untuk mencegah pertumpahan darah dan menjaga kehormatan serta jiwa manusia.
Selain jiwa, kehormatan (nasab) dan harta benda juga merupakan hal yang dilindungi syariat. Pencurian, perzinaan, fitnah, dan perbuatan lain yang merusak kehormatan atau merampas harta benda secara batil adalah tindak pidana yang harus dikenakan sanksi. Tujuannya adalah untuk menciptakan masyarakat yang aman, terhormat, dan adil dalam urusan harta.
Fiqh Jinayah tidak hanya berfokus pada penindakan setelah kejahatan terjadi, tetapi juga sangat menekankan pada pencegahan. Berbagai ajaran Islam, seperti pentingnya pendidikan moral, anjuran berbuat baik, larangan mendekati zina, dan perintah amar ma'ruf nahi munkar, semuanya merupakan bagian dari upaya pencegahan tindak pidana.
Hukum pidana Islam berlaku sama bagi semua orang, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau kedudukan. Tidak ada diskriminasi dalam penerapan sanksi. Keadilan dan kesetaraan menjadi prinsip utama dalam setiap proses peradilan jinayah.
Proses hukum jinayah haruslah berorientasi pada penegakan kebenaran dan keadilan. Kesaksian yang jujur, bukti yang kuat, dan pembelaan yang adil adalah bagian dari proses ini. Tuduhan harus didasarkan pada bukti yang meyakinkan, dan hukuman hanya dijatuhkan jika kesalahan terbukti secara syar'i.
Asas-asas fiqh jinayah ini menunjukkan bahwa hukum pidana Islam bukanlah hukum yang represif dan kejam, melainkan hukum yang berlandaskan pada prinsip keadilan, kemaslahatan, dan pencegahan. Tujuannya adalah menciptakan tatanan masyarakat yang harmonis, aman, dan sejahtera, di mana hak-hak dasar setiap individu terlindungi.