Ilustrasi Keadilan dalam Bingkai Agama
Peradilan Agama memiliki peran krusial dalam menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan hukum keluarga Islam di Indonesia. Agar proses peradilan ini berjalan efektif, adil, dan efisien, ia didasarkan pada serangkaian asas fundamental. Memahami asas-asas ini penting tidak hanya bagi para praktisi hukum, tetapi juga bagi masyarakat luas yang mungkin berinteraksi dengan sistem peradilan ini. Asas-asas hukum acara perdata pada Peradilan Agama mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum, dan kepatutan yang bersumber dari ajaran Islam serta kaidah hukum nasional.
Hukum Acara Perdata di lingkungan Peradilan Agama, meskipun memiliki kekhususan, pada dasarnya mengacu pada prinsip-prinsip umum yang berlaku dalam hukum acara perdata di Indonesia, yang diatur dalam HIR (Herziene Inlandsch Reglement) dan RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten), serta undang-undang terkait lainnya yang diadaptasi untuk lingkungan Peradilan Agama. Namun, terdapat penekanan dan nuansa khusus yang membuatnya berbeda, terutama terkait substansi hukum yang diperiksa.
Prinsip umum dalam peradilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain. Sidang peradilan, termasuk di Peradilan Agama, harus dapat diakses oleh publik. Hal ini penting untuk memastikan transparansi, mencegah kesewenang-wenangan, dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Namun, dalam beberapa kasus tertentu, seperti perkara perceraian yang melibatkan anak di bawah umur atau isu sensitif lainnya, Ketua Pengadilan dapat memerintahkan sidang dilaksanakan secara tertutup untuk menjaga martabat para pihak.
Majelis Hakim wajib memeriksa sendiri perkara yang disidangkan. Artinya, hakim tidak boleh hanya mengandalkan keterangan atau berkas yang diajukan oleh para pihak atau kuasa hukumnya, tetapi harus aktif dalam memeriksa bukti-bukti dan mendengarkan keterangan saksi secara langsung di persidangan. Asas ini memastikan hakim mendapatkan gambaran yang utuh dan objektif mengenai fakta-fakta yang terjadi.
Setiap orang yang berhadapan dengan hukum diperlakukan sama tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, kedudukan sosial, dan jenis kelamin. Di Peradilan Agama, asas ini juga mencerminkan nilai kesetaraan di hadapan hukum Tuhan dan manusia. Para pihak memiliki hak yang sama untuk mengajukan tuntutan, pembelaan, dan mengajukan alat bukti.
UU Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan bahwa setiap pencari keadilan harus mendapatkan putusan pengadilan yang diharapkan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Di Peradilan Agama, upaya ini dilakukan melalui penyederhanaan prosedur, pembatasan tahapan persidangan, dan penerapan biaya perkara yang terjangkau, terutama bagi mereka yang tidak mampu melalui mekanisme bantuan hukum.
Hakim harus bebas dari segala pengaruh, tekanan, atau intervensi dari pihak manapun, termasuk pemerintah, eksekutif, legislatif, maupun pihak-pihak yang berperkara. Hakim wajib memutuskan perkara berdasarkan bukti dan keyakinannya, sesuai dengan hukum, demi keadilan. Independensi ini merupakan pilar utama tegaknya supremasi hukum.
Prinsip ini juga dikenal sebagai asas competentie van competentie (kompetensi dari kompetensi). Peradilan Agama berwenang untuk memeriksa dan memutus segala perkara (kecuali ditentukan lain oleh undang-undang) yang timbul di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama Islam. Hakim akan memeriksa terlebih dahulu apakah suatu perkara memang menjadi kewenangannya sebelum masuk ke pokok perkara.
Perkara dapat dinyatakan gugur apabila ada alasan-alasan tertentu, seperti pencabutan gugatan oleh penggugat, meninggalnya salah satu pihak tanpa ahli waris, atau apabila para pihak tidak dapat ditemukan. Ketentuan mengenai gugurnya perkara diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam banyak perkara, terutama yang berkaitan dengan hubungan keluarga, Peradilan Agama menganjurkan dan bahkan mewajibkan adanya upaya damai sebelum atau selama persidangan. Hal ini sejalan dengan semangat ajaran Islam yang menekankan pentingnya silaturahmi dan penyelesaian konflik secara musyawarah.
Asas-asas hukum acara perdata Peradilan Agama merupakan kerangka kerja yang memastikan bahwa setiap sengketa diselesaikan dengan cara yang berkeadilan, sesuai dengan syariat Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepatuhan terhadap asas-asas ini adalah kunci untuk menjaga integritas dan efektivitas Peradilan Agama dalam melayani masyarakat. Pemahaman yang baik terhadap asas-asas ini juga memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban mereka dalam proses hukum.