Hukum waris merupakan cabang penting dalam sistem hukum yang mengatur bagaimana harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris) dialihkan kepada ahli warisnya. Di Indonesia, sistem hukum waris terbagi menjadi tiga, yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata. Masing-masing memiliki asas-asas dan aturan yang berbeda, namun secara umum, semua sistem ini berusaha untuk menciptakan keadilan dan ketertiban dalam pembagian harta peninggalan.
Meskipun terdapat perbedaan dalam detail pelaksanaannya, beberapa asas pokok dapat diidentifikasi dalam sistem hukum waris di Indonesia:
Asas ini mendasari mayoritas sistem hukum waris. Harta warisan pada prinsipnya jatuh kepada kerabat sedarah dari pewaris. Tingkat kedekatan hubungan darah biasanya menjadi penentu prioritas ahli waris. Semakin dekat hubungan kekerabatan, semakin besar hak warisnya. Dalam hukum waris perdata misalnya, terdapat urutan ahli waris berdasarkan garis keturunan lurus ke bawah (anak), garis keturunan lurus ke atas (orang tua), dan saudara kandung serta keturunannya.
Dalam beberapa sistem hukum waris, status perkawinan juga memberikan hak waris. Istri atau suami yang sah berhak mendapatkan bagian dari harta warisan, meskipun seringkali hak ini berbeda dengan hak ahli waris sedarah. Di Indonesia, dalam hukum waris Islam, suami atau istri berhak mendapatkan bagian warisan, begitu pula dalam hukum waris perdata, di mana pasangan yang hidup terlama biasanya memiliki hak waris.
Asas ini memberikan keleluasaan kepada pewaris untuk menentukan siapa saja yang akan menerima hartanya setelah ia meninggal melalui surat wasiat (testamen). Namun, keleluasaan ini biasanya dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, terutama untuk melindungi hak ahli waris yang berhak menerimanya (legitime portie dalam hukum perdata). Hukum waris Islam umumnya tidak mengenal wasiat yang mengurangi hak ahli waris yang sudah ditentukan dalam Al-Qur'an, namun wasiat untuk pihak lain dibolehkan hingga sepertiga harta.
Meskipun setiap sistem memiliki cara yang berbeda, tujuan utamanya adalah tercapainya keadilan dalam pembagian harta. Keadilan ini bisa diartikan sebagai pembagian yang proporsional sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, menghindari kesewenang-wenangan, dan memastikan harta dapat beralih secara tertib kepada generasi penerus atau pihak yang berhak.
Penting untuk dicatat bahwa penerapan asas-asas ini dapat berbeda secara signifikan antara hukum waris adat, Islam, dan perdata:
Pemahaman mengenai asas-asas hukum waris ini sangat krusial bagi masyarakat agar proses peralihan harta setelah kematian dapat berjalan lancar, menghindari perselisihan, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Pilihan sistem hukum waris yang berlaku bagi seseorang biasanya bergantung pada golongan penduduknya atau pilihan yang dibuatnya.