Ikon melambangkan keadilan dan tegaknya hukum.
Dalam setiap sistem peradilan pidana, terdapat prinsip-prinsip fundamental yang menjadi pijakan utama dalam menjalankan proses hukum. Prinsip-prinsip ini dikenal sebagai asas-asas peradilan pidana. Keberadaan asas-asas ini memastikan bahwa proses peradilan berlangsung secara adil, transparan, dan menghormati hak-hak setiap individu yang terlibat, baik sebagai terdakwa maupun korban. Memahami asas-asas ini sangat penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Asas legalitas merupakan asas yang paling mendasar dalam hukum pidana. Prinsip ini menekankan bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dihukum jika tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya sebelum perbuatan itu dilakukan (nullum crimen sine lege). Begitu pula, tidak ada pidana yang dapat dijatuhkan jika tidak ada ketentuan pidana yang mengaturnya sebelumnya (nulla poena sine lege). Asas ini menjamin kepastian hukum bagi masyarakat. Seseorang tidak bisa dihukum atas perbuatan yang pada saat dilakukannya belum dianggap sebagai tindak pidana oleh undang-undang. Hal ini melindungi individu dari kesewenang-wenangan penguasa dan memberikan pedoman yang jelas mengenai apa yang dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya terbukti secara sah dan meyakinkan di muka pengadilan. Asas ini memberikan perlindungan yang krusial bagi terdakwa. Selama proses persidangan, beban pembuktian berada pada pihak penuntut umum. Terdakwa tidak berkewajiban membuktikan ketidakbersalahannya. Hakim harus secara objektif mengevaluasi bukti-bukti yang diajukan oleh semua pihak sebelum memutuskan bersalah atau tidak bersalah. Asas ini mengharuskan perlakuan yang adil terhadap terdakwa selama proses hukum, termasuk hak untuk didampingi penasihat hukum.
Hakim memiliki kewajiban untuk memutus perkara pidana berdasarkan fakta dan hukum, tanpa dipengaruhi oleh tekanan, ancaman, atau kepentingan pihak manapun. Kebebasan hakim dalam memutus perkara adalah pilar utama tegaknya keadilan. Hal ini berarti hakim tidak boleh terpengaruh oleh kekuasaan eksekutif, legislatif, opini publik, atau pihak lain yang dapat mendistorsi objektivitas putusannya. Demikian pula, asas tidak memihak berarti hakim harus memperlakukan semua pihak yang berperkara secara adil dan setara, tanpa diskriminasi.
Setiap orang yang tersangkut perkara pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum, bahkan sejak awal proses penyidikan. Dalam beberapa kasus, seperti diancam pidana berat atau bagi mereka yang tidak mampu, negara berkewajiban menyediakan penasihat hukum. Hak ini sangat fundamental untuk memastikan bahwa terdakwa memahami hak-haknya, dapat menyusun pembelaan yang efektif, dan proses hukum berjalan dengan seimbang. Penasihat hukum berperan sebagai 'pengimbang' bagi kekuatan penuntut umum.
Persidangan pidana pada prinsipnya bersifat terbuka untuk umum. Ini berarti masyarakat umum dapat hadir dan menyaksikan jalannya persidangan, kecuali dalam kasus-kasus tertentu yang diatur undang-undang (misalnya, persidangan yang menyangkut anak-anak atau kesusilaan) yang mungkin disidangkan secara tertutup. Keterbukaan persidangan merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik dan mencegah terjadinya praktik-praktik kolusi atau penyalahgunaan wewenang di balik layar. Publik dapat memantau langsung bagaimana proses peradilan dijalankan.
Dalam sistem peradilan pidana modern, dikenal asas akusator, yang berarti bahwa penuntutan pidana dilakukan oleh aparat negara yang berwenang (jaksa). Jaksa memiliki kewenangan tunggal untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap seseorang di muka pengadilan. Asas ini membedakan sistem pidana kita dari sistem yang terdahulu di mana terkadang ada pihak swasta yang bisa menuntut atau negara hanya berperan pasif. Jaksa bertindak mewakili kepentingan publik dalam menegakkan hukum.
Dalam rangka penyelesaian perkara pidana, aparat penegak hukum dimungkinkan untuk melakukan tindakan upaya paksa, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. Namun, tindakan ini harus dilakukan berdasarkan hukum dan memenuhi persyaratan yang ketat. Setiap upaya paksa haruslah proporsional, memiliki dasar hukum yang jelas, serta dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau peradilan, bukan untuk tujuan lain. Pengawasan yudisial terhadap upaya paksa ini sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
Asas-asas peradilan pidana ini saling terkait dan membentuk sebuah kerangka kerja yang kokoh untuk sistem peradilan pidana. Penerapan yang konsisten dan benar terhadap asas-asas ini tidak hanya akan menegakkan keadilan bagi individu, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan secara keseluruhan. Keberadaan dan penegakan asas-asas ini adalah cerminan dari komitmen suatu negara terhadap supremasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia.