Ilustrasi visual asas-asas penting dalam perjanjian hukum perdata.
Dalam ranah hukum perdata, perjanjian merupakan instrumen fundamental yang mengatur hubungan hukum antar subjek hukum, baik individu maupun badan hukum. Perjanjian yang sah dan mengikat para pihak haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip yang kokoh, yang dikenal sebagai asas-asas perjanjian hukum perdata. Asas-asas ini tidak hanya menjadi landasan teoritis, tetapi juga memberikan arah praktis dalam pembentukan, pelaksanaan, dan penyelesaian sengketa perjanjian. Memahami asas-asas ini adalah kunci untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan dalam setiap transaksi perdata.
Asas ini merupakan pondasi utama dari setiap perjanjian. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ini berarti para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan isi perjanjian, baik mengenai pokok perjanjian, syarat-syaratnya, maupun pihak-pihak yang terlibat. Kebebasan ini mencakup kebebasan untuk membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian, memilih dengan siapa akan membuat perjanjian, dan menentukan apa saja yang diperjanjikan, selama tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Namun, kebebasan ini tidak mutlak. Pembatasan dilakukan untuk melindungi pihak yang lebih lemah, mencegah praktik monopoli, dan menjaga keseimbangan kepentingan. Contoh pembatasan ini terlihat pada kontrak standar atau kontrak yang memiliki klausul baku yang cenderung menguntungkan satu pihak.
Asas konsensualisme, yang juga diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya lahir sejak tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak mengenai pokok-pokok perjanjian. Ini berarti bahwa perjanjian, baik yang sah maupun tidak, terbentuk hanya karena adanya kesepakatan kehendak dari para pihak yang saling memberikan persetujuan. Tidak diperlukan lagi formalitas tertentu seperti bentuk tertulis, kecuali jika undang-undang mensyaratkan demikian untuk sahnya suatu perjanjian. Dengan adanya kesepakatan, timbullah kewajiban hukum bagi para pihak untuk melaksanakan apa yang telah disepakati.
Asas ini merupakan penegasan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Inti dari asas pacta sunt servanda adalah bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat secara sah harus ditaati dan dipatuhi oleh para pihak yang membuatnya. Perjanjian tersebut memiliki kekuatan mengikat yang sama layaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Para pihak tidak dapat secara sepihak menarik kembali atau mengubah isi perjanjian tanpa persetujuan pihak lain, kecuali jika ada alasan yang dibenarkan oleh undang-undang, seperti wanprestasi dari pihak lain atau adanya keadaan kahar (force majeure).
Asas ini juga tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik ini mencakup kejujuran, keterusterangan, dan kepatuhan pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan rasa tanggung jawab dan tidak boleh ada niat untuk menipu atau merugikan pihak lain. Asas ini memberikan dasar bagi hakim untuk menafsirkan dan menilai pelaksanaan suatu perjanjian, bahkan jika tidak secara eksplisit diatur dalam teks perjanjian.
Meskipun tidak secara eksplisit disebut sebagai asas terpisah dalam pasal-pasal awal, asas kepatutan dan keadilan merupakan prinsip yang mendasari seluruh sistem hukum kontrak. Perjanjian haruslah mencerminkan rasa keadilan dan kepatutan dalam masyarakat. Hal ini tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang melarang perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hakim dapat melakukan intervensi apabila suatu perjanjian dianggap tidak adil atau melanggar norma-norma kepatutan yang berlaku.
Memahami dan menerapkan asas-asas perjanjian hukum perdata ini sangat krusial bagi siapa pun yang terlibat dalam transaksi hukum. Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, diharapkan setiap perjanjian yang dibuat dapat berjalan lancar, memberikan kepastian hukum, dan pada akhirnya mewujudkan rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat.