Dalam ajaran Islam, hukum kewarisan merupakan salah satu pilar penting yang mengatur distribusi harta peninggalan orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Prinsip-prinsip ini tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, serta dijabarkan lebih lanjut dalam literatur fikih. Salah satu konsep fundamental yang melandasi sistem kewarisan Islam adalah asas ijabari.
Secara etimologis, "ijabari" berasal dari kata bahasa Arab "ijbar" yang berarti memaksa, memaksakan, atau mewajibkan. Dalam konteks hukum kewarisan Islam, asas ijabari mengacu pada penetapan dan pembagian harta warisan yang bersifat pasti, mengikat, dan tidak dapat diubah atau ditolak oleh pihak mana pun, baik oleh ahli waris maupun pihak lain, kecuali ada alasan yang dibenarkan syariat.
Ini berarti bahwa ketika seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta, serta terdapat ahli waris yang berhak, maka pembagian harta tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat Islam, terlepas dari keinginan atau persetujuan semua pihak. Sistem ini dirancang untuk memastikan keadilan dan mencegah perselisihan yang berkepanjangan di antara keluarga.
Landasan utama asas ijabari dalam hukum kewarisan Islam bersumber dari firman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surah An-Nisa' ayat 11:
"Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan. Jika mereka (anak perempuan) itu dua orang atau lebih, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika dia (anak perempuan) seorang diri, maka ia mendapat separuh harta. Dan bagi kedua ibu-bapak, masing-masing mendapat seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika anak itu (yang meninggal) mempunyai anak. Jika anak itu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya, maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (si mayit) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian sedemikian itu) sesudah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (sesudah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Ayat ini secara tegas menetapkan bagian-bagian tertentu bagi ahli waris, yang menunjukkan bahwa pembagian tersebut bukan berdasarkan kesepakatan sukarela, melainkan sebuah ketetapan ilahi yang wajib dilaksanakan. Selain itu, banyak hadis Nabi Muhammad SAW yang juga mengatur secara rinci tentang siapa saja yang berhak menerima warisan dan berapa bagiannya.
Penerapan asas ijabari memiliki beberapa implikasi penting:
Meskipun bersifat ijabari (memaksa/mengikat), pelaksanaan pembagian harta warisan tetap memerlukan beberapa langkah dan pertimbangan:
Asas ijabari dalam hukum kewarisan Islam merupakan bentuk penegakan keadilan dan ketertiban dalam masyarakat. Dengan ketetapan yang pasti dan mengikat, sistem ini berupaya menjaga harmonisasi keluarga dan memastikan bahwa hak-hak setiap individu yang telah ditentukan oleh Allah SWT terpenuhi secara adil dan tanpa keraguan.