Dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, terdapat berbagai prinsip fundamental yang menjadi landasan utamanya. Salah satu pilar terpenting dan paling esensial adalah asas kerakyatan. Asas ini bukan sekadar istilah politis, melainkan sebuah filosofi mendalam yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Memahami asas kerakyatan berarti memahami inti dari pemerintahan yang demokratis, di mana kekuasaan berasal dari, oleh, dan untuk rakyat.
Secara sederhana, asas kerakyatan mengartikan bahwa segala kebijakan, keputusan, dan tindakan pemerintahan harus berakar pada kehendak, aspirasi, dan kepentingan mayoritas rakyat. Ini mencakup partisipasi aktif rakyat dalam setiap tahapan proses kenegaraan, mulai dari pembentukan undang-undang, pemilihan pemimpin, hingga pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Kedaulatan yang dimiliki rakyat ini bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan atau dikendalikan oleh pihak lain, melainkan sebuah kekuatan inheren yang menjadi dasar legitimasi kekuasaan.
Pelaksanaan asas kerakyatan dalam praktik bernegara dapat diwujudkan melalui berbagai mekanisme. Salah satu yang paling jelas terlihat adalah melalui sistem pemilihan umum yang bebas, adil, dan jujur. Melalui pemilihan umum, rakyat memiliki kesempatan untuk memilih wakil-wakil mereka yang akan duduk di lembaga legislatif dan eksekutif. Para wakil ini diharapkan dapat menyuarakan aspirasi rakyat dan membuat keputusan yang mencerminkan kehendak mereka.
Selain pemilihan umum, asas kerakyatan juga menuntut adanya ruang bagi partisipasi publik yang lebih luas. Ini bisa berupa konsultasi publik terhadap rancangan undang-undang, penyelenggaraan forum dialog antara pemerintah dan masyarakat, atau bahkan melalui mekanisme penyampaian pendapat dan kritik secara bebas. Kebebasan berpendapat dan berserikat adalah prasyarat penting agar rakyat dapat berpartisipasi secara efektif dan memberikan masukan yang berarti bagi jalannya pemerintahan.
Di Indonesia, asas kerakyatan tertanam kuat dalam Pancasila, terutama pada sila keempat: "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan." Frasa ini secara gamblang menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia bersifat perwakilan, di mana keputusan diambil melalui musyawarah dan mufakat oleh wakil-wakil rakyat. Ini membedakan demokrasi Indonesia dari model demokrasi langsung, namun tetap mengedepankan semangat partisipasi dan pengambilan keputusan yang terbaik untuk kepentingan bersama.
Implementasi asas kerakyatan di Indonesia juga tercermin dalam pembentukan lembaga-lembaga negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang bertugas menyuarakan aspirasi rakyat, serta partisipasi masyarakat dalam berbagai forum pengambilan keputusan. Namun, tantangan tetap ada. Memastikan bahwa wakil rakyat benar-benar mewakili kepentingan konstituennya, serta menciptakan ruang partisipasi yang bermakna bagi seluruh lapisan masyarakat, adalah pekerjaan rumah yang terus menerus.
Mengapa asas kerakyatan begitu penting? Pertama, ia menjamin bahwa pemerintahan dijalankan berdasarkan legitimasi dari rakyat, bukan sewenang-wenang. Ini mencegah munculnya tirani mayoritas atau minoritas, karena keputusan harus mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas.
Kedua, partisipasi rakyat yang aktif dapat meningkatkan kualitas kebijakan publik. Dengan masukan dari berbagai pihak, pemerintah dapat membuat keputusan yang lebih tepat sasaran, realistis, dan diterima oleh masyarakat luas. Hal ini juga membantu mencegah terjadinya kesalahan atau keputusan yang merugikan.
Ketiga, asas kerakyatan membangun rasa kepemilikan dan tanggung jawab kolektif terhadap negara. Ketika rakyat merasa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, mereka akan lebih peduli terhadap nasib bangsanya dan lebih termotivasi untuk berkontribusi positif.
Keempat, asas kerakyatan adalah benteng pertahanan terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Keterbukaan dan pengawasan dari rakyat yang partisipatif dapat menjadi kontrol efektif terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Meskipun konsep asas kerakyatan terdengar ideal, dalam praktiknya seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan. Beberapa di antaranya meliputi:
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, diperlukan upaya berkelanjutan dalam meningkatkan literasi politik masyarakat, memperkuat institusi demokrasi, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses pemerintahan. Asas kerakyatan bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah proses dinamis yang membutuhkan komitmen dari seluruh elemen bangsa untuk terus diperjuangkan dan diwujudkan.
Intinya, asas kerakyatan adalah napas kehidupan demokrasi. Tanpa rakyat yang berdaulat dan terlibat aktif, sistem demokrasi hanyalah kulit luar yang kosong. Oleh karena itu, setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk turut serta dalam menjaga dan memperkuat asas kerakyatan, demi terciptanya pemerintahan yang benar-benar melayani dan berpihak pada kepentingan seluruh rakyat.