Perkawinan dalam Islam bukan sekadar ikatan formal antara laki-laki dan perempuan, melainkan sebuah institusi suci yang memiliki landasan filosofis, moral, dan hukum yang mendalam. Islam memandang perkawinan sebagai sarana untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah (tenang, cinta, dan kasih sayang). Untuk mencapai tujuan mulia ini, terdapat beberapa asas fundamental yang menjadi pijakan dalam pelaksanaan perkawinan menurut hukum Islam. Memahami asas-asas ini sangat krusial bagi setiap Muslim yang hendak menapaki gerbang pernikahan.
Sebelum membahas asas-asasnya, penting untuk memahami tujuan utama perkawinan dalam Islam. Ini bukan hanya tentang pemenuhan kebutuhan biologis semata, melainkan lebih luas lagi mencakup aspek berikut:
Setiap aspek dalam perkawinan Islami dilandasi oleh prinsip-prinsip yang menjamin keadilan, kesetaraan (dalam hak dan kewajiban yang berbeda sesuai kodrat), serta kemaslahatan. Berikut adalah asas-asas utama perkawinan dalam hukum Islam:
Ini adalah asas paling fundamental. Perkawinan yang sah dalam Islam harus dilandasi oleh persetujuan penuh dari kedua belah pihak, yaitu calon mempelai pria dan wanita. Tanpa adanya kerelaan dari keduanya, perkawinan tersebut dianggap tidak sah. Terhadap wanita yang masih perawan, wali nikahnya memiliki peran penting dalam memberikan persetujuan, namun suara dan keinginan wanita tersebut tetap harus didengar dan dihormati. Pemaksaan dalam perkawinan sangat dilarang dalam Islam.
Ijab adalah pernyataan kesediaan pihak wali nikah atau wakilnya untuk menikahkan anak atau wanita yang diwalikannya kepada calon mempelai pria. Qabul adalah pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria. Ijab dan qabul harus dilakukan dalam satu majelis, jelas, tegas, dan tanpa jeda yang lama, serta disaksikan oleh minimal dua orang saksi yang memenuhi syarat. Ini merupakan rukun nikah yang paling esensial sebagai bukti sahnya akad perkawinan.
Kehadiran dua orang saksi laki-laki yang adil (syahrain adilain) adalah syarat sahnya perkawinan dalam Islam. Saksi berfungsi sebagai pengawas dan penjamin bahwa akad nikah benar-benar terjadi dan memenuhi segala persyaratannya, serta untuk mencegah keraguan atau pengingkaran di kemudian hari.
Mahar adalah pemberian wajib dari suami kepada istri yang merupakan hak mutlak istri. Mahar bukan harga dari perempuan, melainkan simbol penghargaan dan tanda keseriusan suami dalam memenuhi hak dan kewajiban pasangannya. Bentuk dan jumlah mahar disesuaikan dengan kemampuan suami dan kebiasaan yang berlaku, serta harus jelas dan dapat diserahkan saat akad atau ditangguhkan sesuai kesepakatan.
Perempuan, sebagaimana diatur dalam sebagian besar mazhab, membutuhkan wali nikah untuk melakukan akad perkawinan. Wali nikah berfungsi untuk melindungi hak-hak perempuan dan memastikan bahwa ia tidak dinikahkan secara terburu-buru atau dengan orang yang tidak sesuai. Urutan wali nikah dalam Islam adalah ayah, kakek, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, paman, dan seterusnya. Jika tidak ada wali nasab, maka wali hakim dapat menggantikannya.
Sebelum akad nikah, terdapat tahapan khitbah atau meminang. Khitbah adalah proses penjajakan yang dilakukan oleh seorang laki-laki kepada seorang perempuan yang berniat untuk menikahinya. Masa khitbah adalah masa yang dianjurkan untuk saling mengenal karakter, namun bukan berarti hubungan yang sudah terjalin layaknya suami istri. Khitbah tidak menciptakan ikatan perkawinan, tetapi merupakan langkah awal menuju ke sana.
Hukum Islam menetapkan batasan-batasan tegas mengenai siapa saja wanita yang haram dinikahi selamanya (karena hubungan nasab, mushaharah/periparan, atau persusuan) dan siapa saja yang haram dinikahi untuk sementara (misalnya dalam masa iddah atau memiliki saudara perempuan yang sudah dinikahi). Asas ini bertujuan untuk menjaga kemurnian nasab dan keharmonisan keluarga.
Dengan memahami dan menerapkan asas-asas perkawinan dalam hukum Islam ini, diharapkan setiap pasangan dapat membangun rumah tangga yang kokoh, penuh keberkahan, dan menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik di hadapan Allah SWT dan masyarakat. Pernikahan adalah ibadah yang harus dijalani dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.