Ilustrasi: Keadilan, keseimbangan, dan penegakan hukum tanpa prasangka.
Dalam dunia hukum pidana, asas yang paling fundamental adalah asas kesalahan. Asas ini menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipidana kecuali jika perbuatannya dilakukan dengan unsur kesalahan, baik itu kesengajaan (opzet) maupun kelalaian (culpa). Prinsip ini menjadi pilar utama dalam sistem peradilan pidana yang beradab, memastikan bahwa penghukuman tidak dijatuhkan secara sembarangan, melainkan didasarkan pada pertanggungjawaban moral dan psikologis pelaku. Namun, bagaimana jika kita membicarakan tentang sebuah konsep yang terdengar paradoks: asas pidana tanpa kesalahan?
Konsep "asas pidana tanpa kesalahan" pada dasarnya adalah sebuah penyederhanaan atau sebuah pandangan yang mengarah pada situasi-situasi tertentu di mana unsur kesalahan, dalam pengertian tradisional yang meliputi kesengajaan atau kelalaian, tidak menjadi fokus utama atau bahkan absen sama sekali. Ini bukanlah berarti sistem pidana serta-merta menghilangkan unsur kesalahan dari seluruh perumusannya. Sebaliknya, ini merujuk pada jenis-jenis tindak pidana atau pendekatan penegakan hukum yang mengedepankan prinsip lain untuk menegakkan ketertiban dan keadilan, bahkan ketika pembuktian unsur kesalahan yang subyektif sulit atau tidak relevan.
Salah satu bentuk yang paling mendekati konsep ini adalah dalam ranah pidana murni objektif atau pertanggungjawaban mutlak (strict liability). Dalam pidana murni objektif, pertanggungjawaban pidana seseorang tidak bergantung pada adanya kesalahan psikologis, melainkan pada semata-mata terjadinya akibat yang dilarang oleh undang-undang. Contoh klasik sering ditemukan dalam hukum lalu lintas, di mana pengemudi yang melanggar batas kecepatan tertentu dapat dikenakan sanksi tanpa perlu membuktikan bahwa pelanggaran itu disebabkan oleh kesengajaan atau kelalaian yang disadari oleh pengemudi tersebut. Cukup dengan batas kecepatan terlampaui, maka sanksi dapat dijatuhkan.
Dalam masyarakat modern yang semakin kompleks, penerapan pidana murni objektif atau pertanggungjawaban mutlak seringkali dianggap perlu untuk mengatasi jenis-jenis pelanggaran yang dapat menimbulkan kerugian luas dan masif jika tidak segera ditangani. Sektor-sektor seperti lingkungan, kesehatan masyarakat, dan keamanan konsumen adalah beberapa contoh di mana pendekatan ini dapat ditemui.
Misalnya, dalam kasus pencemaran lingkungan, sebuah perusahaan mungkin dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas kebocoran limbah berbahaya, bahkan jika mereka dapat membuktikan telah mengambil segala tindakan pencegahan yang wajar. Fokusnya adalah pada terjadinya kerugian lingkungan itu sendiri, yang dianggap sebagai akibat yang harus dipertanggungjawabkan oleh pihak yang menguasai atau menyebabkan sumber pencemaran. Argumennya adalah bahwa untuk melindungi kepentingan publik yang lebih besar, beban pembuktian harus bergeser, dan pihak yang melakukan aktivitas berisiko harus menanggung akibatnya terlepas dari niat buruk atau kelalaian spesifik.
Meskipun memiliki kegunaannya, asas pidana tanpa kesalahan dalam bentuk pertanggungjawaban mutlak juga menuai kritik tajam. Kritikus berpendapat bahwa penerapan konsep ini dapat melanggar prinsip dasar keadilan, yaitu bahwa seseorang hanya boleh dihukum atas perbuatan yang memang ia kehendaki atau setidaknya ia lalai dalam mencegahnya. Menjatuhkan sanksi pidana kepada seseorang yang telah berusaha sebaik mungkin untuk mencegah suatu kejadian, namun tetap saja kejadian tersebut terjadi, dianggap sebagai tindakan yang tidak adil dan tidak berperikemanusiaan.
Lebih jauh, fokus yang bergeser dari unsur kesalahan ke semata-mata akibat dapat mengurangi insentif bagi individu atau badan usaha untuk berinovasi dan beraktivitas, karena risiko hukuman dapat muncul tanpa adanya unsur "kesalahan" yang dapat mereka kendalikan sepenuhnya. Oleh karena itu, penerapannya harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan terbatas pada bidang-bidang yang memang membutuhkan tingkat perlindungan yang sangat tinggi terhadap publik.
Asas pidana tanpa kesalahan, dalam interpretasi pertanggungjawaban mutlak, bukanlah sebuah konsep yang bertujuan untuk menghilangkan prinsip kesalahan dari sistem hukum pidana secara keseluruhan. Sebaliknya, ia adalah sebuah alat penegakan hukum yang muncul sebagai respons terhadap kompleksitas dan tuntutan masyarakat modern, di mana dampak dari suatu perbuatan seringkali lebih penting untuk dikendalikan daripada motif di baliknya. Penggunaannya harus senantiasa diimbangi dengan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta dibatasi pada kasus-kasus di mana kepentingan publik yang lebih luas memang menuntut demikian. Keadilan sejati seringkali terletak pada menemukan keseimbangan yang tepat antara pertanggungjawaban individu dan perlindungan masyarakat.