Dalam setiap sistem peradilan pidana yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan prinsip keadilan, sebuah landasan fundamental adalah pengakuan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, berhak atas bantuan hukum. Baik ia berstatus sebagai tersangka, yaitu seseorang yang diduga keras melakukan suatu tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, maupun sebagai terdakwa, yakni seseorang yang dituntut pidana oleh penuntut umum, hak untuk didampingi oleh penasihat hukum adalah hak yang tidak dapat dicabut.
Prinsip ini bukan sekadar formalitas hukum, melainkan pilar utama dalam memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil, transparan, dan akuntabel. Tanpa kehadiran penasihat hukum, seseorang yang berhadapan dengan aparat penegak hukum, terutama pada tahap awal penyelidikan dan penyidikan, seringkali berada dalam posisi yang sangat rentan. Ketidaktahuan mengenai hak-haknya, potensi tekanan, atau bahkan kesalahpahaman terhadap prosedur hukum dapat berujung pada pengakuan yang tidak didasari pemahaman penuh atau bahkan pengakuan yang dipaksakan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28D ayat (1), menegaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hak atas bantuan hukum merupakan salah satu manifestasi dari pengakuan dan perlindungan hukum yang adil tersebut. Lebih lanjut, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga secara eksplisit mengatur hak tersangka dan terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum. Pasal 54 KUHAP menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa berhak memilih advokat atau hakum pendampingnya sendiri.
Keberadaan penasihat hukum sejak tahap awal pemeriksaan (penyelidikan dan penyidikan) sangat krusial. Penasihat hukum bertugas menjelaskan hak-hak kliennya, mendampingi saat pemeriksaan, memberikan nasihat hukum, serta memastikan bahwa setiap tindakan aparat penegak hukum sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Mereka berperan sebagai penyeimbang dalam proses peradilan, memastikan bahwa kepentingan klien terlindungi dan hak-hak konstitusionalnya terpenuhi. Bantuan hukum bukan berarti melindungi pelaku kejahatan dari hukuman, melainkan memastikan bahwa proses penegakan hukum dilakukan secara benar dan tidak melanggar hak-hak asasi manusia.
Seorang penasihat hukum memiliki peran multidimensional. Pertama, sebagai penjelas, mereka menguraikan kompleksitas hukum dan prosedur kepada klien yang mungkin awam dengan sistem peradilan. Kedua, sebagai pendamping, mereka hadir di setiap proses penting, memberikan dukungan moral dan advokasi. Ketiga, sebagai pengawas, mereka memantau jalannya proses hukum, memastikan tidak ada pelanggaran hak atau penyalahgunaan wewenang. Keempat, sebagai pembela, mereka menyusun strategi hukum, mengumpulkan bukti, dan menyajikan argumen terbaik di persidangan.
Tanpa bantuan hukum, individu yang berhadapan dengan sistem hukum seringkali merasa terintimidasi dan tidak berdaya. Perbedaan kapasitas pengetahuan dan kekuatan antara individu dan aparat penegak hukum, serta perbedaan sumber daya, dapat menciptakan ketidakseimbangan yang signifikan. Oleh karena itu, hak atas bantuan hukum menjadi semacam "penyetara lapangan permainan", memastikan bahwa semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan keadilan. Hal ini juga sejalan dengan prinsip "equality of arms" dalam hukum acara pidana.
Negara memiliki kewajiban untuk menjamin hak atas bantuan hukum bagi setiap orang. Jika seorang tersangka atau terdakwa tidak mampu membiayai penasihat hukumnya sendiri, negara wajib menyediakan bantuan hukum secara cuma-cuma. Hal ini diatur dalam Pasal 56 KUHAP, yang menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana penjara 15 tahun atau lebih atau bagi yang tidak mampu membayar jasa advokat, wajib didampingi penasihat hukum. Pelaksanaan kewajiban ini menjadi tolok ukur kematangan sebuah sistem peradilan pidana dalam melindungi hak-hak warganya.
Sementara itu, para advokat atau penasihat hukum memiliki tanggung jawab profesional dan etis untuk memberikan layanan hukum terbaik bagi klien mereka, terlepas dari kedudukan sosial atau berat ringannya tuduhan yang dihadapi. Integritas dan dedikasi mereka sangat menentukan keberhasilan dalam menegakkan prinsip keadilan bagi semua.
Kesimpulannya, asas bahwa tersangka dan terdakwa berhak mendapat bantuan hukum adalah prinsip yang tak terpisahkan dari sistem peradilan yang berkeadilan. Ia menjamin hak konstitusional, mencegah kesewenang-wenangan, dan memastikan bahwa setiap individu diperlakukan secara adil di mata hukum. Pengakuan dan implementasi yang konsisten terhadap hak ini adalah cerminan komitmen sebuah negara terhadap supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.