Dalam dunia konstruksi, material yang digunakan memiliki peran krusial tidak hanya dalam kekuatan dan estetika bangunan, tetapi juga dalam aspek kesehatan penghuninya. Salah satu material yang pernah populer karena sifatnya yang tahan api, kuat, dan harganya terjangkau adalah asbes. Namun, seiring waktu, pengetahuan tentang dampak negatif asbes terhadap kesehatan manusia semakin terkuak, menjadikan isu asbes bangunan sebagai topik yang penting untuk dipahami oleh masyarakat, pemilik bangunan, maupun para profesional di industri konstruksi.
Asbes adalah sekelompok mineral silikat berserat alami yang memiliki sifat tahan panas, tahan api, isolator listrik, dan tahan terhadap berbagai jenis bahan kimia. Serat-serat halus ini, ketika terlepas ke udara, dapat terhirup oleh manusia. Karena sifatnya yang ringan dan kemampuan untuk mengikat dengan bahan lain, asbes sering digunakan sebagai bahan campuran dalam berbagai produk bangunan, termasuk:
Meskipun memiliki keunggulan teknis, bahaya utama asbes bangunan terletak pada serat mikroskopisnya yang tidak terlihat oleh mata telanjang. Ketika material yang mengandung asbes mengalami kerusakan, seperti pemotongan, pengeboran, penghancuran, atau bahkan usia tua yang menyebabkan pelapukan, serat-serat asbes dapat terlepas dan melayang di udara. Jika serat ini terhirup, mereka dapat masuk ke dalam paru-paru.
Sifat serat asbes yang sangat tipis dan tajam membuatnya sulit untuk dikeluarkan oleh mekanisme pertahanan alami tubuh. Serat ini dapat menancap di jaringan paru-paru dan memicu peradangan kronis. Paparan jangka panjang terhadap serat asbes adalah penyebab utama dari berbagai penyakit pernapasan yang serius dan seringkali mematikan, seperti:
Periode laten penyakit terkait asbes bisa sangat panjang, seringkali membutuhkan waktu 10 hingga 40 tahun atau lebih sejak paparan awal terjadi hingga gejala penyakit muncul. Hal ini membuat deteksi dini dan penanganan menjadi lebih kompleks.
Bagi bangunan yang dibangun sebelum era pelarangan asbes secara menyeluruh, kemungkinan besar masih terdapat material yang mengandung asbes. Mengidentifikasi keberadaan asbes di dalam bangunan bisa menjadi tantangan. Jika Anda ragu, langkah terbaik adalah berkonsultasi dengan profesional yang memiliki keahlian dalam pengujian dan identifikasi asbes. Mereka dapat mengambil sampel dan menganalisisnya di laboratorium.
Jika asbes teridentifikasi dan kondisinya masih baik (tidak rapuh atau rusak), seringkali disarankan untuk membiarkannya saja karena upaya pengangkatan yang tidak tepat justru dapat meningkatkan risiko paparan. Namun, jika material asbes tersebut rapuh, rusak, atau berada di area yang sering terganggu, maka tindakan pengelolaan mungkin diperlukan. Tindakan ini bisa berupa penutupan (encapsulation) untuk mencegah serat terlepas, atau pengangkatan (removal) yang harus dilakukan oleh tenaga profesional bersertifikat dengan prosedur keselamatan yang ketat.
Saat ini, banyak material bangunan inovatif yang telah dikembangkan sebagai pengganti asbes, menawarkan keamanan dan kinerja yang setara atau bahkan lebih baik, antara lain:
Pemilihan material alternatif harus mempertimbangkan kebutuhan struktural, iklim, anggaran, serta tentu saja, aspek kesehatan dan keselamatan lingkungan.
Kesadaran akan bahaya asbes bangunan sangat penting. Memahami risiko, melakukan identifikasi yang benar, dan mengambil langkah pencegahan atau pengelolaan yang tepat adalah kunci untuk menciptakan lingkungan hidup dan kerja yang lebih sehat bagi semua. Pemerintah dan badan pengatur di berbagai negara telah mengeluarkan peraturan yang membatasi atau melarang penggunaan asbes, namun masalah material asbes yang masih ada di bangunan lama tetap memerlukan perhatian serius. Edukasi berkelanjutan dan kolaborasi antara pemilik bangunan, kontraktor, dan pihak berwenang akan sangat membantu dalam menangani warisan material berbahaya ini.