Membedah Asesmen Nasional Tingkat Sekolah Dasar
Pengantar: Sebuah Paradigma Baru dalam Evaluasi Pendidikan
Dunia pendidikan terus bergerak dinamis, mencari formula terbaik untuk mengukur dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu perubahan paling signifikan dalam lanskap evaluasi pendidikan di Indonesia adalah pergeseran dari ujian akhir yang berfokus pada individu menjadi sebuah sistem asesmen yang lebih komprehensif. Inilah yang kita kenal sebagai Asesmen Nasional (AN). Kebijakan ini bukan sekadar pergantian nama atau format, melainkan sebuah perubahan filosofis yang mendalam tentang bagaimana kita memandang kualitas pendidikan. Tujuannya bukan lagi untuk memberi label lulus atau tidak lulus pada seorang siswa, melainkan untuk memotret kesehatan sistem pendidikan secara menyeluruh, mulai dari tingkat sekolah hingga nasional.
Asesmen Nasional dirancang sebagai alat diagnostik. Bayangkan seorang dokter yang tidak hanya mengukur suhu tubuh pasien, tetapi juga memeriksa tekanan darah, mendengarkan detak jantung, dan menganalisis sampel darah. Demikian pula, Asesmen Nasional tidak hanya mengukur kemampuan kognitif siswa pada beberapa mata pelajaran, tetapi juga menggali informasi tentang karakter siswa dan kualitas lingkungan belajar di sekolah. Informasi yang kaya dan holistik inilah yang menjadi dasar bagi sekolah, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat untuk melakukan refleksi dan merancang program perbaikan yang tepat sasaran. Bagi Sekolah Dasar (SD), Asesmen Nasional menjadi momen krusial untuk melihat fondasi pendidikan yang telah dibangun dan mengidentifikasi area mana yang perlu diperkuat sejak dini.
Apa Sebenarnya Asesmen Nasional itu?
Asesmen Nasional adalah sebuah program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memotret input, proses, dan output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan. Penting untuk digarisbawahi, hasil Asesmen Nasional tidak memiliki konsekuensi apapun terhadap kelulusan siswa, nilai rapor, atau syarat penerimaan ke jenjang pendidikan berikutnya. Fokus utamanya adalah pada evaluasi sistem.
Asesmen Nasional bukanlah pengganti Ujian Nasional. Tujuannya berbeda, instrumennya berbeda, dan sasaran evaluasinya pun berbeda. Asesmen Nasional berfokus pada pemetaan mutu untuk perbaikan berkelanjutan.
Di jenjang Sekolah Dasar, Asesmen Nasional dilaksanakan pada siswa kelas V. Pemilihan jenjang ini sangat strategis. Siswa kelas V dianggap telah mengalami proses pembelajaran yang cukup untuk bisa diukur kompetensi dasarnya. Lebih penting lagi, mereka masih memiliki waktu setidaknya satu tahun lagi di jenjang SD. Ini memberikan kesempatan bagi sekolah dan guru untuk menindaklanjuti hasil asesmen dan melakukan perbaikan proses pembelajaran yang dampaknya masih bisa dirasakan oleh siswa yang sama sebelum mereka lulus.
Peserta Asesmen Nasional juga tidak mencakup seluruh siswa, melainkan dipilih secara acak (sampling) oleh sistem. Hal ini memperkuat pesan bahwa yang dievaluasi bukanlah individu siswa, melainkan satuan pendidikan secara keseluruhan. Sampel yang representatif dianggap sudah cukup untuk memberikan gambaran yang akurat tentang kondisi sekolah tersebut.
Tiga Pilar Utama Asesmen Nasional
Asesmen Nasional ditopang oleh tiga instrumen utama yang saling melengkapi. Masing-masing instrumen dirancang untuk mengukur aspek yang berbeda namun sama pentingnya dalam ekosistem pendidikan. Ketiga instrumen tersebut adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
AKM adalah bagian dari Asesmen Nasional yang mengukur hasil belajar kognitif siswa. Namun, berbeda dengan ujian pada umumnya, AKM tidak menguji penguasaan konten mata pelajaran secara spesifik. Sebaliknya, AKM berfokus pada dua kompetensi mendasar yang dibutuhkan oleh semua siswa untuk dapat belajar sepanjang hayat dan berkontribusi di masyarakat, yaitu literasi membaca dan numerasi.
Literasi Membaca
Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia. Ini jauh melampaui sekadar kemampuan membaca secara teknis. Literasi membaca mencakup kemampuan berpikir kritis terhadap isi bacaan.
- Konten: Teks yang digunakan dalam AKM Literasi sangat beragam, mencakup teks fiksi (cerita, puisi, dongeng) dan teks informasi (artikel, berita, infografis, prosedur). Hal ini bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menghadapi berbagai bentuk informasi yang akan mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.
- Proses Kognitif: AKM Literasi mengukur tiga level proses kognitif:
- Menemukan Informasi: Kemampuan untuk mencari, mengakses, serta menemukan informasi tersurat dari wacana. Contohnya, siswa diminta menemukan nama tokoh utama dalam sebuah cerita pendek atau menemukan jadwal keberangkatan kereta dari sebuah tabel.
- Menginterpretasi dan Mengintegrasikan: Kemampuan untuk memahami informasi tersurat maupun tersirat, serta memadukan interpretasi antarbagian teks untuk menghasilkan inferensi atau kesimpulan. Misalnya, siswa diminta menyimpulkan sifat seorang tokoh berdasarkan dialog dan tindakannya, atau menjelaskan hubungan sebab-akibat dari sebuah teks eksplanasi.
- Mengevaluasi dan Merefleksi: Kemampuan untuk menilai kredibilitas, kesesuaian, maupun keterpercayaan teks serta mampu mengaitkan isi teks dengan hal lain di luar teks, termasuk pengalaman pribadi. Pada level ini, siswa ditantang untuk menilai apakah argumen penulis kuat, atau merefleksikan pesan moral dari sebuah cerita dan menghubungkannya dengan kehidupan mereka.
Dengan demikian, AKM Literasi mendorong pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada "apa" isi teks, tetapi juga "bagaimana" memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi dari teks tersebut.
Numerasi
Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia. Sama seperti literasi, numerasi bukan hanya tentang menghafal rumus matematika, melainkan tentang mengaplikasikan nalar matematis dalam situasi nyata.
- Konten: Konten numerasi dalam AKM dibagi menjadi empat kelompok besar yang relevan untuk jenjang SD:
- Bilangan: Meliputi pemahaman tentang representasi, sifat urutan, dan operasi beragam jenis bilangan (cacah, bulat, pecahan, desimal).
- Geometri dan Pengukuran: Meliputi pemahaman tentang bangun datar, bangun ruang, serta pengukuran panjang, berat, waktu, volume, dan debit.
- Aljabar: Meliputi pemahaman tentang persamaan dan pertidaksamaan, relasi dan fungsi, serta rasio dan proporsi. Di tingkat SD, ini sering disajikan dalam bentuk pola bilangan atau hubungan antar variabel sederhana.
- Data dan Ketidakpastian: Meliputi pemahaman tentang cara membaca, menganalisis, dan menyajikan data dalam bentuk tabel, diagram batang, atau piktogram, serta pemahaman dasar tentang peluang.
- Proses Kognitif: Serupa dengan literasi, numerasi juga mengukur tiga level proses kognitif:
- Pemahaman (Knowing): Kemampuan untuk memahami fakta, prosedur, serta konsep matematika. Contoh, siswa diminta untuk mengidentifikasi sebuah bangun ruang atau melakukan operasi hitung dasar.
- Penerapan (Applying): Kemampuan untuk menerapkan konsep matematika dalam situasi nyata yang bersifat rutin. Misalnya, siswa diminta menghitung total belanjaan atau menghitung luas sebuah kebun berbentuk persegi panjang yang ukurannya sudah diketahui.
- Penalaran (Reasoning): Kemampuan untuk bernalar dengan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks atau non-rutin. Ini melibatkan analisis data, membuat kesimpulan, dan mengevaluasi solusi. Contohnya, siswa diberi data penjualan kue selama seminggu dan diminta memprediksi kue mana yang sebaiknya diproduksi lebih banyak pada minggu berikutnya beserta alasannya.
Fokus pada literasi dan numerasi ini didasari oleh keyakinan bahwa kedua kompetensi tersebut adalah fondasi utama bagi siswa untuk mempelajari bidang ilmu lainnya dan untuk berfungsi secara efektif dalam masyarakat modern.
2. Survei Karakter
Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan secara intelektual, tetapi juga untuk membentuk karakter yang mulia. Instrumen kedua dari Asesmen Nasional, yaitu Survei Karakter, dirancang untuk mengukur hasil belajar non-kognitif siswa. Survei ini bertujuan untuk memotret sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter pelajar yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
Profil Pelajar Pancasila adalah tujuan akhir dari proses pendidikan nasional, yang mencakup siswa yang beriman, berakhlak mulia, mandiri, kritis, kreatif, gotong royong, dan berkebinekaan global.
Survei Karakter disajikan dalam bentuk soal-soal pilihan ganda di mana siswa diminta untuk memilih opsi yang paling sesuai dengan diri mereka dalam sebuah skenario. Tidak ada jawaban benar atau salah dalam survei ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran jujur tentang kecenderungan karakter siswa di sekolah tersebut. Hasilnya memberikan umpan balik yang berharga bagi sekolah tentang aspek-aspek pembinaan karakter yang sudah berjalan baik dan yang masih perlu ditingkatkan. Enam dimensi utama yang diukur adalah:
- Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia: Mengukur pemahaman dan penerapan nilai-nilai agama dan kepercayaan, serta akhlak baik dalam hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negara.
- Berkebinekaan Global: Mengukur sikap menghargai keragaman budaya, kemampuan berkomunikasi interkultural, dan refleksi terhadap pengalaman kebinekaan.
- Gotong Royong: Mengukur kemampuan untuk berkolaborasi, kepedulian terhadap sesama, dan kemauan untuk berbagi.
- Mandiri: Mengukur kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta kemampuan untuk meregulasi diri sendiri dalam mencapai tujuan.
- Bernalar Kritis: Mengukur kemampuan untuk memperoleh dan memproses informasi secara objektif, menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan informasi tersebut.
- Kreatif: Mengukur kemampuan untuk menghasilkan gagasan yang orisinal, serta karya dan tindakan yang inovatif.
3. Survei Lingkungan Belajar
Faktor penentu keberhasilan siswa tidak hanya berasal dari dalam diri siswa itu sendiri, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat ia belajar. Survei Lingkungan Belajar adalah instrumen ketiga yang bertujuan untuk memotret kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di satuan pendidikan. Uniknya, survei ini tidak hanya diisi oleh siswa, tetapi juga oleh seluruh guru dan kepala sekolah.
Data yang dikumpulkan dari berbagai perspektif ini memberikan gambaran yang lebih utuh dan objektif tentang iklim sekolah. Beberapa aspek penting yang diukur dalam Survei Lingkungan Belajar antara lain:
- Iklim Keamanan Sekolah: Apakah siswa, guru, dan kepala sekolah merasa aman secara fisik dan psikologis? Ini mencakup indikator seperti tingkat perundungan (bullying), hukuman fisik, pelecehan, dan narkoba.
- Iklim Inklusivitas Sekolah: Apakah sekolah memberikan perlakuan yang setara dan adil kepada semua murid, terlepas dari latar belakang sosial-ekonomi, gender, agama, atau kondisi fisiknya? Ini juga mencakup dukungan sekolah terhadap murid dengan disabilitas atau kesulitan belajar.
- Kualitas Pembelajaran: Bagaimana praktik pengajaran guru di kelas? Apakah guru melakukan manajemen kelas yang efektif? Apakah ada dukungan afektif yang diberikan guru kepada siswa? Apakah guru mengaktifkan proses kognitif siswa dan mendorong pemikiran kritis?
- Refleksi dan Perbaikan Pembelajaran oleh Guru: Apakah guru secara rutin merefleksikan praktik mengajarnya? Apakah mereka aktif belajar dari rekan sejawat atau mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya?
- Kepemimpinan Instruksional Kepala Sekolah: Apakah kepala sekolah mampu menyusun visi, misi, dan program sekolah yang berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran? Apakah kepala sekolah mendukung dan memfasilitasi pengembangan profesionalisme guru?
- Dukungan Orang Tua dan Masyarakat: Sejauh mana kemitraan antara sekolah dan orang tua terjalin dalam mendukung program-program sekolah?
Hasil dari Survei Lingkungan Belajar menjadi cermin bagi sekolah untuk melihat kekuatan dan kelemahannya dari sisi ekosistem pendidikan. Ini adalah data krusial untuk merancang intervensi yang tidak hanya menyentuh siswa, tetapi juga memperbaiki sistem pendukung di sekelilingnya.
Implikasi Hasil Asesmen Nasional: Menuju Perencanaan Berbasis Data
Setelah seluruh data dari AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar terkumpul dan diolah, hasilnya disajikan dalam sebuah platform yang disebut Rapor Pendidikan. Rapor ini dapat diakses oleh sekolah, dinas pendidikan daerah, dan pemerintah pusat. Penting untuk dipahami bahwa Rapor Pendidikan tidak dirancang untuk membandingkan atau membuat peringkat antar sekolah.
Rapor Pendidikan adalah alat refleksi. Fungsinya bukan untuk menghakimi, melainkan untuk membantu sekolah mengidentifikasi akar masalah, mencari inspirasi perbaikan, dan merencanakan anggaran secara lebih efektif dan tepat sasaran.
Proses ini dikenal sebagai Perencanaan Berbasis Data (PBD). Dengan PBD, sekolah didorong untuk tidak lagi membuat program kerja berdasarkan asumsi atau kebiasaan, melainkan berdasarkan bukti nyata dari Rapor Pendidikan. Siklus PBD secara sederhana terdiri dari tiga langkah utama:
- Identifikasi: Sekolah mempelajari data dalam Rapor Pendidikan untuk menemukan indikator-indikator yang capaiannya masih rendah atau perlu ditingkatkan. Misalnya, sekolah mungkin menemukan bahwa skor literasi siswa sudah baik, namun iklim keamanan sekolah (terkait perundungan) masih menjadi masalah.
- Refleksi: Setelah mengidentifikasi masalah, sekolah bersama guru dan komite sekolah melakukan refleksi untuk mencari akar penyebabnya. Mengapa tingkat perundungan tinggi? Apakah karena kurangnya pengawasan? Apakah karena belum ada program anti-perundungan yang efektif? Apakah nilai-nilai empati kurang ditanamkan dalam pembelajaran?
- Benahi: Berdasarkan analisis akar masalah, sekolah merumuskan program atau kegiatan perbaikan yang spesifik. Kegiatan-kegiatan ini kemudian dimasukkan ke dalam Rencana Kerja Sekolah (RKS) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Contohnya, untuk mengatasi masalah perundungan, sekolah bisa merancang program "Sekolah Aman", mengadakan pelatihan bagi guru tentang cara menangani perundungan, dan melibatkan orang tua dalam kampanye anti-perundungan.
Dengan demikian, Asesmen Nasional dan Rapor Pendidikan menjadi motor penggerak untuk siklus perbaikan yang berkelanjutan (continuous improvement) di tingkat satuan pendidikan. Tujuannya adalah menciptakan budaya data di mana setiap keputusan dan kebijakan yang diambil selalu didasarkan pada analisis kondisi nyata di lapangan.
Peran Orang Tua dan Masyarakat
Keberhasilan transformasi pendidikan melalui Asesmen Nasional tidak hanya bergantung pada sekolah dan pemerintah, tetapi juga memerlukan dukungan penuh dari orang tua dan masyarakat. Peran pertama dan utama orang tua adalah memahami esensi dari Asesmen Nasional. Orang tua perlu menyadari bahwa ini bukanlah ujian yang menentukan nasib akademik anak mereka. Dengan pemahaman ini, orang tua dapat membantu mengurangi kecemasan yang mungkin dirasakan anak dan tidak perlu membebani mereka dengan bimbingan belajar khusus untuk AKM.
Alih-alih fokus pada latihan soal, orang tua dapat berkontribusi secara lebih substantif dengan cara:
- Membangun Budaya Literasi di Rumah: Ajak anak membaca buku bersama, diskusikan isi bacaan, dan dorong mereka untuk bertanya dan berpikir kritis. Biasakan anak membaca berbagai jenis teks, bukan hanya buku pelajaran.
- Mengintegrasikan Numerasi dalam Kehidupan Sehari-hari: Libatkan anak dalam kegiatan yang memerlukan nalar matematis, seperti menghitung kembalian belanja, mengukur bahan saat memasak, atau membaca data sederhana seperti grafik cuaca.
- Menjadi Teladan Karakter yang Baik: Pembentukan karakter paling efektif terjadi melalui contoh. Praktikkan nilai-nilai kejujuran, empati, kerja sama, dan tanggung jawab dalam kehidupan keluarga sehari-hari.
- Berkomunikasi Aktif dengan Sekolah: Tanyakan kepada guru bukan hanya tentang nilai anak, tetapi juga tentang perkembangan karakter, keterampilan sosial, dan bagaimana proses belajar di kelas. Berikan masukan yang konstruktif dan tawarkan dukungan bagi program-program perbaikan sekolah yang didasarkan pada hasil Rapor Pendidikan.
Pada akhirnya, Asesmen Nasional adalah sebuah undangan untuk kolaborasi. Ini adalah panggilan bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan untuk bersama-sama melihat cermin, mengakui kekurangan, merayakan kekuatan, dan bekerja bahu-membahu untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih baik. Sebuah ekosistem di mana setiap anak Indonesia, terlepas dari di mana mereka bersekolah, mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi kognitif, karakter, dan keterampilan hidup yang mereka butuhkan untuk masa depan.