Asma bronkial adalah kondisi kesehatan global yang kompleks dan sering kali disalahpahami. Untuk mendapatkan pemahaman yang terstandarisasi, acuan utama yang sering digunakan oleh komunitas medis internasional adalah definisi yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menurut definisi asma bronkial menurut WHO, asma didefinisikan sebagai penyakit radang kronis pada saluran napas yang ditandai dengan hiperresponsivitas bronkial (kepekaan berlebihan saluran napas) yang mengarah pada episode berulang sesak napas, mengi (wheezing), rasa tertekan di dada, dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari.
Inti dari kondisi ini adalah inflamasi kronis pada dinding bronkus. Inflamasi ini menyebabkan pembengkakan dan peningkatan produksi lendir, membuat saluran napas menjadi lebih sensitif terhadap berbagai pemicu lingkungan atau non-lingkungan. Ketika terpapar pemicu, otot-otot polos di sekitar saluran napas akan berkontraksi (bronkospasme), sehingga mempersempit jalur udara dan menimbulkan gejala khas asma bronkial.
WHO menekankan bahwa asma bukanlah sekadar masalah pernapasan biasa, melainkan penyakit kronis yang memerlukan manajemen jangka panjang. Tiga karakteristik utama yang disoroti dalam kerangka kerja WHO meliputi:
Data dari WHO secara konsisten menunjukkan bahwa prevalensi asma bronkial terus meningkat di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang. Kondisi ini memengaruhi jutaan orang dari segala usia, namun seringkali lebih banyak terdiagnosis pada anak-anak. Dampak sosial dan ekonomi dari asma sangat signifikan. Serangan akut dapat menyebabkan kunjungan darurat ke rumah sakit, kehilangan hari sekolah atau kerja, dan penurunan drastis kualitas hidup jika tidak dikelola dengan baik.
Manajemen yang efektif, sesuai dengan pedoman global yang selaras dengan prinsip WHO, berfokus pada pengendalian inflamasi menggunakan obat-obatan pengontrol (seperti kortikosteroid inhalasi) dan meredakan gejala akut menggunakan obat pelega cepat (reliever). Tujuan utamanya adalah mencapai kontrol gejala yang baik sehingga pasien dapat menjalani aktivitas normal sehari-hari tanpa hambatan.
Meskipun definisi asma bronkial menurut WHO cukup jelas, diagnosis definitif seringkali memerlukan pengecualian kondisi lain yang gejalanya serupa, seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau bronkitis kronis, meskipun asma biasanya memiliki karakteristik reversibilitas yang lebih besar pada pemeriksaan fungsi paru.
Faktor risiko utama yang diidentifikasi oleh penelitian yang mendukung pandangan WHO meliputi: riwayat alergi (atopi), paparan alergen dalam ruangan (tungau debu, bulu hewan), polusi udara luar ruangan (seperti emisi kendaraan bermotor), infeksi pernapasan di masa kanak-kanak, dan faktor genetik. Mengidentifikasi dan meminimalkan paparan terhadap faktor risiko ini adalah komponen krusial dari pencegahan sekunder.
Salah satu perhatian utama WHO adalah disparitas dalam akses pengobatan. Di banyak negara, obat-obatan pengontrol yang esensial seringkali mahal atau sulit didapatkan. Akibatnya, banyak pasien hanya mengandalkan obat pelega saat serangan terjadi, yang berisiko tinggi menyebabkan serangan parah yang fatal. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesadaran publik dan penyediaan akses obat esensial menjadi prioritas kesehatan masyarakat global untuk menanggulangi beban asma bronkial.
Kesimpulannya, pemahaman komprehensif mengenai asma bronkial menurut WHO menekankan sifat kronis, inflamasi, dan hiperresponsif saluran napas. Dengan manajemen yang tepat, pasien asma dapat hidup sepenuhnya tanpa membiarkan penyakit ini mendominasi kualitas hidup mereka.